cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Analisis Kebijakan Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Arjuna Subject : -
Articles 269 Documents
Usulan HET Pupuk Berdasarkan Tingkat Efektivitas Kebijakan Harga Pembelian Gabah Ketut Kariyasa
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n1.2007.72-85

Abstract

Kebijakan menaikkan HET pupuk memang tidak populis. Namun dalam konteks makro, kebijakan ini justru mampu memperbaiki kinerja produksi beras saat ini, asal pemerintah menjamin HPP gabah aman sampai di petani. Paling tidak ada empat manfaat jika HET pupuk Urea dinaikan: (1) Menghindari penggunaan pupuk urea berlebih, (2) Produksi dan rendemen gabah ke beras meningkat, (3) Subsidi pupuk menjadi berkurang, dan (4) Petani akan mulai beralih ke pupuk organik.  Hasil simulasi menunjukkan bahwa HET pupuk urea yang ditetapkan pemerintah sekarang sebesar Rp 1200/kg sangat relevan dengan realita di lapangan, dimana harga gabah yang diterima petani hanya sekitar Rp 1500/kg atau 86,7% dari HPP yang ditetapkan pemerintah. Tanpa mengurangi keuntungan petani, jika efektivitas kebijakan HPP gabah bisa mencapai 100%, maka pemerintah sebenarnya masih relevan menaikkan HET pupuk urea menjadi Rp 1500/kg.
Gerakan Kemandirian Pangan Melalui Program Desa Mandiri Pangan: Analisis Kinerja dan Kendala Valeriana Darwis
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n2.2012.159-179

Abstract

Program Desa Mandiri Pangan (Demapan) dilaksanakan tahun 2006 dan sampaisekarang masih berlanjut. Program dirancang dalam kurun waktu 4 tahun (tahap) dengan tujuan akhir mengurangi rawan pangan di perdesaan (mandiri). Sudah 158 desa masuk tahap kemandirian dan diharapkan desa yang sudah mandiri bisa membina 3 desa lainnya dalam program Gerakan Kemandirian Pangan. Tetapi dalam pelaksanaannya program ini tidak berhasil menjadikan seluruh desa mandiri menjadi desa inti, hal ini disebabkan kelembagaan Demapannya tidak aktif. Sementara kelembagaan tersebut akan menjadi narasumber dan tempat magang desa yang akan dibina (replikasi). Kelembagaan tersebut adalah Kelompok Afinitas (KA), Lembaga Keuangan Desa (LKD) dan Tim Pangan Desa (TPD). Bagi desa yang sudah tidak aktif kelembagaannya, maka program tidak perlu dilanjutkan. Sebaliknya bagi desa yang kelembagaannya kurang aktif, maka diperlukan kegiatan pemberdayaan kelembagaan. Selain itu diperlukan dana dari pemerintah untuk pengurus dalam menggerakkan lembaga TPD dan LKD. Dana itu diinisiasi dahulu dari Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian yang dimasukkan dalam dana kegiatan Gerakan Kemandirian Pangan. Tahun berikutnya dana tersebut diharapkan dari dana APBD Tk I dan APBD Tk II. Selanjutnya untuk mensukseskan kegiatan Demapan maka peranan BKP Provinsi perlu ditingkatkan lagi agar masalah kabupaten tidak melakukan monev kegiatan dengan baik dan seringnya pergantian SDM di tingkat kabupaten bisa diatasi.
Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia Ashari Ashari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n1.2009.21-42

Abstract

Lemahnya permodalan masih menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha pertanian. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, selama lebih dari empat dekade, pemerintah telah meluncurkan beberapa kredit program/bantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian  melalui  beberapa bentuk skim seperti  dana bergulir, penguatan modal, subsidi bunga, maupun yang mengarah komersial. Seiring dengan terbatasnya kemampuan finansial pemerintah dalam mendanai kredit pertanian, perlu dilakukan upaya optimalisasi kebijakan kredit program agar memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan pertanian. Tulisan ini bertujuan menelaah pengalaman kredit program/bantuan modal pemerintah untuk sektor pertanian yang telah dilaksanakan selama ini. Dari pengalaman tersebut, diharapkan dapat dipetik sebuah pembelajaran (lesson learned) bagi penyempurnaan kebijakan kredit program ke depan. Dari hasil telaahan dalam studi ini dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi kredit program harus memperhatikan: (1) tahapan-tahapan usaha dan pengalaman berusaha agar tepat sasaran (2) koordinasi yang baik untuk menghindari tumpang tindih overlapping antar program yang justru kontraproduktif, dan (3) kejelasan tujuan yang ingin dicapai dari implementasi kredit program. Opsi kebijakan lain yang dipilih adalah dengan melibatkan LKM yang dipandang sehat dan berlokasi di sekitar desa sasaran. LKM yang ditunjuk diberi kewenangan untuk menyalurkan dana ke masyarakat. Keuntungan dari pola semacam ini adalah (1) biaya relatif murah, (2) dana program akan tetap utuh bahkan bisa berkembang, serta (3) mendidik masyarakat untuk lebih mengenal dan akses ke lembaga keuangan.
Perubahan Perdagangan Pangan Global dan Putaran Doha WTO: Implikasi Buat Indonesia M. Husein Sawit
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n3.2008.199-221

Abstract

Produksi dan perdagangan pangan semakin terkonsentrasi, peran MNCs kian bertambah kuat dan berpengaruh. Perlindungan buat petani sempit dan NB (negara berkembang) yang seharusnya diatur secara efektif  di WTO, ternyata menuai kegagalan demi kegagalan. Itu telah berpengaruh buruk terhadap petani sempit, industri pengolahan pangan, ketahanan pangan serta usaha pengentasan kemiskinan di NB. NM (negara maju) belum ikhlas memangkas subsidi pertanian dengan signifikan. Mereka lebih banyak meminta dan menuntut dari NB, namun terlalu kikir untuk memberi dan berbuat agar perdagangan menjadi fair. Sekarang muncul pula revolusi supermarket global yang merambah, tidak saja dikotaJakarta, tetapi kota-kota lain di luar Jawa. Itu telah berdampak positif maupun negatif terhadap konsumen, petani, pengecer tradisional, pengolah pangan serta manufaktur pangan. Kita belum melakukan studi yang komprehensif tentang dampak dari itu. Tujuan makalah ini adalah untuk menganalisis situasi dan perubahan perdagangan pangan di tingkat global, dan peran MNCs dalam agribisnis pangan yang kini merasuk juga keIndonesia.  Dengan pemahaman itu, selayaknyaIndonesia dapat menyusun  langkah serta strategi  Jangka Menengah/Panjang, sehingga kita dapat memenangkan pertarungan, terutama di dalam negeri sendiri, bukan menjadi mangsa MNCs global.
Luas Lahan Usaha Tani dan Kesejateraan Petani: Eksistensi Petani Gurem dan Urgensi Kebijakan Reforma Agraria Sri Hery Susilowati; Mohammad Maulana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.17-30

Abstract

Salah satu pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sehingga keluar dari perangkap kemiskinan adalah peningkatan akses penguasaan lahan oleh petani. Terkait dengan itu, implementasi program reforma agraria merupakan hal yang sangat penting. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan ukuran lahan usahatani minimal dan titik impas usahatani per rumah tangga tani dan saran kebijakan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani. Jumlah petani yang menguasai lahan <0,5 ha meningkat dari 45,3 persen pada tahun 1993 menjadi 56,4 persen pada tahun 2003, sementara rata-rata luas penguasaan lahan sawah, terutama di Jawa, menurun dari 0,49 ha pada tahun 1995 menjadi 0,36 ha tahun 2007. Luas lahan usahatani yang diperlukan untuk mencapai BEP usahatani padi, jagung dan kedele berturut-turut sebesar 0,51, 0,41 dan 0,46 hektar. Luasan lahan yang dibutuhkan per rumah tangga tani padi, jagung dan kedele untuk memperoleh pendapatan setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan BPS minimal seluas 0,65, 1,12 dan 0,74 ha. Kemudian dengan asumsi luas penguasaan lahan seperti saat penelitian Patanas 2010, maka tingkat harga aktual padi, jagung dan kedele yang harus dicapai agar pendapatan petani berada di atas Garis Batas Kemiskinan harus ditingkatkan 36-207 persen. Berdasarkan kondisi penguasaan lahan saat ini kebijakan reforma agraria untuk meningkatkan lahan petani perlu diimplementasikan secara nyata untuk mensejahterakan rumah tangga petani kecil.
Koordinasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian di Tingkat Provinsi: Antisipasi Perbaikan inerja Komisi Teknologi Pertanian Julian Witjaksono
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n3.2011.275-287

Abstract

Komisi teknologi pertanian pada hakekatnya dibentuk untuk menjamin peran pemangku kepentingan utama di daerah dalam menentukan prioritas kebutuhan penelitian dan pengembangan dan mendiskusikan hasil pengkajian teknologi pertanian. Keberadaan komisi teknologi sejalan dengan mandat BPTP untuk menghasilkan rekomendasi teknologi spesifik lokasi yang cocok untuk didiseminasikan secara luas. Selain itu, komisi teknologi dapat berperan aktif sehingga kegiatan BPTP dapat lebih sinkron dengan program dan prioritas daerah. Berbagai persoalan masih terus dihadapi sehubungan dengan pelaksanaan temu komisi, seperti keanggotaan, persepsi dan pemahaman mengenai mandat dan tanggung jawab komisi, sumber pendanaan, koordinasi dengan instansi akibat implementasi dari otonomi daerah, waktu pelaksanaan pertemuan dan restrukturisasi lembaga –lembaga pemerintahan di daerah. Tindakan yang antisipatif sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja komisi teknologi pertanian dan dalam memperbaiki koordinasi penelitian dan pengkajian teknologi pertanian dalam mendukung efektivitas dan efisiensi pembangunan pertanian.
Peluang dan Ancaman Perdagangan Produk Pertanian dan Kebijakan untuk Mengatasinya: Studi Kasus Indonesia dengan Ausralian dan Selandia Baru Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n3.2010.221-240

Abstract

Australia dan Selandia Baru meminta pembebasan bea masuk untuk produk–produk peternakan yang menjadi unggulan mereka seperti daging dan susu dalam kerangka kesepakatan perdagangan bebas bilateral Indonesia dengan Australia dan Selandia Baru. Sedangkan, Indonesia meminta Australia dan Selandia Baru untuk membuka pasar Tekstil dan Produk Tekstilnya (TPT). Persoalan adalah keinginan pihak Australia dan Selandia Baru memasukkan produk–produk peternakan ke Indonesia di satu pihak dan keinginan Indonesia mamasok produk TPT ke Australia dan Selandia Baru berpotensi memperlemah upaya pemerintah untuk merevitalisasi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Produk pertanian Indonesia yang potensial dan berdaya saing di Australia dan Selandia Baru sebagian merupakan produk primer dari kopi, kelapa sawit, kakao, dan karet. Keempatnya menghadapi pesaing yang sama, yaitu Malaysia dan Thailand. Meskipun impor Indonesia dari Australia dan Selandia Baru kecil, Indonesia akan menghadapi ancaman ketergantungan bahan pangan dan kerentanan bagi ekonomi peternak domestik. Rencana pembebasan bea masuk impor daging, susu, dan produk susu dari Australia dan Selandia Baru dapat berdampak buruk bagi perekonomian petani tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di dalam negeri. Apabila Indonesia membuka pasar untuk produk pertanian dari Australia, akan ada jutaan petani yang dikorbankan dengan membanjirnya produk pertanian impor tersebut. Petani lokal harus disiapkan terlebih dulu dengan program yang mendukung serta kepastian pasar agar dapat bersaing di pasar domestik. 
Proses Diseminasi Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi : Suatu Pembelajaran dan Perspektif Ke Depan Erizal Jamal; Maesti Mardiharini; Muhrizal Sarwani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n3.2008.272-285

Abstract

Berbagai upaya telah dilakukan Badan Litbang Pertanian untuk mempercepat penyampaian hasil-hasil penelitian dan pengkajian kepada pengguna akhir di berbagai tingkatan. Keberadaan BPTP, pada galibnya dimaksudkan sebagai salah satu upaya memperpendek rantai penyampaian informasi inovasi pertanian pada para pengguna di daerah, dengan melakukan kajian-kajian spesifik lokasi terhadap berbagai inovasi pertanian termasuk PTT Padi. Namun harus diakui arus informasi tentang inovasi pertanian, apalagi umpan balik dari pengguna akhir masih belum seperti yang diharapkan. Banyak hal yang menyebabkan masalah ini, dan itu terkait dengan persoalan kelembagaan, sistem insentif dan kesiapan SDM pada berbagai level. Makin besarnya tuntutan terhadap akuntabilitas lembaga penelitian dan pengkajian, pada sisi lain perkembangan media diseminasi juga demikian pesatnya mengharuskan dilakukannya beberapa perubahan radikal dalam kelembagaan dan sistem insentif pada kegiatan diseminasi di berbagai level. Hal ini menuntut ketersedian SDM yang profesional dengan penjenjangan pelatihan yang terstruktur dengan baik.
Kebijakan Antisipatif Pengembangan Mekanisasi Pertanian nFN Handaka; Abi Prabowo
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n1.2013.27-44

Abstract

Pertumbuhan dan perkembangan mekanisasi pertanian diulas secara komprehensif sebagai bahan untuk melakukan analisis kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia. Isu utama yang dibahas adalah fenomena pertumbuhan, praktek bantuan alsintan, dan masukan bagi kebijakan antisipatif pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia. Pertumbuhan mekanisasi pertanian memiliki korelasi timbal balik dan signifikan terhadap kemajuan intensifikasi usahatani, atau perbaikan mutu intensifikasi. Selama kurun waktu lebih dari dua dasa warsa (1990-2010), banyak pembelajaran kualitatif perkembangan mekanisasi pertanian yang bermanfaat, yaitu: (a) kekayaan sumberdaya; (b) keragaman teknologi, (c) keberadaan kelembagaan; dan (d) pranata sosial budaya, yang keempatnya memperkaya proses pertumbuhan mekanisasi pertanian. Fakta kuantitatif yang juga penting adalah pemilahan wilayah pengembangan mekanisasi menjadi empat kuadran, yang masing-masing mencirikan kontribusi tenaga per satuan luas (hp/ha), produktivitas dan nilai IP pertanaman padi. Pembelajaran kualitatif dan pemilahan wilayah mekanisasi pertanian dapat dijadikan dasar bagi pengambil kebijakan untuk melakukan revitalisasi bantuan alat dan mesin pertanian serta memberikan pendampingan pasca bantuan, sehingga dapat mempercepat proses adopsi alat dan mesin pertanian.
Kaji Ulang Konsep Neraca Gula Nasional: Konsep Badan Ketahanan Pangan vs Dewan Gula Indonesia nFN Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.109-124

Abstract

Gula merupakan salah satu komoditas pangan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebijakan pergulaan tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan aspek-aspek ekonomi tetapi juga aspek-aspek politik. Selain dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat, gula juga digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman. Salah satu alat untuk mengetahui keseimbangan pasokan/pengadaan dan penggunaan/ permintaan gula adalah neraca bahan makanan (NBM). Tercatat ada dua Neraca Gula Nasional yang disusun dua instansi, yaitu Badan Ketahanan Pangan (BKP)/Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dewan Gula Indonesia (DGI), namun unsur-unsur penyusun dan besaran angkanya berbeda. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan ini, maka tujuan dari tulisan ini adalah mengkaji ulang konsep kedua neraca gula nasional tersebut. Hasil kaji ulang menunjukkan bahwa: (1) kedua neraca menggunakan definisi, dan sumber data berbeda; (2) konsep Neraca Gula dari BKP/BPS mengacu pada konsep NBM dari FAO, dengan beberapa saran perbaikan yaitu: (a) produksi adalah produksi gula ex tebu, yang berarti benar-benar mencerminkan kemampuan produksi gula dalam negeri; (b) impor sebaiknya dibedakan atas raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (3) neraca Gula DGI, dengan saran perbaikan sebagai berikut: (a) produksi yang dimasukkan adalah produksi ex tebu; (b) impor harus dibedakan atas impor raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (c) dalam penyusunan neraca harus mempertimbangkan pemakaian untuk industri non pangan dan tercecer; (4) neraca Gula nasional harus mengacu pada satu konsep yang sama yaitu konsep FAO, agar tidak membingungkan pengguna. Konsekuensinya, BKP dan DGI perlu menggunakan definisi unsur- unsur neraca yang sama.

Page 6 of 27 | Total Record : 269


Filter by Year

2003 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 19, No 2 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Desember 2021 Vol 19, No 1 (2021): Analisis Kebijakan Pertanian - Juni 2021 Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 1 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 2 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 2 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 4 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 3 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 2 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 3 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 1 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 4 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 1 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 4 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 2 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 1 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 3 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 2 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 1 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 4 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 3 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 1 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 4 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 2 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 1 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 4 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 3 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 2 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 3, No 1 (2005): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 4 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 3 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 2 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 2, No 1 (2004): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 4 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 3 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 2 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian Vol 1, No 1 (2003): Analisis Kebijakan Pertanian More Issue