cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Gagasan dan Implementasi System of Rice Intensification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE) Iwan Setiajie Anugrah; Sumedi Sumedi; I Putu Wardana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n1.2008.75-99

Abstract

System of rice intensification (SRI) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Gagasan SRI pada mulanya dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980. Pengembangan SRI juga dilakukan melalui uji coba di berbagai negaraAsia, termasuk Asia Selatan maupun Asia Tenggara. Di Indonesia gagasan SRI juga telah diuji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Penerapan gagasan SRI berdasarkan pada enam komponen penting : (1) Transplantasi bibit muda, (2) Bibit ditanam satu batang, (3) Jarak tanam lebar, (4) Kondisi tanah lembab (irigasi berselang), (5) Melakukan pendangiran (penyiangan), (6) Hanya menggunakan bahan organik (kompos). Hasil penerapan gagasan SRI di lokasi penelitian (Kabupaten Garut dan Ciamis), menunjukkan bahwa : (1) Budidaya padi model SRI telah mampu meningkatkan hasil dibanding budidaya padi model konvensional, (2) Meningkatkan pendapatan, (3) Terjadi efisiensi produksi dan efisiensi usahatani secara finansial, (4) Pangsa harga pasar produk lebih tinggi sebagai beras organik. Sekalipun demikian, konsep SRI masih belum dapat diterima serta masih menimbulkan polemik dan kontroversial dalam penerapannya hampir di semua tempat maupun di lembaga terkait, termasuk IRRI sebagai Lembaga Penelitian Padi Internasional. Namun dengan meningkatnya harga pupuk dan pestisida kimia serta semakin rusaknya lingkungan sumberdaya telah mendorong petani di beberapa tempat mempraktekan sistem pendekatan SRI. Peluang pengembangan SRI ke depan juga didukung oleh tuntutan globalisasi dan konsumen internasional terhadap budidaya padi ekologis ramah lingkungan, kemudian dengan sistem penyuluhan yang mudah dimengerti, juga terkait dengan kondisi peningkatan semua input produksi serta kebutuhan produk organik. Kendala pengembangan dalam skala luas, terkait dengan ketersediaan bahan-bahan organik, tenaga kerja tanam model SRI, serta kemauan dari petani sendiri. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian penerapan SRI di dua lokasi kajian, sebagai bahan informasi tambahan terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya pada konteks SRI. Dengan informasi ini dapat mendorong ide dan pemikiran baru berkaitan dengan masih adanya pendapat yang mempersoalkan pendekatan SRI ini.
Economic and Social Aspects of Palm Oil IndustryL Indonesia's Palm Oil Trade in the Context of Economic Liberalization Erna Maria Lokollo
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n1.2013.1-9

Abstract

This paper aims to assess the palm oil trade in the world market, factors affecting Indonesia’s palm oil industry and trade, and how it can contribute to and benefit the sustainable agriculture development. Palm oil and palm kernel oil make up a third of total world production of oils and fats. During the last decade, the stock-production-import-export of palm oil in the world trade has increased to more than double in volumes and values. Other than being main producers, Indonesia and Malaysia are the two major exporters of palm oil in the world market with total shares of more than 80 percent of the total world export. Coupled with increasing demand for cooking oils, growing demand for palm oil derivatives-products has created a new challenge and opportunity for Indonesia to increase its competitiveness in the world market. Indonesia has and could continue to seize the opportunity to meet the increasing world market demand provided it can increase the ability to translate the new world market demand and adjust it to its domestic production facilities. The Indonesian policies of palm oil development must be directed, implemented and enforced with the focus to the downstream industries. The world concern of environmental degradation has triggered an RSPO forum and Indonesia responded through the ISPO to support the sustainable development. As the main producer, it is only fitting if Indonesia becomes and sets a price reference for sustainable palm oil traded in the world market.
An Opportunity And Policy to Improve Performance of Peanut Agribusiness in South Sulawesi Bambang Sayaka; Muhammad Maulana; Deri Hidayat
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.157-181

Abstract

Peanut agribusiness in South Sulawesi does not develop optimally. During harvest season the peanut production of this province is sufficient to meet local demand and is sold for inter-island trade. During off-season local demand for peanut is fulfilled through inter-island trade and import. The traders usually buy fresh pods and dried pods from the farmers and traders’ profits are earned through processing them into dried beans. Retailers in urban areas sell fresh pods and dried beans. The main consumers of dried beans are local peanut processors. Credit access for the farmers may improve quantity and quality of peanut production. Roads improvement in peanut producing centers may accelerate peanut transportation and reduce its transportation cost. Illegal retribution should be removed. The traders need credit access for their business scale improvement. Partnership between the farmers and the peanut processing companies will enhance peanut agribusiness in South Sulawesi Province.
Dari Konferensi Cancun, Mexico (2003) - ke Pertemuan Stocktaking WTO (2010): Perjuangan Panjang Negosiasi Pertanian Negara Berkembang Erna Maria Lokollo
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n2.2010.119-131

Abstract

Salah satu perundingan WTO yang paling bergejolak, penuh muatan politis dan sangat alot dalam mencapai kesepakatan adalah perundingan pertanian.  Persetujuan ini mencakup perundingan di 3 pilar utama, yaitu: akses pasar, subsidi domestik, dan persaingan ekspor. Setelah terjadi kegagalan mencapai kesepakatan pada KTM V di Cancun, Mexico, pada tahun 2003; maka pada sidang Dewan Umum WTO tahun 2004 berhasil disepakati apa yang disebut sebagai Paket Juli. Pada KTM VI di Hongkong, tahun 2005, tidak terjadi titik temu, bahkan perundingan Putaran Doha terhenti sama sekali karena tidak tercapai kesepakatan antara negara-negara anggota WTO. Pada tahun 2009, KTM ke VII diadakan di Jenewa, Swiss. Pada pertemuan ini anggota sepakat tidak merundingkan isu Putaran Doha, tetapi membahas upaya memperkuat sistem perdagangan multilateral WTO dalam menghadapi tantangan lingkungan global saat ini. Namun demikian sinyal yang ditangkap dari pertemuan-pertemuan sampingan beberapa kelompok adalah bahwa Putaran Doha harus segera diselesaikan pada akhir tahun 2010. Oleh karenanya diperlukan upaya dan kemauan politik semua negara anggota untuk mewujudkannya.  Pertemuan terkini yaitu pertemuan stocktaking tingkat pejabat tinggi diadakan pada 22-26 Maret 2010.  Beberapa pending issues pada draft teks modalitas pertanian (draft text ke- 4) dibahas kembali dan diupayakan konvergensi, namun belum tercapai kesepakatan diantara negara-negara anggota. Indonesia sebagai koordinator kelompok G-33 memiliki posisi yang strategis dalam pemperjuangkan kepentingan pertaniannya.  Dukungan domestik dari masyarakat Indonesia termasuk dari Kementerian teknis lainnya selain Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, juga dari LSM/NGO, DPR/MPR, dan Institusi lainnya sangat diperlukan, agar dapat memperjuangkan kepentingan petani dan masyarakat pedesaan menghadapi era globalisasi.
Pattern of Farmers’ Participation: Lessons from Pump Irrigation Project Gelar Satya Budhi; Mimin Aminah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n4.2009.351-368

Abstract

Objective of the paper is to describe and analyze the pattern of farmers’ participation during the preparation, physical construction, and maintenance (payment of irrigation service fee) phases.  Emphasis of the discussion will be on the changes in farmers’ participation level during the project implementation.  This paper was based on a research in a pump irrigation project carried out in the Villages of Haurgeulis, Kertanegara, and Wanakaya, Haurgeulis District, Indramayu Regency,WestJavaProvince.  Such pump irrigation was one of participatory project in which beneficiaries are involved during the project execution since planning through maintenance.  Experience of the project implementation suggested that boosting farmers’ participation was a complicated work which needs intensive, long-time, and patient efforts.  During the preparation phase, farmers were actively involved in the project.  This was encouraged by the initiative coming from within of the community, but farmers’ spirit to participate in the project slightly declined up to the start of physical construction.  Fluctuation of farmers’ participation happened in the period of physical construction. Therefore, encouraging measures were applied when the farmers’ participation was going down.  Similar pattern of farmers’ participation also occurred during the maintenance phase, at which farmers found themselves reluctant at initial fee payment. After a sequence of encouragement, the farmers were finally able to operate the pump continuously.
Sistem Resi Gudang di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan Erma Suryani; nFN Erwidodo; Iwan Setiadjie Anugerah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n1.2014.69-86

Abstract

Fenomena yang umum terjadi pada perdagangan komoditas pertanian adalah anjloknya harga pada saat panen raya dan melonjaknya harga pada masa paceklik. Kebijakan stabilisasi harga untuk gabah dan beras, yang melibatkan peran aktif Perum Bulog, dinilai cukup berhasil. Namun, kebijakan yang sama tidak segera dilakukan untuk komoditas pertanian lain karena alasan besarnya anggaran yang diperlukan dan pertimbangan kemampuan Bulog untuk melaksanakan. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk membantu petani dalam menghadapi fluktuasi harga tersebut adalah merancang dan memfasilitasi penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (SRG). Meskipun Undang-Undang SRG telah diterbitkan tahun 2006, namun implementasinya di lapangan belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan mencari alternatif strategi dan kebijakan yang diperlukan untuk mengakselerasi SRG sehingga dapat dimanfaatkan petani produsen. Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi pengumpulan data primer difokuskan di Kabupaten Indramayu dan Subang. Hasil kajian menunjukkan, antara lain: (i) masih terbatasnya pemahaman tentang SRG berikut manfaatnya, (ii) jasa SRG di Indramayu dan Subang baru mencakup komoditas gabah dan beras, (iii) pengguna jasa SRG lebih banyak pedagang, dan (iv) terbatasnya ketersediaan gudang yang memenuhi persyaratan, dan (v) masih terbatasnya keterlibatan dan dukungan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan SRG. Permasalahan melembagakan SRG untuk komoditas pertanian sangat komplek karena terkait dengan banyak lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, diperlukan strategi alternatif yang mampu mengatasi permasalahan dan kendala komplek tersebut.
Kebijakan Pengembangan Inovasi dan Investasi Infrastruktur untuk Peningkatan Partisipasi dan Pendapatan Petani Studi Kasus: Kabupaten Blora, Jawa Tengah Herman Supriadi; Roosganda Elizabeth
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n4.2007.320-334

Abstract

Program kebijakan pembangunan pertanian melalui pengembangan inovasi teknologi dan investasi infrastruktur untuk peningkatan pendapatan petani miskin, yang dikenal sebagai P4MI dilaksanakan sejak tahun 2003. Pendekatan yang digunakan dalam program tersebut adalah pemberdayaan petani secara partisipatif melalui perencanaan dan implementasi investasi sarana prasarana di pedesaan dalam rangka mendukung inovasi teknologi dan kelembagaan untuk peningkatan pendapatan petani miskin. Tulisan ini bertujuan mengemukakan dampak positif kebijakan partisipatif pembangunan pertanian pedesaan melalui inovasi teknologi maupun kelembagaan dan pembangunan investasi sarana prasarana pendukung pertanian. Kabupaten Blora, Jawa Tengah terpilih berdasarkan keterbatasan potensi SDA-nya (lahan kering marjinal). Inovasi teknologi yang dikembangkan meliputi introduksi varietas unggul padi dan palawija, serta teknik pengelolaan tanaman terpadu. Investasi infrastruktur yang dominan dikembangkan secara partisipatif berupa pembangunan jalan usahatani dan perbaikan sarana irigasi. Dampak pelaksanaan kegiatan program tersebut telah berhasil menumbuhkan tingkat investasi masyarakat dalam investasi sebesar 20 persen dan peningkatan pendapatan petani. Program inovasi teknologi yang didukung pembangunan investasi infrastruktur memberikan kontribusi pendapatan usahatani lebih besar 58,5-77,6 persen dibanding dengan hanya inovasi teknologi (33,7-58,5%) dari pendapatan total rumah tangga.
Dinamika dan Kebijakan Pemasaran Produk Ternak Sapi Potong di Indonesia Timur Helena J. Purba; Prajogo Utomo Hadi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n4.2012.361-373

Abstract

Sapi bali adalah jenis sapi yang dominan dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di Indonesia Timur, namun perkembangannya dipengaruhi oleh dinamika pemasarannya. Tulisan ini bertujuan untuk melihat dinamika pemasaran sapi bali di Indonesia timur berdasarkan data dan informasi yang berasal dari hasil pengamatan penulis langsung di lapangan, berbagai publikasi dan data statistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (i) Ada hubungan positif antara tingkat pendapatan per kapita dan konsumsi daging sapi per kapita dan jumlah konsumsi; (ii) Preferensi masyarakat konsumen di wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah bergeser dari daging sapi lokal (sapi bali, dll) ke daging asal ternak sapi dan daging sapi impor; (iii) Kemampuan wilayah timur Indonesia dalam memasok ternak sapi untuk pemotongan lokal dan perdagangan antar provinsi, sudah menurun, utamanya NTT; (iv) Volume impor sapi bakalan dan daging sapi secara nasional terus meningkat; (v) Ternak sapi di wilayah timur Indonesia dipasarkan secara lokal dan antar pulau antara lain ke Jakarta dan Kalimantan dengan rantai pasok dari peternak hingga konsumen akhir yang tidak terlalu panjang; (vi) Dewasa ini, daerah pemasaran ternak sapi hidup dari wilayah NTT dan NTB diperluas ke Kalimantan karena harga jualnya lebih menarik dibanding ke Jakarta; dan (vii) Permasalahan krusial yang dihadapi antara lain adalah alat angkutan ternak dan pelabuhan bongkar-muat ternak masih belum kondusif, pemotongan ternak sapi betina produktif makin banyak, dan kondisi rumah pemotongan hewan (RPH) jauh dari standar higienis. Disarankan agar pemerintah menyediakan fasilitas pelabuhan bongkar-muat yang lebih kondusif, meningkatkan pengawasan terhadap pemotongan ternak sapi betina produktif, pemberian insentif yang memadai bagi peternak untuk melakukan tunda-jual ternak sapinya yang sedang bunting, dan pengendalian impor ternak sapi bakalan dan daging sampai batas tertentu sehingga harga ternak sapi dalam negeri tidak merugikan peternak.
Krisis Global Pangan-Energi-Finansial: Dampak dan Respon Kebijakan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan I Wayan Rusastra; Handewi P. Saliem; Ashari Ashari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n1.2010.29-48

Abstract

Efektivitas kebijakan pemantapan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan ditentukan oleh pemahaman dan adaptasi dampak dan kebijakan global krisis pangan-energi-finansial (PEF). Analisis didasarkan atas dampak global krisis PEF dan respons kebijakan regional, khususnya di negara berkembang dengan sasaran pemantapan perumusan kebijakan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Temuan pokok kajian adalah (a) Krisis PEF berdampak terhadap ketersediaan investasi pertanian global, penurunan produksi, dan peningkatan volatilitas harga pangan; (b) Pada tataran makro di tingkat nasional. krisis tidak berpengaruh terhadap produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan utama; (c) Mengacu pada penurunan tingkat kemiskinan sebesar 2,2 persen (2000-2009), tingkat kemiskinan relatif 2015 mencapai 12,3 persen, jauh di atas target MDG tahun 2015 sebesar 7,2 persen, (d) Secara implisit, krisis PEF berpengaruh terhadap ketersediaan dan akses pangan ditingkat rumah tangga, yang di indikasikan oleh perlambatan laju dan pencapaian target pengentasan kemiskinan 2015. Antisipasi kebijakan ke depan, pembangunan pertanian nasional perlu diarahkan pada pengembangan pertanian skala kecil dalam perspektif pertumbuhan dan pemerataan dengan mempertimbangkan tiga opsi kebijakan berikut: (a) Pemantapan stabilitas makro ekonomi dan peningkatan anggaran pembangunan pertanian dan pengembangan infrastruktur perdesaan, (b) Pengembangan produksi berbasis potensi pasar yang dikomplemen dengan perbaikan sistem dan efisiensi pemasaran produk pertanian, dan (c) Pengembangan inovasi kelembagaan dan sistem insentif dalam mendukung ketersediaan dan akses sarana produksi dan jasa pelayanan usahatani skala kecil.
Mendudukkan Komoditas Mangga sebagai Unggulan Daerah dalam Suatu Kebijakan Sistem Agribisnis: Upaya Menyatukan Dukungan Kelembagaan bagi Eksistensi Petani Iwan Setiajie Anugrah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n2.2009.189-211

Abstract

Pengembangan komoditas hortikultura sebagai alternatif sumber perekonomian masyarakat dari sektor pertanian,  senantiasa terus mendapat perhatian dari berbagai fihak.  Salahsatu  komoditas hortikultura yang berkembang diusahakan oleh masyarakat di Kabupaten Majalengka, adalah komoditas mangga. Pengembangan komoditas mangga di beberapa daerah di wilayah Kabupaten Majalengka, telah banyak dilakukan baik secara individu maupun dalam kaitan dengan program pengembangan komoditas unggulan daerah melalui suatu sistem agribisnis. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah andalan pengembangan mangga di Indonesia yang memberikan kontribusi tertinggi kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Luas panen mangga di Jawa Barat tahun 2003 mencapai 7.424 ha dengan total produksi 141.064 ton, atau setara dengan produktivitas 190 kwintal per ha. Lima jenis mangga utama yang dikembangkan di sentra mangga Jawa Barat yang meliputi kabupaten Majalengka, Cirebon dan Indramayu, adalah mangga harumanis, gedong, gedong gincu, dermayu dan golek. Diantara jenis mangga tersebut, gedong gincu merupakan jenis unggulan daerah yang mempunyai nilai kompetitif. Namun demikian usaha pengembangan produksi mangga secara umum masih dihadapkan pada permasalahan; (1) sangat dipengaruhi oleh musim dan curah hujan, (2) skala usahatani, (3) pemasaran dengan sistem tebasan, ijon dan kontrak yang mengarah kepada eksploitasi produksi, akibat adanya desakan kebutuhan ekonomi, menghindari resiko gagal produksi serta menghindari biaya pemeliharaan yang besar; dan (4) Secara umum profit pemasaran lebih banyak dinikmati oleh para pelaku pasar, bukan petani mangga. Dengan kondisi tersebut, perlu upaya konkret dari berbagai fihak terkait untuk menyatukan dukungan kelembagaan bagi eksistensi petani dalam suatu sistem agribisnis mangga yang dijalankan. Dukungan pemikiran serta kebijakan pemerintah daerah dalam upaya mencari solusi kearah itu sangat dinantikan sehingga komoditas mangga sebagai salahsatu komoditas unggulan daerah, tidak hanya menjadi ”maskot” daerah semata tetapi juga harus menjadi sumber pendapatan yang menguntungkan bagi para petani yang mengusahakannya. Pemerintah Kabupaten Majalengka telah mencoba merintis kelembagaan kearah itu dengan pola kerjasama kemitraan, sekaligus sebagai bentuk dukungan nyata untuk mendorong eksistensi petani dalam sistem agribisnis mangga yang saling menguntungkan.

Page 2 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue