cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
RECHTSTAAT
Published by Universitas Surakarta
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 33 Documents
PELAKSANAAN PERJANJIAN ADVOKASI ANTARA ADVOKAT DENGAN KLIEN DAN PENENTUAN BESARAN FEE ADVOKAT Yudhi Widyo Armono
RECHTSTAAT Vol 8, No 1 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.479 KB)

Abstract

ABSTRAK : Latar belakang penulisan ini berawal dari realitas bahwa semua orang berkedudukan sama dalam hukum dan berhak mendapatkan bantuan hukum. Salah satu fenomena yang muncul adalah bagaimana seorang Advokat membuat dan melaksanakan suatu perjanjian advokasi dengan kliennya? Yaitu pelaksanaan perjanjian kerja antar kedua belah pihak.Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian advokasi antara Advokat dengan klien dan hal-hal yang menentuan besaran fee advokat. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat dalam merealisasikan perjanjian, wajib berpedoman pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat : (1). Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. (2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. (3). Suatu hal tertentu. (4). Suatu sebab yang halal. Berdasarkan Pasal 21 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya tetapi besarnya nominal honorarium advokasi tidak ada aturan bakunya. Maka besaran nominal honorarium advokasi tergantung dari (1). Senioritas, hal ini cukup relevan karena akanlah tidak mungkin konsumen akan memberikan dananya sebagai honorarium advokasi yang besarannya sama dengan Advokat pemula. Kualitas seorang Advokat dapat pula dilihat dari kredibilitasnya di masyarakat. (2). Tingkat kesulitan, semakin sulit suatu perkara akan berdampak pada semakin tingginya honorarium advokasi yang harus dibayarkan kepada Advokat. (3). Daerah wilayah perkara, honorarium yang diberikan klien advokasi harus dilihat pula pada cakupan wilayah suatu perkara yang terjadi. (4). Nilai obyek sengketa, nilai obyek sengketa yang tinggi berbanding lurus dengan besaran nominal honorarium yang diberikan klien kepada Advokat. Dalam aplikasi kerjanya besaran nominal honorarium advokasi merupakan “rahasia perusahaan” tiap-tiap Advokat. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tidak etis bagi seorang advokat untuk memberitahukan kepada pihak III (pihak diluar klien) perihal berapa Rupiahkah Advokat itu menerima imbalan jasa, karena besaran nominal honorarium advokasi bersifat sangat privat.
Akibat Hukum Perkawinan Siri Terhadap Kedudukan Anak ditinjau dari Hukum Islam Dan Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 di Kabupaten Karanganyar ANNISA RIDHA WATIKNO
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.647 KB)

Abstract

Perkawinan siri banyak dilakukan masyarakat sejak dahulu, yaitu perkawinan yang hanya dilakukan menurut agama Islam tanpa dilakukan pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat pemerintah sehingga tidak bisa dibuktikan dengan akta nikah dengan muncul beberapa dugaan tentang alasan mengapa nikah siri dengan segala resikonya masih juga dijadikan sebagai alternatif. Di kalangan masyarakat yang awam hukum dan masyarakat ekonomi lemah, bisa dimungkinkan karena keterbatasan dana sehingga dengan prosedur yang praktis tanpa dipungut biaya, pernikahan bisa dilaksanakan.Bila dilihat dari aspek agama, ada kemungkinan karena khawatir melakukan dosa dan terjebak dalam perbuatan maksiat, maka pernikahan dengan prosedur yang cepat dan dianggap sah telah memberikan ketenangan batin tersendiri. Hal tersebut agar dapat memberikan keterbatasan maka tujuan yang ada dalam mengutip dari permasalahan faktor dan masalah apa saja yang melatar belakangi terjadinya Nikah Siri, konsep perkawinan siri (tidak dicatatkan) menurut hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, akibat hukum perkawinan siri terhadap kedudukan anak.Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif dengan metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini peneliti memahami konsep perkawinan siri (tidak dicatatkan) menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan yang terdapat di Kabupaten Karanganyar dalam masalah yang menyertai Nikah Siri.Hasil kompilasi hukum dasarnya pernikahan siri dilakukan karena ada hal-hal yang dirasa tidak memungkinkan bagi pasangan untuk menikah secara formal. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan siri, yang menurut peneliti, semua alasan tersebut mengarah kepada posisi perkawinan siri dipandang sebagai jalan pintas yang lebih mudah untuk menghalalkan hubungan suami isteri akibatnya dalam pengurusan hak anak sangat sulit.Marriage series of propositions many done society for the first, namely marriage only done according to mohammedanism without done registration marriage by employees your government so that cannot be proven by marriage certificate by appearing some alleged about reasons why hymeneal series of propositions with all the risks still used as alternate.In the society of being a layman law and economic community weak, can possible because of budget constraints so by procedures that practical without free marriage can be implemented.Seeing from aspect religion, any chance for fear commit a sin and are caught in deed maksiat, and marriage by procedures that quickly and deemed valid has given inner peace cloistral.lt in order to provide so the purpose limitation existing in quoting from problems factor and matter what drive the occurrence of wedlock series of propositions, concept marriage series of propositions ( not listed) according to islamic law and laws marriage, due to matrimonial law series of propositions against the child.The kind of research used is diskriptif by method juridical normative, namely research legal conducted using the legislation. In this researcher understanding the concept marriage series of propositions ( not listed) according to islamic law and the act of mating contained in thousand karanganyar in the problem with hymeneal series of propositions.A compilation of laws essentially thewedding siri done because there are things which inflation does not allow for a couple to marry formally. There are many factors siri, melatarbelakangi the marriage according to researchers, all these reasons leads to a position marriage siri viewed as a shortcut easier to menghalalkan husband, relations wife consequently the rights of children in population is very difficult.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTASI ASING DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Putri Maha Dewi, SH, MH.
RECHTSTAAT Vol 8, No 1 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.048 KB)

Abstract

Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA  merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Bagi Indonesia MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian Hukum Normatif. Adapun sumber data yang menjawab setiap pembahasan dari permasalahan yang timbul yaitu : Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan investasi dan penanaman modal, seperti : Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Penelitian ini menghasilkan temuan, Pemerintah harus dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dengan diperlukan sejumlah perlindungan hukum di berbegai bidang yang dapat menarik minat investor, yakni 1. Faktor Politik, sebab dengan tidak adanya kestabilan politik sulit untuk memprediksi kebijakan apa yang akan diambil oleh pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha. 2. Faktor Ekonomi, pengusaha itu butuh ketenangan berusaha, berharap mendapat intensif yang memadai dari pemerintah dimana ia berinvestasi dan memperoleh peluang untuk berkembang dengan lingkungannya, dengan karyawannya, dan dengan mitranya secara baik. 3. Faktor Hukum, berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi dirasakan perlu untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian multilateral, regional maupun bilateral yang diikuti oleh pemerintah Indonesia.
FAKTOR – FAKTOR SERTA ALASAN YANG MENYEBABKAN TINGGINYA ANGKA CERAI GUGAT Widodo Widodo
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.576 KB)

Abstract

The factors and reasons in Divorce Petition that can become the basis of your divorce petition in Religion Court include: “Husband makes sexual intercourse outside of marriage, is a drunker, drug abuser, gambler, and etc; he has left you for 2 (two) successive years without license or clear and right reason; it means that the husband consciously and deliberately leaves you, he is imprisoned for 5 (five) years or more after marriage, he does violence and like to treat you poorly, he cannot undertake his obligation because of his disability or disease, the incidence of ongoing dispute and quarrel without the probability of concord, the husband breaks the taklik-talak he had said during ijab-kabul, he converts leading to discordance within family.            The research method employed was descriptive one. As a prescriptive research, this current research studied legal objective, justice value, rule of law validity, legal concepts and legal norms. This descriptive research aimed to describe systematically a certain population or area. The descriptive research was intended to provide prior data as thorough as possible about human, condition or other phenomenon. The qualitative data analysis was a research method providing descriptive data in which what the respondents say in either written or spoken form and what they do actually were investigated and studied as something intact.            The legal rationales the Judge made still referred to legislation or government decision or enacted rule norms such as Law No.1 of 1974, Islamic Law Compilation (KHI), Civil Code and Herzien Inlandsch Reglement (HIR), and etc. It means that the Judge’s rationales in deciding the divorce (petitioning divorce) case considered firstly the posita and petitum existing in the petition. Then, the facts in the trial and the evidence brought into trial, either written or spoken (witness), were also taken into account. Meanwhile, non-legal rationale was made by the Judge as the attempt of confirming and clarifying the existing legislation in order to be consistent with the expectation; these rationales included usefulness, economic, time or effectiveness, and so on. Secondly, there were two perspectives on the effectiveness of petitioning divorce verdict implementation in Religion Court: society perspective and court perspective. In society perspective, a petitioning divorce verdict was considered as ineffective because it was not realized as due. It means that the wife’s rights as included in the verdict were frequently unfulfilled by the husband (former husband). Meanwhile, in Religion Court perspective, the result of verdict made and imposed to the parties was considered as effective because no report from the parties on the right or obligation denial by one party. Keywords: Petitioning Divorce Factor, Petitioning Divorce Reason, Divorce Petition.
PENGARUH MORATORIUM PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA Bintara Sura Priambada
RECHTSTAAT Vol 8, No 1 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.433 KB)

Abstract

Jumlah sumber daya manusia yang besar ini harus diakui merupakan potensi besar negara kita yang harus dikelola dengan optimal yang merupakan salah satu alternatif solusi penting bagi proses percepatan pemulihan ekonomi negara kita. Pasar tenaga kerja luar negeri merupakan tantangan dan potensi yang harus segera disambut dengan pengelolaan ketenagakerjaan yang profesioanal, efektif dan efisien. Indonesia memperoleh devisa dari pengiriman tenaga kerja ke manca negara lebih dari Rp 100 triliun setiap tahunnya. Pemerintah melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi, Kuwait dan Siria dan Yordania. Moratorium TKI memang memiliki efek negatif berupa menurunnya devisa negara yang berdampak pada APBN.
PELEPASAN DAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM TANAH KAS DESA SAWAHAN KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI DALAM RANGKA PEMBUATAN JALAN TAUFIK ADHI WICAKSONO
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.926 KB)

Abstract

This study aims to know knowing because the land acquisition cash viilage Sawahan, common interests in the village sub-districts Ngemplak, district Boyolali and to know the recruitment process due to the village as a substitute for land acquisition viilage Sawahan, common interests in the village sub-districts Ngemplak, district Boyolali. This includes legal writing research empirical juridical, legal materials collection techniques by means of studies and interviews with library and using qualitative methods of analysis. Based on the research process land buying process cash village because the public interest in the village Sawahan, sub-district Ngemplak, regency Boyolali because the public interest includes several phases land acquisition was conducted in a deliberative manner to obtain an agreement between committee land acquisition with the proprietor of land. The village government Sawahan propose discharge to a 's consultative village to ask for approval from the presence of the release of the right. While the land acquisition process cash village substitute as because of land acquisition village because the public interest in the village sawahan, sub-district Ngemplak, regency Boyolali are in accordance with the presidential number 36 0f 2005 on land acquisition for the implementation of development for public interest. The land acquisition process cash village a substitute for as a result of the land acquisition village because of common interests in the village of sawahan, sub-district ngemplak, district boyolali covering inventorying and identification mastery, the possession of; use, and a utilization of land, an assessment of compensation, deliberation the provision of compensation, the release of land, successor, land acquisition evaluation of land acquisition, the provision of their land compensation a substitute for cash and its use in the future. Keyword : Land acquisition, Compensation, The land of cash village
KAJIAN TERHADAP PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH ( Studi Kasus Di Kantor Notaris Dan PPAT IMMAWATI USWATUN CHASANAH, S.H., M.Kn ) Asri Agustiwi, S.H., M.H; Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.428 KB)

Abstract

The land owners to which some right inherent and each use of such the right obligatorily has the evidence of right-to land ownership called  land deed; to obtain such the deed, some registration should be passed through for the land owned to which some right inherent, in order to prevent some problems from occurring in the future.The objective of research was to study and to find out the role of Land Deed Making Official (PPAT) according to Government Regulation Number 24 of 2007 about Land Registration the writer took from Notary and PPAT Office owned by IMMAWATI USWATUN CHASANAH, S.H., M.Kn. This study was expected to improve and to develop the learning material and teaching book in legal science, particularly in Faculty of Law of Surakarta University, and to give input and knowledge increase for those related who wanted to register their rights through Land Deed Making Official (PPAT), in addition to find out how the mechanism of right-to-land registration is. This study was a normative sociological research. Technique of collecting data used were structured interview, observation, supported by library study and the data collected was analyzed qualitatively.  The Notary and PPAT office in the right-to-land registration served as an official institution appointed by the stated as the government’s arm in disciplining the publication of right-to-land owned by individual or enterprise, by authenticating the right in the form of deed. In this case, the applicants who wanted their right legally usually appointed Notary and PPAT to propose whether right transfer, exhortation (wasiat) or trade on an object of right-to-land to be registered in National Land Affairs Agency (BPN). The Notary and PPAT office later would deal with any completeness and prerequisite including the cost spent by the applicant until the publication of deed for what the applicants had applied. Meanwhile, the constraints the notary and PPAT office of Immawati encountered in the process of registering the applicants’ right was not too severe, because it was technical constraint only in the right application process; the constraint from the applicant usually included less complete data, particularly regarding the beneficiaries; the constraints from the National Land Affairs Agency included the less number of BPN personnel leading to the delayed document checking in the application process to right registration. 
KAJIAN HUKUM PEMBATALAN SUATU AKTA OTENTIK SEBAGAI LEGAL COVER PARA PIHAK TERKAIT DENGAN SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN Ashinta Sekar Bidari, SH, MH.
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.884 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana syarat terjadinya pembatalan akta otentik dan akibat hukum yang timbul dari adanya pembatalan akta otentik. Akta otentik merupakan legal cover yang dimana mempunyai nilai kepastian hukum dan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak yang membuat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian Hukum Normatif. Adapun sumber data yang menjawab setiap pembahasan dari permasalahan yang timbul yaitu dengan pendekatan kasus perdata mengenai pembatalan akta otentik dan pendekatan perundang-undangan yang terkait dengan akta otentik. Dalam pendekatan kasus perdata Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska terjadi pembatalan akta otentik berupa akta hibah. Alasan pembatalan akta otentik berupa akta hibah adalah Tergugat (penerima hibah) terbukti menelantarkan Penggugat (pemberi hibah) disaat Penggugat (pemberi hibah) tertimpa musibah, hal ini memenuhi ketentuan Pasal 1688 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu hibah dapat dilakukan pembatalan apabila penerima hibah menolak memberi tunjangan nafkah kepada pemberi hibah ketika pemberi hibah jatuh miskin. Mengacu kepada Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yang terdiri dari syarat subyektif dan syarat obyektif. Suatu akta dapat dibatalkan apabila syarat subyketifnya tidak terpenuhi yaitu sepakat dan cakap. Dalam perkara perdata ini, syarat subyektifnya sudah tidak terpenuhi karena pihak pemberi hibah sudah tidak sepakat lagi untuk memberikan hibah kepada penerima hibah dengan berdasar bukti bahwa penerima hibah sudah menelantarkan kewajibannya. Akibat hukum dari pembatalan akta otentik berupa akta hibah sudah tidak berkekuatan hukum lagi sehingga tanah dan bangunan yang semula telah dihibahkan dan menjadi milik Tergugat (penerima hibah) beralih kembali menjadi milik Penggugat (pemberi hibah).
KAJIAN NORMATIF PASAL 1 AYAT 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK S. Andi Sutrasno
RECHTSTAAT Vol 8, No 1 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.521 KB)

Abstract

Abstrak : Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Sembilan dari sepuluh anak ini akhirnya dijebloskan ke penjara atau rumah tahanan. Yang memprihatinkan, mereka seringkali disatukan dengan orang dewasa karena kurangnya alternatif terhadap hukuman penjara.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana batasan umur anak menurut UU No. 11 Tahun 2012, dan bagaimana kedudukan anak yang belum berumur 18 tahun tetapi sudah kawin, yang melakukan tindak pidana, menurut Pasal 1 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2012. Penelitian ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah mengenai asas hukum.Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Menurut Pasal 1 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2012, “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Semua orang yang berumur kurang dari 18 tahun akan dianggap sebagai anak, tanpa membedakan sudah kawin atau pernah kawin atau belum. Pengertian demikian juga termasuk apabila seseorang yang dibubarkan perkawinannya sebelum ia mencapai umur 18 tahun, maka ia akan kembali dianggap sebagai anak. Konsekuensinya, undang-undang yang akan diterapkan adalah UU No. 11 Tahun 2012, bukan undang-undang pidana umum.Rekomendasi dalam penelitian ini yaitu, diadakan revisi terhadap UU No. 11 Tahun 2012, khususnya Pasal 1 ayat 3, sehingga seseorang yang belum berumur 18 tahun tetapi sudah kawin atau pernah kawin, harus dianggap sebagai orang dewasa.
PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Wahyu Aditya
RECHTSTAAT Vol 8, No 2 (2014): RECHTSTAAT
Publisher : RECHTSTAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.456 KB)

Abstract

The objectives of research were to study and to understand the role of the Republic of Indonesia’s Police (POLRI) in dealing with domestic violence, and to study and to understand the constraints in dealing with domestic violence.The methods of collecting data used were interview and library study. In this study, the writer employed two approaches: juridical normative, the one based on legislation and juridical sociological, the one viewing the problem existing in the society from the prevailing legislation.The result of research showed that: The role of POLRI in dealing with domestic violence included a) preventively by holding general seminar, giving recommendation, and lecturing concerning domestic violence, b) repressively, by conducting enquiry and investigation, c) protecting the victim in collaboration with related institution, d) deciding the Article when the perpetrator of domestic violence proved guilty. Then, the constraints in dealing with domestic violence included: a) limited number of witness, b) the victim did not report directly the incidence befalling her, c) the family reluctantly reported the domestic violence because the perpetrator was their member of family, and d) the society’s uncaring to domestic violence leading them to reluctantly interfere with the problem the family was facing.   Keywords: Women, Violence, Family

Page 1 of 4 | Total Record : 33