cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan, dan Harga Komoditas Pangan Kaman Nainggolan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n2.2008.114-139

Abstract

Persoalan pangan dewasa ini dipicu oleh melejitnya harga-harga pangan internasional dengan tajam. Faktor penyebab meroketnya harga pangan antara lain adalah naiknya harga minyak fosil dan biaya energi, peningkatan permintaan beras di India akibat substitusi konsumsi gandum oleh beras, bencana alam di Vietnam dan Myanmar, panic buying di Filippina, serta kemungkinan pengaruh spekulator yang cenderung melakukan hoarding. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah tingginya permintaan akan biofuel. Maka isu ketahanan pangan bangsa harus menjadi fokus perhatian di masa mendatang. Ketahanan pangan nasional merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas, yang diperlukan untuk membangun bangsa ini. Kemandirian pangan di tingkat rumah tangga perlu mendapat perhatian yang lebih besar di masa mendatang, karena kemandirian pangan rumah tangga merupakan fondasi kemandirian pangan wilayah dan nasional. Sampai saat ini dari aspek ketersediaan pangan, distribusi, stabilitas harga, dan konsumsi, kondisi ketahanan pangan kita masih cukup baik. Pertumbuhan produksi pangan domestik lima tahun terakhir cukup baik kecuali kedelai. Angka Ramalan I BPS tahun 2008 juga memberikan gambaran yang lebih optimis. Demikian pula dalam hal konsumsi pangan, skor pola pangan harapan tahun 2007 mencapai 82,8 lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Upaya-upaya yang telah dilakukan perlu terus ditingkatkan mengingat krisis harga global bisa berdampak pada ekonomi domestik. Kebijakan ketahanan pangan telah ditetapkan yang meliputi aspek ketersediaan, distribusi dan stabilitas harga pangan, akses pangan, serta kebijakan pendukungnya. Pembangunan ketahanan pangan yang berbasis pada sumberdaya dan kearifan lokal harus terus digali dan ditingkatkan. Ini telah dan akan terus menerus kita lakukan dengan program aksi Desa Mandiri Pangan, yang sampai saat ini telah mencapai 825 desa miskin di 201 kabupaten/kota di 32 Propinsi. Filosofi yang dikembangkan adalah pemberdayaan masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri.
Evaluasi Kebijakan Tujuh Gema Revitalisasi dalam Pembangunan Pertanian nFN Saptana; Muhammad Iqbal; Ahmad Makky Ar-Rozi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n2.2013.107-127

Abstract

Pertanian untuk pembangunan menjadi isu hangat sepanjang sejarah kehidupan manusia. Dalam tataran impelementasi kebijakan terutama di negara-negara berkembang sering terjadi kebijakan yang salah kelola sehingga pembangunan pertanian tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kementerian Pertanian menetapkan 7 Gema Revitalisasi Pertanian dalam rangka mencapai empat target pembangunan pertanian, yaitu revitalisasi lahan, revitalisasi perbenihan dan perbibitan, revitalisasi sumber daya pertanian, revitalisasi pembiayaan, revitalisasi kelembagaan petani, dan revitalisasi di bidang teknologi dan industri hilir. Kinerja implementasi revitalisasi pertanian meskipun sudah menunjukkan kinerja yang cukup baik terutama dari peningkatan produksi pangan, namun masih menghadapi permasalahan-permasalahan pokok adalah baik teknis, ekonomi, maupun sosial kelembagaan. Kebijakan revitalisasi pertanian memerlukan penyempurnaan, baik dalam aspek teknis, kelembagaan pengelola, pelaku usaha, dukungan pendanaan, dan aspek sosial budaya, serta ekosistem pertanian. Harus ada konsistensi antara yang diformulasikan dalam rumusan kebijakannya dengan implementasinya di lapangan. Kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam politik pangan, semangat nasionalisme, dan kebijakan yang berpihak kepada petani dan produksi dalam negeri hendaknya mewarnai seluruh kebijakan pembangunan pertanian.
The Analytic Network Process of Indonesia's Bioethanol: Future Direction of Competitive Strategy and Policy Gita K. Indahsari; Arief Daryanto; E. Gumbira Said; Rudi Wibowo
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n3.2011.207-217

Abstract

Increased consumption of fossil fuel has been an escalating debate related to its limited deposit and global warming issue. Recently, the oil price tends to rise. Bioethanol has been considered as an alternative substitute for fossil fuel because it is renewable and environmentally friendly. Indonesia plans to develop the bioethanol industry since 2006 but until 2011 it has not been realized yet besides its well planned blue-print and target. This study is aimed to determine factors affecting the competitiveness of the bioethanol industry as well as to select a competitive strategy. Data collection was conducted from April to December 2010 in six cities. Analytic Network Process (ANP) was used as a method in this study. There were four categories, namely problems, alternative of solutions, policies, and strategies. Results from the development of bioethanol competitive industry framework suggested that: (1) sugarcane is considered the most potential resource for bioethanol raw material, (2) government’s lack of coordination is the main problem for developing competitiveness, and (3) a new bioethanol blueprint policy with a through stakeholder strategy to increase competitiveness of the bioethanol industry in Indonesia is needed.
Indonesian Rural Women: the Role in Agricultural Development Delima Hasri Azahari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n1.2008.1-10

Abstract

The women involved their roles and differing positions in society, however usually women are neglected in rural development even they experience equal status in the household decision-making process and are often described as the silent head of the home or “informal” power. Their roles in this societal context cover the spheres of human reproduction and equally important agricultural and household production, self-employment in the informal market sector and as wage laborers. The work of women and men differ yet the population is treated as one undifferentiated unit in some subsequent sections education, health and economic development. It is difficult to believe that women and men would play similar roles in economic development if their work ethic is so different. This reflected that women are not included in development planning. The reason why women excluded in development planning are they not given equivalent access to land, credit or extension services. Women also have potential to contribute to agricultural productivity beside the productivity of domestic activity is another extremely important area which should not be ignored by planners. Gender issues in development are a relatively new area of research of much importance because of its potential impact on shaping the societies of developing countries. Indonesia is in a good position to integrate rural women into development because social values in its cultures such as the Javanese already provide them with relatively egalitarian status. The lack of consideration, however, for women in the development literature reflects a need for development officials to start including them with the goal of development being one that benefit to the whole rural community. There is evidence to indicate that by eliminating barriers to women’s access to productive assets, they can fully participate and be recognized as important partners in the development process.
Analisis Daya Saing Usaha Tani Jagung di Indonesia Achmad Suryana; Adang Agustian
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n2.2014.143-156

Abstract

Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang berperan dalam menunjang ketahanan pangan, kecukupan pasokan pakan ternak, dan bahkan akhir-akhir ini dijadikan sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel). Pentingnya peran jagung dalam sistem pangan nasional tercermin dari kebijakan pemerintah saat ini yang menargetkan pencapaian swasembada jagung dalam tiga tahun atau pada tahun 2017. Untuk merumuskan kebijakan operasional pencapaian swasembada jagung yang akurat diperlukan berbagai informasi, di antaranya mengenai kinerja usahatani dan dayasaing komoditas ini. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat profitabilitas usahatani, dayasaing, dan strategi peningkatan dayasaing usahatani jagung menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Data utama yang digunakan adalah struktur ongkos usahatani 2011/2012 dari Badan Pusat Statistik. Hasil kajian menunjukkan bahwa usahatani jagung di Indonesia menguntungkan, dengan keuntungan finansial sekitar Rp6,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,73; dan secara ekonomi keuntungannya mencapai Rp8,7 juta/ha dengan R/C rasio sebesar 1,90. Usahatani jagung secara nasional juga memiliki dayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien DRCR dan PCR masing-masing sebesar 0,48, dan 0,54. Dengan demikian, usahatani jagung efisien secara ekonomi dan finansial atau memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Informasi ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan operasional bagi peningkatan produksi jagung untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, bahkan untuk ekspor. Untuk mendorong peningkatan produksi jagung, selain kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan dayasaing pada subsistem produksi, kebijakan perlu juga diarahkan untuk memperbaiki efisiensi dan keragaan pada subsistem agrbisnis lainnya.
Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah Bambang Irawan
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n4.2007.358-373

Abstract

Fluktuasi harga sayuran pada umumnya lebih tinggi dibanding buah, padi dan palawija dengan kata lain ketidakseimbangan antara volume pasokan dan kebutuhan konsumen lebih sering terjadi pada sayuran. Marjin pemasaran sayuran juga relatif tinggi. Sebaliknya harga yang diterima petani dan transmisi harga dari daerah konsumen ke daerah produsen rendah. Kondisi tersebut tidak kondusif bagi upaya pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing agribisnis sayuran yang dicirikan oleh kemampuan merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien. Dalam kaitan tersebut maka diperlukan beberapa upaya yaitu : (a) mengembangkan sinkronisasi produksi sayuran secara lintas daerah produsen, (b) mengembangkan daerah sentra produksi sayuran yang lebih tersebar secara regional, (c) mengembangkan teknologi penyimpanan yang sederhana dan efisien serta memfasilitasi petani untuk menerapkan teknologi tersebut, dan (d) memfasilitasi petani untuk lebih akses ke lembaga modal.
Perdagangan Bebas Wilayah ASEAN-China: Implikasinya terhadap Perdagangan dan Investasi Pertanian Indonesia Budiman Hutabarat
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n1.2011.19-31

Abstract

Sebuah babak baru pola perdagangan Indonesia dan China telah terjadi dengan kesepakatan perdagangan bebas/KPB ASEAN-China yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2010 tahun ini, setelah penandatanganan kerangka awalnya pada 4 November 2002 dan ratifikasi pemerintah melalui KEPPRES No. 48 pada 16 Juni 2004. Kesepakatan perdagangan bebas ASEAN dan ASEAN-China ini tentu saja memberikan tantangan dan peluang bagi berbagai komoditas pertanian yang diproduksi di dalam negeri, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk konsumsi di dalam negeri. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan perdagangan bebas ini dan dampaknya terhadap pengembangan komoditas utama pertanian nasional. Makalah menyimpulkan antara lain bahwa pemberlakuan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China mulai tahun 2010 akan merangsang ekspor komoditas pertanian Indonesia terpusat pada produk pertanian yang sangat primer atau setengah jadi, sedangkan impor produk pertanian Indonesia akan memusat pada komoditas-komoditas pangan, sayur dan buah, kecuali daging. Untuk membangun industri pengolahan pertanian di dalam negeri, kebijakan yang seimbang antara penerapan pungutan ekspor dan insentif bagi produsen primer pertanian sangat diperlukan.
Pengembangan Ekonomi Tembakau Nasional: Kebijakan Negara Maju dan Pembelajaran Bagi Indonesia Muchjidin Rachmat
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n1.2010.67-83

Abstract

Industri tembakau Indonesiadihadapkan kepada situasi dilematik dan kontroversi perannya dalam perekonomian nasional dan dampak negatif yang ditimbulkannya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Makalah ini  membahas tentang  kontroversi  dan dilema industri tembakau serta alternatif solusinya. Sumbangan utama industri tembakau dalam perekonomian nasional adalah sebagai sumber penerimaan cukai, sedangkan perannya dalam penyerapan tenaga kerja dan devisa  relatif kecil. Penerima manfaat terbesar dari industri tembakau adalah industri rokok skala besar dan perusahaan rokok multinasional, sementara masyarakat Indonesia menerima pengaruh negatip rokok  berupa penurunan derajat kesehatan dan biaya kesehatan yang besar. Tanpa adanya kebijakan yang tegas, Indonesia akan menjadi pasar potensial bagi industri rokok skala besar nasional dan multinasional. Kebijakan yang tegas pemerintah diperlukan untuk meminimalkan dampak negatip rokok. Sejalan dengan itu Indonesia harus menandatangai dan meratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control–FCTC.) sebagai payung hukum pengendalian tembakau. Di samping itu pemerintah harus melindungi masyarakat terhadap dampak negatip rokok melalui penerapan  kebijakan  harga rokok, penetapan pajak/cukai rokok, pengendalian iklan rokok, kegiatan promosi dan sponsor oleh perusahaan rokok serta penetapan daerah/ kawasan besas dari asap rokok. Dengan semakin meningkatnya gerakan kesehatan dan anti rokok di dunia, maka dalam jangka panjang industri rokok dunia diprediksi akan mengalami penurunan. Kondisi ini perlu diantisipasi dan menjadi acuan dalam penetapan kebijakan tembakau di Indonesia. Sejak awal perlu antisipasi dalam bentuk upaya substitusi secara bertahap dari industri rokok dan tanaman tembakau ke  industri dan  tanaman lain yang lebih bermanfaat.
Reformasi Industri Perunggasan menuju Ketahanan Pangan (Protein Hewani) bagi Masyarakat Miskin di Jawa Timur Paridjata Westra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n3.2009.223-230

Abstract

Jumlah masyarakat miskin di Jawa Timur mencapai 7,138 juta orang (18,93% dari populasi Jawa Timur) dan mereka umumnya tinggal di desa-desa.  Rata-rata konsumsi protein orangIndonesiahanya 81,9 gr per hari dan nilai ini jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh WNPG sebanyak 150 gr per hari. Pemenuhan kebutuhan protein hewani bersifat mutlak untuk menjamin  pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia yang lebih baik. Data menunjukkan industri perunggasan diIndonesia, meliputi pengembangbiakan dan pengolahan pakan ternak dikuasai oleh beberapa perusahaan besar saja  yang sekaligus mengendalikan produksi dan pemasaran di dalam negeri. Di sisi lain kebutuhan bahanbakukhususnya jagung dan kedelai untuk kebutuhan industri perunggasan  masih diimpor, sementara produksi  biji-bjian di dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Data populasi dan produksi perunggasan di Jawa Timur tahun 2007 adalah tertinggi dibanding provinsi lainnya. Undang-undang Keamanan Pangan (UU No. 7/1996), tidak menjamin setiap orang memiliki akses terhadap pangan atau nutrisi yang cukup baik kuantitas maupun kualitas dan secara kultural patut, tetapi hanya mempromosikan keamanan pangan saja. Dengan demikian, konsep kedaulatan pangan menjadi lebih penting, sebagai konsep yang menjamin adanya keamanan pangan. Industri perunggasan harus di reformasi dengan program baru, berbasis regulasi pemerintah dan hak azasi manusia tentang pangan sebagai amanat konstitusi yang dapat menjamin perkembangan sektor primer di desa. Dengan demikian setiap orang termasuk keluarga miskin di perdesaan bebas dari kelaparan dan memperoleh kecukupan protein hewani. 
Kebijakan Harga Output dan Input untuk Meningkatkan Produksi Jagung Adang Agustian; Sri Hartoyo; Kuntjoro Kuntjoro; Made Oka Adnyana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.58-74

Abstract

Permintaan jagung terus meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, yaitu bahan baku industri pakan ternak, industri makanan dan konsumsi langsung. Seiring meningkatnya kebutuhan dan pentingnya peranan jagung, maka dukungan kebijakan terkait output dan input memiliki urgensi penting dalam rangka peningkatan produksi jagung nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan harga output dan input terhadap penawaran output dan permintaan input jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) selama kurun waktu 1985-2009, harga jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat cenderung meningkat, dan seiring dengan hal itu harga input usahatani jagung : benih, pupuk dan tenaga kerja juga meningkat, (2) penawaran jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat elastis terhadap perubahan harga sendiri, sedangkan terhadap perubahan harga benih, harga urea, harga TSP dan upah tenaga kerja adalah inelastis, (3) peningkatan harga pupuk tidak berpengaruh terhadap penawaran jagung, sedangkan peningkatan harga benih berpengaruh negatif terhadap penawaran jagung, dan (4) jika terjadi kombinasi kebijakan peningkatan harga jagung, harga pupuk dan harga benih maka penawaran jagung meningkat di kedua provinsi. Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah bahwa upaya untuk meningkatkan penawaran jagung dapat dilakukan dengan meningkatkan harga jagung.

Page 8 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue