cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Sistem Resi Gudang dalam Perspektif Kelembagaan Pengelola dan Pengguna di Kabupaten Subang: Studi Kasus KSU Annisa Iwan Setiajie Anugrah; nFN Erwidodo; Erma Suryani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.55-73

Abstract

EnglishA drop in agricultural commodity prices at harvest season and difficulty of obtaining farm financing are problems often faced by farmers . Warehouse Receipt System (WRS) is expected to be one among other government efforts to facilitate farmers to cope with these problems. WRS is a delay selling strategy by farmers in a way to temporarily storage their products in the warehouse and sell them at the right time to get the possi ble highest price . Warehouse Receipt ( WR) may be used by farmers as collateral to get loan from designated b ank and other financial institution. In general, the implementation of the WRS has been slow and has not been widely used by farmers and other WRS target participants. This paper aims to analyze policy in the implementation of WRS with regard to institutional perspectives of service supplier and users in Subang Regency and to formulate policy options for future performance improvement. Some findings indicate that small land size, the immediate need of cash during harvest season and famers’ limited ability to meet quality standards are regarded as constraining factors for farmers to utilize WRS. Lacks of understanding of the concept , benefits, and impl ementation procedures of WRS remain fundamental problems. These occur at the farm level and in related agencies including local government officials. Dissemination and advocacy of WRS to farmers, farmer groups and all stakeholders need to be undertaken in a wider scale . An active role of local government is urgently needed to accelerate the dissemination of SRG. IndonesiaMerosotnya harga komoditas pertanian saat musim panen dan kesulitan memperoleh pembiayaan usaha tani merupakan fenomena yang seringkali dihadapi oleh para petani. Sistem Resi Gudang (SRG) diharapkan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memfasilitasi petani dan peserta skim SRG lainnya dalam menghadapi permasalahan tersebut. SRG merupakan strategi tunda jual yang dilakukan petani dengan cara menyimpan hasil panennya di gudang pengelola SRG dan menjualnya pada saat yang tepat untuk memperoleh harga yang tertinggi. Resi Gudang (RG) dapat dipergunakan oleh para petani sebagai jaminan untuk memperoleh kredit perbankan atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk. Secara umum pelaksanaan SRG masih berjalan lambat dan belum banyak dimanfaatkan oleh para petani dan sasaran peserta skim SRG lainnya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan penyelenggaraan SRG dalam perspektif kelembagaan pengelola dan pengguna di Kabupaten Subang dan merumuskan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kinerja SRG. Terbatasnya luas lahan garapan, kebutuhan untuk memperoleh uang tunai serta persyaratan kualitas dan volume minimal produk yang ditetapkan pengelola SRG, merupakan pembatas tingkat partisipasi petani dalam memanfaatkan SRG. Keterbatasan pemahaman tentang konsep dan manfaat SRG maupun tata cara pelaksanaannya menjadi permasalahan mendasar, tidak hanya di tingkat petani sebagai sasaran, tetapi juga terjadi pada para petugas pelaksana instansi terkait, termasuk aparat Pemda setempat. Oleh karenanya, sosialisasi dan advokasi tentang SRG kepada petani, kelompok tani, dan semua pemangku kepentingan perlu ditingkatkan dan diperluas. Peran aktif Pemda setempat sangat dibutuhkan untuk mempercepat penyebarluasan SRG.
Implementasi Prima Tani dan Implikasi Keberlanjutannya: Fokus Prima Tani di Sulawesi Tenggara Bambang Dradjat; Amiruddin Syam; Didik Harnowo
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n4.2009.297-318

Abstract

Prima Tani merupakan program Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk menginisiasi dan mempercepat diseminasi inovasi teknologi. Prima Tani didisain menggunakan pendekatan komprehensif, yaitu agroekosistem, wilayah, agribisnis, kelembagaan dan kesejahteraan. Prima Tani diharapkan dapat memecahkan masalah penyampaian dan penerima inovasi teknologi dan kelembagaan yang dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang konsep dan implementasi Prima Tani di Indonesia dengan fokus di Sulawesi Tenggara. Beberapa kinerja dan faktor yang mempengaruhi adopsi dan difusi inovasi teknologi dan kelembagaan juga dibahas.
Implementasi Kebijakan untuk Mengoptimalkan Peran Penyuluh Pertanian Swasta di Indonesia nFN Syahyuti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n1.2014.19-34

Abstract

Penyuluhan pertanian oleh pelaku swasta mulai marak di dunia sekitar tahun 1980-an ketika pemerintah mulai mengurangi anggaran untuk kegiatan penyuluhan. Di Indonesia, keberadaaan penyuluh swasta secara resmi tercantum dalam UU No. 16 tahun 2006 yang sudah menganut paradigma partisipatif, di mana pelaku swasta diharapkan dapat memenuhi kekurangan tenaga penyuluh yang semakin sulit dipenuhi. Namun demikian, sampai saat ini, sudah hampir 10 tahun semenjak peraturan ini dikeluarkan, mobilisasi penyuluh swasta belum dijalankan. Tulisan ini merupakan review berbagai pemikiran dan hasil penelitian di berbagai negara di mana penyuluhan oleh swasta telah dipraktekkan. Kondisi dan keterbatasan pemerintah, serta tekanan komersialisasi hasil pertanian ditambah dengan pola komunikasi yang semakin berkembang, menyebabkan kehadiran penyuluh swasta merupakan satu keniscayaan. Namun demikian, untuk mengoptimalkan peran penyuluh swasta, pemerintah perlu segera mengimplementasikan kebijakan yang telah diambil serta menyusun pengaturan sistem penyuluhan baru yang lebih jelas di lapangan untuk mengoptimalkan peran penyuluh pertanian swasta.
Revitalizing Institutions to Enhance Climate Forecast Application in East Nusa Tenggara Province, Indonesia Sahat M. Pasaribu
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n3.2007.239-253

Abstract

Climate prediction is important in the overall development.NTTProvinceis considered as the area to which climate data and information are very critical. This region needs to optimize its programs to enhance climate forecast application for better regional development. The available climate information is not adequately used for early warning information for agricultural planning and development. The climate equipment and tools are owned and maintained by several institutions with the data used for their own purposes. This paper suggests that the quality of climate information is necessary to improve, so are the climate equipment and tools. The establishment of Climate Forum is required to revitalize related institutions dealing with climate information and to integrate various related resources for development.
Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi: Kinerja dan Antisipasi Kebijakan Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan Tjetjep Nurasa; Herman Supriyadi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n4.2012.313-329

Abstract

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi merupakan metoda alih teknologi kepada petani sebagai pembelajaran PTT guna mendukung program nasional peningkatan produksi dan swasembada beras di Indonesia. Konsepsi dan implementasi SL-PTT yang cenderung bersifat sentralistik menghambat penciptaan dan penerapan SL-PTT spesifik lokasi. Secara umum SL-PTT padi, yang telah di kembangkan hampir di seluruh provinsi di Indonesia belum memberikan hasil yang optimal baik dari aspek produktivitas dan adopsinya. Hal ini disebabkan adanya permasalahan inheren baik pada tataran konsepsi, implementasi program, dukungan kegiatan dan pendanaan. Disamping itu teknologi yang diterapkan pada SL-PTT masih konvensional belum merupakan inovasi yang betul-betul dapat mengungkit peningkatan produksi. Peningkatan produktivitas antara LL, SL dan non SL-PTT tidak jauh berbeda, yang menunjukkan bahwa sistem subsidi, pendampingan dan adopsi teknologi belum efektif. Upaya untuk meningkatkan produksi beras nasional melalui SL-PTT ke depan adalah dengan program aksi yang langsung berdampak nyata seperti intensifikasi padi dengan teknologi terobosan (penggunaan VUB dan padi hibrida serta tehnik tanam sebar langsung), ekstensifikasi padi di luar Jawa, rekayasa sosial dan kelembagaan petani, serta dukungan kebijakan pemerintah. Dalam prakteknya pemerintah harus bisa menjamin kelancaran akses modal, ketersediaan dan distribusi benih dan pupuk secara tepat untuk kebutuhan petani.
Penguatan Kelompok Tani: Langkah Awal Peningkatan Kesejahteraan Petani nFN Hermanto; Dewa K.S. Swastika
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n4.2011.371-390

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah operasional yang diperlukan untuk penguatan kelompok tani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Kendati lembaga kelompok tani telah demikian banyak dibentuk, namun cukup sulit saat ini untuk menemukan kelompok tani yang aktif, di mana anggotanya memanfaatkan lembaga tersebut untuk meningkatkan kinerja usahatani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Padahal kelompok tani memiliki peran dan fungsi yang penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian. Penguatan kelembagaan perlu dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain; (1) mendorong dan membimbing petani agar mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok, (2) menumbuh-kembangkan kelompok tani melalui peningkatan fasilitasi bantuan dan akses permodalan, peningkatan posisi tawar, peningkatan fasilitasi dan pembinaan kepada organisasi kelompok, dan peningkatan efisiensi dan efektivitas usahatani, serta (3) meningkatkan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan pendampingan, dan latihan yang dirancang secara khusus bagi pengurus dan anggota. Secara teknis upaya penguatan kelompok tani ini dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Meskipun demikian pendampingan pembinaan kelompok tani juga dapat dilakukan oleh LSM, dan organisasi lainnya yang dipandang mampu untuk dilibatkan dalam penguatan kelompok tani.
Kebijakan Subsidi Pupuk: Tinjauan terhadap Aspek Teknis, Manajemen, dan Regulasi Benny Rachman
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n2.2009.131-146

Abstract

Dalam upaya meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan sistem distribusi pupuk bersubsidi perlu perbaikan kebijakan yang meliputi aspek teknis, manajemen dan regulasi. Aspek Teknis : (a) meningkatkan intensitas sosialisasi sistem pemupukan berimbang spesifik lokasi dan pemanfaatan pupuk organik, (b) mempercepat pengembangan pupuk organik. Aspek Manajemen : (a) sosialisasi sistem penyaluran  pupuk bersubsidi secara tertutup kepada stakeholder termasuk aparat pemerintah, tokoh masyarakat dan petani, (b) koordinasi lintas sektor untuk menjamin efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi dan implementasi pemupukan, dan (c) reposisi kios penyalur pupuk di Lini IV dengan meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pengaturan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Aspek Regulasi : (a) RDKK hendaknya dipakai sebagai ‘simpul’ yang menghubungkan antara Permendag No. 21/M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan  No. 42/Permentan /OT.140/09/2008, dan (b) perencanaan alokasi kebutuhan pupuk yang  didasarkan atas RDKK perlu diikuti oleh penyaluran berdasarkan RDKK. 
Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian di Papua Barat Herman Supriadi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.352-377

Abstract

Percepatan pembangunan pertanian provinsi Papua Barat mutlak dilakukan atas dasar Inpres nomor 05/2007, dan mengingat provinsi ini termasuk yang termiskin diIndonesia. Kemiskinan terutama di sektor pertanian yang disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur, belum berkembangnya kelembagaan pertanian, terbatasnya jumlah dan kualitas sumber daya manusia, rendahnya investasi, belum berkembangnya agroindustri, dan sistem pemasaran yag belum efektif. Analisis SWOT menunjukkan bahwa Papua Barat mempunyai potensi dan peluang  keberhasilan pembangunan pertanian, disamping banyaknya kelemahan dan ancaman. Potensi lahan untuk pertanian seluas 2,7 juta ha, baru dimanfaatkan sekitar 33 persen. Kelemahan yang paling mendasar di Papua Barat adalah terbatasnya jumlah dan kualitas sumber daya manusia pertanian disamping infrastruktur yang belum menunjang. Peluang untuk membangun kemitraan dengan investor dan meningkatkan ekspor merupakan titik terang mempercepat pembangunan pertanian Papua Barat. Ancaman berat yang harus diatasi adalah menghadapi persaingan pasar bebas dan globalisasi, dimana SDM, adat istiadat dan sistem birokrasi yang ada belum siap bersaing bebas. Strategi kebijakan yang disarankan dalam hal ini adalah: 1) Peningkatan produksi komoditas perkebunan dan pemanfaatan hasil hutan untuk  meningkatkan peluang ekspor melalui program kemitraan, 2). Memperbaiki sistem penyuluhan, infrastruktur pertanian dan kebijakan impor-ekspor, 3). Optimalisasi dan konservasi penggunaan lahan, dan hasil hutan, 4). Mengatasi kekurangan jumlah dan kualitas SDM pertanian dengan progam transmigrasi topikal dan mengembangkan investasi. 
Masa Depan Pertanian Perdesaan di Bali dalam Perspektif Perencanaan Pembangunan Daerah Tri Pranadji; Rita Nur Suhaeti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n3.2012.225-238

Abstract

Tulisan ini menjelaskan bahwa sektor pertanian tradisional di Bali berada pada simpang jalan; di satu sisi masih dianggap sebagai bagian esensial tubuh kehidupan masyarakat Bali, namun di sisi lain ada indikasi dinilai (oleh perancang kebijakan pembangunan) tidak responsif terhadap investasi yang bersumber dari anggaran pembangunan daerah (APBD). Hingga saat ini sebagian besar kemajuan pertanian di Bali lebih banyak disebabkan oleh peran pelaku usaha setempat, dan sedikit sekali dilatar-belakangi oleh keberpihakkan penganggaran pemerintah daerah yang bersumber dari APBD. Dengan visi pemikiran progresif, pertanian tradisional di Bali masih dapat dijadikan tulang punggung peningkatan daya saing dan stabilitas tatanan ekonomi masyarakat Bali secara inklusif. Berkaitan dengan hal itu, strategi perencanaan pembangunan daerah di Bali perlu difokuskan pada percepatan transformasi ke arah industrialisasi pertanian di perdesaan, dengan mengakomodasi kekuatan sektor pariwisata. Slogan keberpihakkan (kebijakan) politik untuk kemajuan pertanian di perdesaan perlu ditransmisikan dalam bentuk penetapan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk kemajuan (industrialisasi pertanian) dalam perspektif jangka panjang (15-20 tahun) dan menengah (5-10 tahun). Perencanaan pembangunan daerah di Bali harus dilandaskan pada pembahasan ulang secara intensif yang melibatkan berbagai kalangan yang memiliki integritas, kompetensi dan visi kemajuan pertanian industrial di perdesaan yang lebih meyakinkan.
Merauke Integrated Rice Estate (Mire): Kebangkitan Ketahanan dan Kemandirian Pangan dari Ufuk Timur Indonesia Made Oka A. Manikmas
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n4.2010.323-338

Abstract

Swasembada beras dan ketahanan pangan akan makin sulit untuk dicapai bila kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan hanya terkonsentrasi pada wilayah Jawa dan Sumatera. Daya dukung lahan di kedua wilayah ini untuk memproduksi cukup pangan telah mencapai titik jenuh. Di sisi lain, konversi lahan makin sulit dibendung karena kebutuhan lahan untuk pengembangan sektor non-pertanian terus meningkat. Hal ini terjadi sebagai dampak dari kebijakan pemerintah untuk memacu pertumbuhan yang tinggi dari sektor tersebut. Sektor lainnya dapat menunggu tetapi tidak sektor pertanian. Oleh karena itu, sudah saatnya menoleh ke timur lebih sungguh-sungguh. Papua ibarat gajah yang sedang tidur yang perlu segera dibangunkan sebagai salah satu lumbung pangan. Papua Bagian Selatan khususnya Merauke dinilai paling sesuai untuk produksi tanaman pangan termasuk tanaman semusin lainnya. Lebih dari 2,5 juta ha lahan potensial tersedia untuk pertanian dan sekitar 1,9 juta ha lahan basah yang sesuai untuk produksi tanaman pangan termasuk tanaman semusim lainnya yang diintegrasikan dengan komoditas lainnya dalam Merauke Integrated Rice estate (MIRE). Pada tahun 1939, Pemerintah Kerajaan Belanda telah mengembangkan program produksi pangan yang diberi nama Kumbe Rice Estate termasuk distrik Kimmam sebagai pengembangan ternak sapi di wilayah ini. Ke depan, “Ketahanan Pangan Bangkit dari Ufuk Timur NKRI”, tepatnya dari Merauke. Namun, diperlukan komitmen politik yang kuat dan dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat untuk mengembangkan Merauke sebagai sentra produksi tanaman pangan di Kawasan Timur Indonesia. Cukup mengejutkan Pemerintah Daerah setempat telah mendeklarasikan Merauke akan menjadi lumbung pangan dan produsen utama bio-energi, serta wilayah agropolitan dan agrotourisme di Indonesia. 

Page 7 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue