cover
Contact Name
Saiful Mustofa
Contact Email
sayfulmuztofa@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
sayfulmuztofa@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
ISSN : 19077491     EISSN : 25023705     DOI : -
Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman merupakan jurnal akademik multidisipliner yang diterbitkan oleh Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Epistemé terbit dua nomor setiap tahunnya, pada bulan Juni dan Desember. Artikel yang diterbitkan meliputi kajian Islam yang ditinjau dari berbagai perspektif, mulai dari komunikasi, antropologi, pendidikan, ekonomi, sosiologi, filologi, pendidikan, filsafat dan lain sebagainya. Jurnal ini didedikasikan kepada akademisi, dan pemerhati bidang kajian studi Islam. Artikel yang diterbitkan harus berupa karya orisinal dan tidak harus sejalan dengan pandangan redaksi.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue " Vol 10, No 2 (2015)" : 10 Documents clear
ISLAM AND CHINESNESS: A Closer Look at Minority Moslems in Modern China Historiography Ubaedillah, Achmad
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.251-272

Abstract

Artikel ini akan menyajikan pembahasan historiografi tentang bagaimana ilmuwan non-Cina (maksudnya Barat) menjelaskan keberadaan kaum minoritas Muslim Cina (Hui) dalam penulisan sejarah Cina modern. Empat karya ilmuwan Barat tentang Muslim Cina tersebut akan dibandingkan. Sekalipun kelompok Hui Muslim secara formal telah diakui sebagai bagian dari mayoritas Han, narasi sejarah tentang Hui masih kalah banyak dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Karya-karya yang ada saat ini tentang Hui baik ditulis oleh ahli asli Cina maupun asing masih belum memadai, tetapi penting untuk disajikan. Terdapat dua pendekatan di kalangan akademisi yang dominan digunakan, yakni kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan tradisi Cina dalam menjelaskan keberadaan Islam dan Cina yang diwakili masing-masing oleh kelompok Hui dan kelompok Han. Setelah membandingkan keempat karya akademisi non-Cina atas Hui, akan ditutup dengan usulan pentingnya menggunakan berbagai pendekatan dalam memahami sejarah lokal Hui, yang sepatutnya peranan mereka harus lebih ditonjolkan dalam konteks keterkaitan antara minoritas dengan sejarah mayoritas dan dunia Islam. This paper will address a historiographical review on how non-Chinese scholars, mostly those Western specialists, describe minority Moslem of Hui in the scholarly narration of modern China. Four scholarly works on China Moslems are comparativelly discussed. Although the Hui have formally been recognized as the minority group within the Han majority, Chinese historical materials on Hui are not significant. Recenlty, works on Hui either written by local or non-Chinese scholars remain artificial, but they are necessarily important to be explored. There has been dominantly known scholars consider two perspetives in dealing with Islam and Chinesness in China, the compatibility and incompatibility of Islam with the Chinese tradition and values, where both are respectivelly represnted by the minority Hui and the majority Han. Finally, in term of understanding Chinese Moslem in modern China, the paper will urge the importance of deploying mixed perspectives and of making Chinese-centered perspective the matter of writting local history while incorporating the minority within the wider historical narration of the majority of Han and the Islamic world.
PEMBACAAN BARU KONSEP TALAK: Studi Pemikiran Muhammad Sa‘id Al-‘Asymāwī Faiz, Muhammad Fauzinuddin
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.273-290

Abstract

Artikel ini mengulas karakter pemikiran seorang tokoh Mesir kontemporer bernama Muhammad Sa’id al-’Asymāwī tentang seluk-beluk talak. Jika mengacu pada hukum Islam klasik dan pendapat para ahli, turunnya perceraian mutlak di tangan suami. Dengan perkembangan zaman dan pembaruan pemikiran hukum Islam, Muhammad Sa’id al-’Asymāwī mencoba untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi hukum tentang perceraian dengan berbagai pendekatan, baik gender, asbab nuzul dan pendekatan lain dari dimensi sosial dan analogi liberal. Hal ini penting mengingat banyak pemikir Muslim modern yang merumuskan pembaruan pernikahan dalam hukum Islam dan juga tentang perceraian. Dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam pernikahan sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk reinterpretasi teks al-Qur’an dan hadis hukum keluarga; baik tentang hadis pernikahan, perceraian dan sebagainya. Dengan memahami permasalahan di atas, sekiranya kajian ini dapat menambah khazanah pemikiran Islam pada isu-isu khilafiyyah yang muncul di masyarakat, khususnya di Indonesia. This paper examines the thoughts of a character of contemporary Egyptian named Muhammad Sa‘īd al-‘Asymāwī dropped right on the permissibility of divorce for a wife. If referring to classical Islamic law and the opinion of jurists, dropped right in the hands of an absolute divorce her husband. With the development of the times and the renewal of Islamic legal thought, Muhammad Sa‘īd al-‘Asymāwī trying to deconstruction and reconstructing the laws regarding divorce with a variety of approaches, both the gender approach and equalized spouses in a marriage, an approach by looking asbab-nuzul and other approaches and the social dimension of liberal analogies. This is important, because it has many modern Moslem thinkers who formulate the renewal of marriage in Islamic law and also about divorce, it is done to achieve gender equality in marriage in accordance with the times, including the reinterpretation of the text of Qur’an and hadith family law, whether it is a hadis about marriage, divorce and so on. By understanding the problems above, assuming this study can add to the treasures of Islamic thought on issues that arise in the community khilafiyyah, specially in Indonesia.
MANIFESTASI BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM: Membangun Intelektualisme Budaya dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam Al Fata, M. Triono
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.291-316

Abstract

Manifestasi budaya dalam pendidikan Islam merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Sebab membangun intelektualisme budaya melalui nilai-nilai pendidikan Islam bisa menjadikan budaya menjadi lebih penuh makna. Pendidikan Islam yang berkembang seiring dengan perkembangan budaya perlu mendapatkan respon yang serius sebagai wujud adaptasi terhadap kemajuan zaman. Dinamika zaman yang demikian pesat jika tidak diimbangi justru akan menggerus semua yang ada. Misalnya, masih ada nilai-nilai pendidikan yang didasarkan hanya pada teks-teks Qur’an dan hadis semata tanpa dikontektualisasikan dengan realitas budaya. Berangkat dari itulah, artikel ini akan mengulas tentang bagaimana membangun intelektualisme budaya dalam pendidikan Islam tanpa harus menghapus nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan harapan agar kebekukan dan kekakuan dalam dunia pendidikan Islam sedikit demi sedikit bisa segera sirna. Manifestation of culture in Islamic education is a reality that can’t be avoided. Therefore must be addressed with wise and prudent. Because building a culture of intellectualism through the values of Islamic education can make culture become more meaningful. Islamic education that has developed along with the development of culture needs to get a serious response as a form of adaptation to the progress of time. The dynamics of age so rapidly if not balanced it will erode all there. For example, there are still educational values that are based only on the texts of the Qur’an and hadith alone without contextualitation with cultural reality. Departing from that, this article will review how to build a culture of intellectualism in Islamic education without having to remove the noble values contained therein. With the expectation that kebekukan and stiffness in the world of Islam little by little education could soon disappear.
RAGAM IDENTITAS ISLAM DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF KAWASAN Qomar, Mujamil
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.317-352

Abstract

Sebenarnya pada level al-Qur’an maupun secara substantif, Islam itu di mana saja satu. Namun, ketika Islam berjumpa dengan budaya dan tradisi lokal, ekpresi Islam bisa bermacam-macam. Ekpresi Islam itu bisa diperhatikan dari peranan, corak, pendekatan dan kawasannya. Tulisan ini merekam hasil penelitian yang telah menjawab permasalahan ragam identitas Islam ditinjau dari segi kawasannya. Data-data jawaban itu dikumpulkan melalui metode dokumentasi dan dianalisis melalui metode content analysis. Hasilnya, identitas Islam dari perspektif kawasan yang dipublikasikan di Indonesia ini ada tujuh: Islam Nusantara, Islam Indonesia, Islam Jawa/Islam Kejawen, Islam Sasak, Islam Syariah dan Islam Adat Hatuhaha, Islam Bubuhan Kumai dan Islam Pesisir. Semua identitas Islam ini dipengaruhi budaya dan tradisi lokal. Hanya ada sedikit dari varian identitas itu yang agak menjaga jarak dengan budaya dan tradisi lokal tersebut, yaitu Waktu Lima pada Islam Sasak, Islam Syariah pada Hatuhaha dan Kelompok Nahu pada Islam Bubuhan Kumai. Actually, both in the Qur’an and substantive level, Islam is just one. However, when Islam met with local culture and tradition, Islamic expression can be diverse. It could be considered Islamic expression of its role, character, approach and region. This paper records the results of research that has addressed the problem variety of Islamic identity in terms of region. The data was collected through a method answer documentation and analyzed through content analysis. As a result, Islamic identity from the perspective of the region published in Indonesia there are seven: Archipelago Islam, Indonesian Islam, Javanese Islam, Islamic Sasak, Islamic Syariah and Islam Indigenous Hatuhaha, Kumai Bubuhan Islamic and Coastal Islam. All Islamic identity is influenced by culture and local traditions. Only a handful of variants that identity rather keep a distance with the local culture and tradition, Waktu Lima in Islamic Sasak, Islamic Syariah in Hatuhaha and Nahu Group in Kumai Bubuhan Islamic.
KONSTRUKSI NASIONALISME RELIGIUS: Relasi Cinta dan Harga Diri dalam Karya Sastra Hamka Burhanuddin, Nunu
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.353-384

Abstract

Seiring dengan menguatnya ideologi nasionalis-sekuler pascakemerdekaan, muncullah konsep nasionalisme berdasarkan sejumlah sumber yang bertolak belakang satu sama lain. Itulah nasionalisme eklektik ala Soekarno yang menerapkan analisis Marxis tentang penindasan imperialisme dan pada saat yang sama, menggunakan sikap permusuhan kaum Muslimin terhadap penjajah kafir. Ia menggelindingkan konsep Nasakom untuk menyimbolkan kesatuan nasionalisme, agama dan komunisme. Dalam konteks ini, penulis melihat permasalahan kompleks ideologi Nasakom sehingga banyak tokoh, ulama dan ilmuwan Muslim yang mengambil jarak dengan tokoh nomor wahid di Indonesia saat itu, seperti Muhammad Natsir, Haji Agus Salim, Muhammad Hatta dan Hamka. Tokoh yang disebut belakangan, yakni Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (Hamka) inilah yang menjadi perhatian penulis terkait konsep nasionalisme yang diusungnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi pemikiran nasionalisme-religius Hamka dalam karya-karya sastranya, seperti Si Sabariah, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli. Data-data yang diperoleh dari novel-novel di atas dianalisis melalui teori hermeneutika, suatu pendekatan ilmiah yang menghubungkan antara pembaca (qari) dengan teks (al-Maqru’). Along with the strengthening of secular-nationalist ideology post-independence, there arose the concept of nationalism based on a number of sources are opposite to each other. That nationalism eclectic style Soekarno applying Marxist analysis of the oppression of imperialism and at the same time, using the hostility of the Muslims against the infidel invaders. He rolled Nasakom concept to symbolize the unity of nationalism, religion and communism. In this context, the authors look at the complex issue of ideology Nasakom so many leaders, scholars and Moslem scientists who take distance with the figure number one in Indonesia at the time, like Muhammad Natsir, Haji Agus Salim, Mohammad Hatta and Hamka. The latter figure, namely Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (Hamka) which is the author’s attention related to the concept of nationalism carried. This study aims to determine the construction of nationalism-religious thought Hamka in literary works, such as Si Sabariah, Under the Protection Ka’bah, Sinking Ship Van Der Wijck, and Going away to Deli. The data obtained from the novels above were analyzed through the theory of hermeneutics, a scientific approach that connects the reader (reciter) with texts (al-Maqru‘).
HALAL BI HALAL, A FESTIVAL OF IDUL FITRI AND IT’S RELATION WITH THE HISTORY OF ISLAMIZATION IN JAVA Hakam, Saiful
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.385-404

Abstract

Dalam artikel ini saya akan membahas tiga topik: Idul Fitri, tradisi halal bi halal dan sejarah islamisasi di Jawa. Berdasarkan gagasan Robert Redfied tentang tradisi besar dan kecil, saya ingin mengatakan bahwa festival Idul Fitri di Jawa lebih menyenangkan, ceria dan menggembirakan daripada di negara asal karena di masa lalu para intelektual yang menyebarkan Islam tidak mencoba untuk mengubah secara radikal tradisi lokal, namun mereka memilih untuk melanjutkan-tradisi kuno dengan agama baru dari tradisi besar Islam. Itu adalah gerakan yang sangat halus dan pintar sebab mereka menghidupkan kembali tradisi kuno dengan memadukannya dengan Islam. In this paper I will discuss three topic: the origin of Idul Fitri, the halal bi halal tradition and the history of Islamization in Java. Based on Robert Redfied’s notion of great tradition and little tradition, I want to argue that the festival of Idul Fitri in Java is more happy, cheery, and merry rather than in the origin country because in the past the intellectuals who propagated Islam did not try to change radically the local traditions, however they preferred to recontinue the ancient traditions with a new religion from great tradition, Islam. It was a very smooth and smart movement because they revive the ancient traditions by Islamizing the ancient tradition.
MENEGUHKAN ISLAM NUSANTARA UNTUK ISLAM BERKEMAJUAN: Melacak Akar Epistemologis dan Historis Islam (di) Nusantara Mustofa, Saiful
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejatinya, Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang baru. Penebalan kata “Nusantara” yang dikawinkan dengan “Islam” bukan hanya menegaskan nama, melainkan juga karakter untuk menunjukkan corak atau warna dari sebuah entitas yang heterogen. Keragaman sebagai salah satu tipologi Islam Nusantara adalah buah dari pergumulan panjang antara agama dan budaya; antara teks dengan konteks yang saling melengkapi satu sama lain sehingga menelurkan Islam yang ramah, inklusif dan fleksibel. Berangkat dari pijakan epistemologis dan historis, artikel ini coba menyuguhkan diskursus lama yang kembali mencuat di seputaran pertengahan tahun 2015 seiring dengan dihelatnya Muktamar dua ormas besar: NU dan Muhammadiyah. Hadirnya artikel ini sebetulnya juga ingin menjawab kasak-kusuk yang menuding bahwa Islam Nusantara hanya identik dengan kaum Nahdliyin. Sehingga term Islam Nusantara tidak lain dianggap sebagai nama baru dari Islam tradisionalis. Essentially, Archipelago Islam isn’t a new rule. Bolding of word “Archipelago” with “Islam” not only affirmation about name but also character to show type or colour from the heterogenous entity. Diversity as one of Archipelago Islam typology is the result of a long struggle between religion and culture; between text and context that complement each other so that Islam spawned a friendly, inclusive and flexible. Start from the historical and epistemological approach, this article try to presents a classical discourse the back sticking around mid- 2015 in line with the holding of the congress two major organizations: NU and Muhammadiyah. Actually, the presence of this article is also want to answer the rumors that accuse Archipelago Islam only synonymous with the Nahdliyin. Thus, Archipelago Islam considered as the new name of traditionalism Islam.
ISLAM DAN PANCASILA: Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid Naim, Ngainun
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.435-456

Abstract

Rekonstruksi Pancasila dari pemikiran cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid memiliki peran penting terhadap penguatan ideologi Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara telah mengalami kemunduran pemahaman dan peran aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya berbagai persoalan sosial kebangsaan membutuhkan perhatian serius dan penanganan yang melibatkan semua pihak. Salah satu bentuk kontribusi yang dapat dilakukan adalah kontribusi pemikiran dengan merekonstruksi nilai-nilai Pancasila dari pemikiran Nurcholish Madjid. Data yang disajikan berasal dari telaah pustaka dan penelusuran literatur dari berbagai sumber yang relevan. Di samping itu, metode analisis kritis dilakukan untuk mengkaji dan merekonstruksi pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid yang telah terpetakan. Argumen yang hendak dibangun adalah rekonstruksi nilai-nilai Pancasila merupakan sarana penting untuk penguatan ideologi Pancasila. Selain itu, pemikiran-pemikiran Pancasila Nurcholish Madjid memiliki relevansi untuk dikembangkan dan disosialisasikan dalam kerangka penguatan ideologi Pancasila. Pancasila reconstruction of Nurcholish Madjid thought has an important role to strengthen the ideology of Pancasila. As the state ideology, Pancasila has suffered a setback understanding and applicative role in daily life. The emergence of various nationalities social issues require serious attention and handling that involves all parties. One form of the contribution that can be done is contribute ideas to reconstruct the values of Pancasila from Nurcholish Madjid thought. The data presented comes from the literature search and review of the literature from a variety of relevant sources. In addition, the method of critical analysis conducted to assess and reconstruct the thoughts that have been mapped Nurcholish Madjid. The argument that will be built is the reconstruction of the values of Pancasila is an important means for strengthening the ideology of Pancasila. Moreover, the ideas of Pancasila Nurcholish Madjid has relevance for developed and disseminated within the framework of the strengthening of the ideology of Pancasila.
PROSES REPRODUKSI WANITA DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI Rofiq, Ali Nur
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.457-475

Abstract

Proses reproduksi wanita menurut ilmu pengetahuan modern yang selama ini diyakini oleh para ilmuwan Barat ternyata sudah dijelaskan puluhan abad silam oleh al-Qur’an dan hadis. Teori reproduksi dan penciptaan manusia dari sudut pandang Islam dan sains ternyata tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi satu dengan yang lain. Hadis nabi yang menjelaskan reproduksi wanita dan proses penciptaan manusia merupakan penjelas dari al-Qur’an dan diperkuat oleh data-data ilmiah sains teknologi. Berangkat dari itulah, artikel ini coba mengkaji tentang reproduksi wanita dengan pendekatan hadis tematik. Sebab pembahasan tematik ini sangat urgen untuk mengembangkan wawasan tentang hadis dalam membahas satu tema tertentu secara tuntas. Female reproduction processes according to modern science that had been believed by Western scientists were already described dozens of centuries ago by the Qur’an and hadith. Theory of reproduction and the creation of man from the viewpoint of Islam and science were not at odds, even complement each other. Hadith which describes a woman’s reproduction and the process of creation of man is explanatory of the Qur’an and reinforced by scientific data science technology. Start from it, this article try to examines the female reproductive with thematic hadith approach. For the thematic discussion is very urgent to develop an insight into the traditions in discussing a particular theme completely.
MENEGUHKAN ISLAM NUSANTARA UNTUK ISLAM BERKEMAJUAN: Melacak Akar Epistemologis dan Historis Islam (di) Nusantara Mustofa, Saiful
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10, No 2 (2015)
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.405-434

Abstract

Sejatinya, Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang baru. Penebalan kata “Nusantara” yang dikawinkan dengan “Islam” bukan hanya menegaskan nama, melainkan juga karakter untuk menunjukkan corak atau warna dari sebuah entitas yang heterogen. Keragaman sebagai salah satu tipologi Islam Nusantara adalah buah dari pergumulan panjang antara agama dan budaya; antara teks dengan konteks yang saling melengkapi satu sama lain sehingga menelurkan Islam yang ramah, inklusif dan fleksibel. Berangkat dari pijakan epistemologis dan historis, artikel ini coba menyuguhkan diskursus lama yang kembali mencuat di seputaran pertengahan tahun 2015 seiring dengan dihelatnya Muktamar dua ormas besar: NU dan Muhammadiyah. Hadirnya artikel ini sebetulnya juga ingin menjawab kasak-kusuk yang menuding bahwa Islam Nusantara hanya identik dengan kaum Nahdliyin. Sehingga term Islam Nusantara tidak lain dianggap sebagai nama baru dariIslam tradisionalis.Essentially, Islam Nusantara isn’t a new phenomenon. Bolding of both “Nusantara” with “Islam” not only affirmation about name but also character to show type or colour from the heterogenous entity. Diversity as one of Islam Nusantara typology is the result of a long struggle between religionand culture; between text and context that complement each other so that Islam spawned a friendly, inclusive and flexible. Start from the historical and epistemological approach, this article try to presents a classical discourse the back sticking around mid-2015 in line with the holding of the congress two major organizations: NU and Muhammadiyah. Actually, the presence o fthis article is also want to answer the rumors that accuse Islam Nusantara only synonymous with the Nahdliyin. Thus, Islam Nusantara considered as the new name of traditionalism Islam.

Page 1 of 1 | Total Record : 10