Articles
328 Documents
Nilai Dakwah dalam Kebudayaan Wayang: Pemaknaan atas Cerita Dewa Ruci
Jamal Ghofir
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1939.973 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2013.14205
Bagi orang Jawa keberadaan Wayang tidak sekedar sebagai penghibur akan tetapi wayang bisa dijadikan sebagai sarana pendidikan dan dakwah. Wayang mengandung makna yang lebih dalam, karena mengungkapkan gambaran kehidupan alam semesta (wewayange urip). Wayang dapat memberikan gambaran lakon kehidupan umat manusia dengan segala masalahnya. Dalam dunia pewayangan tersimpan nilai-nilai pandangan hidup Jawa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan kesulitan hidup.Artikel ini bertujuan untuk menganalisis nilai dakwah yang ada di dalam cerita-cerita wayang, khususnya Cerita Bimo Suci. Sebagai karya sastra simbolik, perjalanan Bimo Suci yang berada di luar teks dapat dijadikan tuntunan, sedangkan nilai moralnya meliputi syariat, tarekat, hakekat, dan ma’rifat.
DINAMIKA ISLAM PADA MASA ORDE BARU
Muh. Syamsuddin;
Muh. Fatkhan
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 11, No 2 (2010)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (262.1 KB)
Berbicara Islam di masa orde baru yang berarti juga bicara soal Islam di Indonesia, starting discoursnya berawal dari perdebatan tentang asas bernegara dalam sidang (BPUPKI). Satu pihak yang diwakili oleh kalangan Islamis menginginkan diberlakukannya asas Islam sebagai asas tunggal Negara. Keinginan ini dipandang cukup beralasan karena perjuangan umat Islam menjadi bagian kekuatan terbesar dan terpenting dalam mengusir penjajah. Dilain pihak kalangan nasionalis dengan argumen bahwa kalangan non Islam juga ikut andil dalam mengantarkan Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaannya, mengusulkan asas tunggal Pancasila guna mengakomodir kalangan non Muslim dan keragaman budaya bangsa. Drama panas perdebatan di atas yang tidak jarang diselingi dengan tragedi Deadlock pada akhirnya kedua kelompok berkompromi dengan diterimanya Pancasila sebagai asas tunggal dengan adanya beberapa revisi terhadap isi di dalamnya. Fenomena inilah yang akan penulis urai dalam tulisan dibawah ini.
DAKWAH INKLUSIF DALAM MASYARAKAT SEGREGATIF DI AOMA DAN AMBESAKOA SULAWESI TENGGARA
Muhammad Alifuddin
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 16, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (270.851 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2015.16201
Masalah utama penelitian ini adalah: Apakah pola dakwah institusional (berbasis Masjid-Gereja) yang dikembangkan selama ini efektif membangun kesadaran inlusiv pada masyarakat yang tersegregasi secara spasial berdasarkan pilihan keyakinan (Islam-Kristen) sebagaimana yang terjadi di Aoma Ambesakoa? Bagaimana pola dakwah yang dapat dikembangkan untuk membangun visi inklusiv pada masyarakat setempat? Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui model dakwah pada wilayah segregatif yang dapat dijadikan sebagai alternative pada suasana sosial yang sama meski dengan lokus berbeda. Untuk menjawab permasalahan penelitian digunakan pendekatan etnografi dan analisis fenomenologi yang dikembangkan oleh Moustakas. Beranjak dari data yang ditemukan di lapangan dapat disimpulkan bahwa ada dua pola dakwah yang berkembang di Aoma-Ambesakoa yaitu: pola formal konvensional berbasis khutbah dan ceramah dan pola non formal berbasis komunitas. Pola pertama cenderung rigid sedangkan pola kedua bersifat fleksibel. Pola kedua merupakan model dakwah pembebasan, solutif dan efektif membangun visi inklusiv masyarakat setempat yang selama ini terkunkung oleh ethnocentrisme yang ditandai melalui perekayasaan ruang berbasis ideologi (zona eksklusiv) sebagimana tercermin dalam sejarah hidup mereka selama ini. Temuan penelitian menunjukan, media dakwah inklusiv dikedua tempat, tidak berada pada jalur formal konvensional tetapi justru berada pada pendekatan non formal berbasis komunitas. Namun demikian, kedua jalur tersebut harus berpadu dan saling mengisi, mengingat jika nilai-nilai inklusiv hanya berada pada media tunggal yaitu jalur non formal berbasis komunitas sementara jalur formal konvensional tidak dibenahi dan tetap bertahan dengan model paradigma dakwah berbasis penguatan iman plus penegasian, dikhawatirkan nilai-nilai inklusiv yang dihantar oleh dakwah non formal akan kehilangan ruh keagamaan alias layu dan lesuh dara. Sebab model dakwah non formal berbasis komunitas sebagai katalisator energi inklusiv yang tidak ditopang dengan model formal konvensional, dikhawatirkan tidak dapat menjadi media tumbuh yang subur bagi pohon inklusiv.
MELIHAT OBJEKTIFITAS MEDIA MASSA TERHADAP PERNYATAAN PAUS BENEDICTUS XVI
Reza Aprianti
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 15, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3625.975 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2014.15207
Manusia membutuhkan media yang memberikan informasi atas sebuah realitas. Salah satu media yang banyak digunakan adalah surat kabar atau Koran. Namun dalam proses penyampaian informasi oleh media tidak semua peristiwa diberitakan media, ada proses seleksi mana berita yang layak diberitakan. Faktor-factor yang mempengaruhi proses pengolahan berita adalah ideologi media tersebut. Penulis memilih harian Kompas dan Republika sebagai surat kabat terbesar di Indonesia yang dapat mempengaruhi masyarakat banyak. Republika adalah Koran yang lahir dengan latar belakang Islam (ICMI) dimana misinya mengedepankan Islam. Sementara Kompas, walaupun sudah Independen dan terlepas dari pendirinya, Partai Katolik, namun stereotip Kristin masih melekat. Untuk melihat perbedaan kedua media tersebut dalam mengkonstruksi beritanya, penulis mengambil isu sentiment keagamaan yang dikeluarkan oleh Paus Benedictus XVI terhadap Islam yang terjadi di Universitas Regensburg, Jerman. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma produksi dan pertukaran makna yang disebut konstruksionis dengan menggunakan metode analisis Framing sebagai pisau analisa. Analisis Framing yang dipilih penulis adalah model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki serta teori Agenda Setting.Penelitian ini menunjukkan bahwa Kompas dan Republikamempunyai framing yang berbeda. Republika mengkonstruksi berita yang berpeluang untuk memunculkan sisi positif pihak Muslim dengan memanfaatkan fakta yang ada. Sedangkan Kompas lebih pada keberpihakan atas opini Paus dengan membungkus sentimen keagaman Paus kedalam satu pencitraan yang positif sehingga dapat mempegaruhi publik melalui konstruksi berita.
DEMOKRASI DALAM RUANG PUBLIK: Sebuah Pemikiran Ulang untuk Media Massa di Indonesia
Ristiana Kadarsih
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 9, No 1 (2008)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (5887.818 KB)
Menurut Habermas ruang publik adalah ruang dimana warga negara bisa berunding mengenai hubungan bersama mereka sehingga merupakan sebuah arena institusi untuk berinteraksi pada hal-hal yang berbeda. Media massa memiliki fungsi memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dengan menempatkan dirinya sebagai wadah independen dimana isu-isu permasalahan umum dapat diperdebatkan. Oleh karena itu, media massa harus memiliki kemandirian serta bebas dari pengaruh dan dominasi kelompok-kelompok yang ada dalam publik, kepentingan negara serta tekanan pasar. Ruang publik sebaiknya menjamin terjadinya diskursus nasional untuk mencapai konsensus publik yag sah.
Pengaplikasian Pola Computer Mediated Communication (CMC) dalam Dakwah
Sri Hadijah Arnus
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 19, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (534.892 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2018.19205
Seiring kemajuan teknologi, dunia komunikasi dan informasi diperkuat oleh hadirnya media baru (smartphone, PDA, laptop, dll), yang berbasis internet. Media tersebut memungkinkan setiap orang melakukan komunikasi lebih mudah, lebih interaktif, dan tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Fenomena penggunaan media online dalam mengakses berita dan membangun komunikasi interpersonal melalui media jejaring sosial melahirkan suatu konsep baru dalam komunikasi yaitu CMC (computer mediated communications). Hal ini menarik bagi penulis untuk menerapkan pola CMC dalam bidang dakwah untuk lebih menpermudah aktivitas dakwah untuk lebih memperluas khalayak. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pengaplikasian pola CMC`dalam berdakwah ditemukan beberapa kendala, seperti kurangnya penggunaan isyarat nonverbal dalam pola tersebut. Melalui media online, isyarat nonverbal juga hampir tidak ada, sebelum akhirnya muncul teknologi yang membuat suasana komunikasi face to face melalui media online. Di satu sisi teknologi ini dapat mempererat hubungan antar manusia, akan tetapi di sisi lain juga dapat menjauhkan hubungan antar person secara tatap muka langsung. Oleh karena itu, penerapan pola CMC ini sebenarnya hanya pelengkap metode dan media dakwah yang semestinya tidak menghilangkan metode face to face.
PROFIL PILIHAN KARIR ALUMNI FAKULTAS DAKWAH UIN SUNAN KALIJAGA
Mokh. Sahlan
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 13, No 2 (2012)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (84.745 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2012.13207
Alumni memegang fungsi penting dalam memberikan masukan terhadap proses dan perbaikan perguruan tinggi. Alumni adalah aset yang dapat berfungsi sebagai pencitraan, dan pemberian nilai sehingga suatu perguruan tinggi dapat diperhitungkan posisinya di tengah-tengah masyarakat. Sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi eksistensi dan kualitas dari institusi tersebut. Fakultas Dakwah memiliki tujuan menghasilkan alumni yang mempunyai kemampuan akademis dan profesional yang integratif dan interkonektif, beriman, berakhlak mulia, memiliki kecakapan sosial dan manjerial, berjiwa kewirausahaan dan rasa tanggung jawab sosial kemasyarakata, menghargai dan menjiwai nilai-nilai keilmuan dan kemanusiaan serta terbangunnya jaringan yang kokoh dan fungsional dengan alumni. Untuk merealisasikan tujuan tersebut pengejawantahannya dilakukan melalui proses belajar mengajar dengan menyajikan kurikulum yang sesuai dengan harapan stakeholder serta sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang dianjurkan Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan hal inilah karir profesional alumni Fakultas Dakwah sesuai dengan harapan, yakni berkarya sesuai dengan bidang jurusannya masing-masing.
Faktor Pemicu Munculnya Radikalisme Islam Atas Nama Dakwah
Nurjannah Nurjannah
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 14, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1606.623 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2013.14202
Berbagai tindak kekerasan seperti demonstrasi, aksi protes dan terorisme, realitanya sebagian dilakukan oleh kelompok muslim yang berafiliasi pada organisasi Islam radikal. Islam ditengarai sebagai agama yang membawa kedamaian dan keselamatan, tetapi mengapa sebagian pemeluknya menjadi radikal dan bersedia melakukan tindakan radikalisme dan terorisme? Apakah hal ini berhubungan dengan ajaran-ajaran tertentu dalam Islam yang telah dimanipulasi, yang juga melibatkan faktor sosial dan psikologi? Guna menjawab pertanyaan tersebut dilakukan kajian menggunakan cara berfikir induktif dengan cara memaparkan data yang berasal dari kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian kemudian ditarik kesimpulan umum. Data dianalisis dengan menggunakan perspektif agama dan psikologi sosial.Hasil kajian menunjukkan bahwa radikalisme Islam melibatkan tiga faktor sekaligus yakni faktor agama, faktor sosial dan faktor psikologis. Faktor sosial berupa berbagai kasus ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik, merupakan pemicu utama yang dijadikan alat bagi pihak-pihak tertentu untuk membangkitkan kemarahan dan merasa diperlakukan tidak adil. Sementara faktor agama berupa ajaran dakwah, amar makruf nahi mungkar dan jihad, dijadikan legitimasi untuk melakukan tindakan radikalisme atas nama agama. Ajaran agama yang sesungguhnya bersifat netral, telah ditafsir secara ekslusif dengan hanya memilih ayat-ayat yang berkonotasi kekerasan dan mengabaikan ayat-ayat yang bersahabat. Ajaran agama yang telah ditafsir ekslusif untuk melawan ketidakadilan tersebut secara psikologis mampu merubah pandangan apa yang semula dinilai hina (misalnya membunuh dan merusak) menjadi sebuah perjuangan moral.
KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA KOMUNITAS PEMULUNG DI SEKITAR TPA NGABLAK, YOGYAKARTA
Nur Kamila Nur Kamila
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 11, No 1 (2010)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (280.999 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2010.11103
Pengangguran dan atau penghasilan yang kurang layak, ditambah dengan tingkat pendidikan yang rendah serta kemampuan skill yang sangat terbatas, seringkali menjadi ujian (atau tantangan?) bagi seseorang untuk senantiasa mencari dan berusaha agar dapat pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak, syukur-syukur lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal inilah yang rupanya menjadi pemicu adanya sekelompok masyarakat yang memilih dengan sukarela maupun terpaksa, menjalani profesi sebagai pemulung sampah di sekitar TPA Ngablak, Piyungan, Bantul, Yogyakarta
DAKWAH BAGI PSK DI LOKALISASI LORONG INDAH PATI, JAWA TENGAH
Fatma Laili Khoirun Nida
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 16, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (233.127 KB)
|
DOI: 10.14421/jd.2015.16104
Salah satu bentuk dinamika kehidupan seksualitas yang terus bergejolak adalah prostitusi. Fenomena ini juga terjadi pada para wanita pekerja seks yang terkonsentrasi di lokasisasi LI (lorong indah) Kabupaten Pati. Memilih pekerjaan melacur bagi mereka adalah solusi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi tersebut yang memposisikan kualitas hidup mereka buruk sehingga menghambat perkembangan aspek kebermaknaan hidup dalam diri mereka. Dari penelitian lapangan ini diperoleh kesimpulan bahwa pertama: bahwa setiap manusia tentu memiliki kebutuhan akan makna dalam hidupnya. Kedua; salah satu kemampuan yang hampir dimiliki oleh tiap individu adalah berwirausaha. Ketiga; Mengembangkan kegiatan dakwah melalui penguatan motifasi berwirausaha bagi masyarakat marginal seperti pada perempuan PSK akan lebih efektif jika da’i memahami betul kebutuhan psikis mereka yang diantaranya kebutuhan untuk hidup bermakna.