cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
NUTRISI PARENTERAL TOTAL PADA BAYI KURANG BULAN Gustawan, I W; Kardana, M; Retayasa, W; Suandi, IKG; Sidiartha, IGL
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemberian nutrisi pada penatalaksanaan bayi kurang bulan (BKB) merupakan hal yang sangat penting untuk tercapainya pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal dengan pemberian semua komponen nutrisi secara adekuat. Dewasa ini nutrisi parenteral telah menjadi sarana penunjang utama perawatan bayi sakit berat maupun berat lahir sangat rendah (BBLSR) di Unit Perawatan Intensif Neonatus. Tujuan nutrisi parenteral adalah menyediakan energi dan nitrogen yang cukup untuk mencegah katabolisme dan mencapai keseimbangan nitrogen positif, mencegah defisiensi asam lemak esensial dan menyediakan komposisi nutrisi yang tepat untuk mencapai pertumbuhan normal seperti saat di dalam kandungan. Nutrisi parenteral total menyediakan semua nutrien untuk metabolisme basal dan pertumbuhan, mengandung cairan, energi, makronutrien dan mikronutrien.
Kadar serum superoksida dismutase pada persalinan kurang bulan lebih rendah dari pada kehamilan kurang bulan Manuaba, IB Gde Udyoga; Surya, I Gede Putu; Suwardewa, Tjok Gde Agung
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.061 KB)

Abstract

Persalinan kurang bulan merupakan masalah kesehatan yang serius di bidang Obstetrik dan Perintalogi. Hal ini terkait dengan risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Kira-kira 75% dari kematian bayi baru lahir disebabkan oleh bayi kurang bulan. Beberapa faktor yang berpengaruh terjadinya persalinan kurang bulan antara lain aktivasi poros hypothalamic-pituitary-adrenal fetus maternal, infeksi dan inflamasi, perdarahan desidua dan peregangan uterus yang berlebihan. Kontraksi otot polos miometrium juga dapat dipicu oleh ketidakseimbangan reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan dalam tubuh yang bergeser ke arah peningkatan ROS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar serum superoksida dismutase pada persalinan kurang bulan dengan kehamilan kurang bulan. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional analitik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang dilakukan pada tanggal 1 Maret 2012 sampai 1 Maret 2015. Sampel penelitian adalah ibu hamil normal 28-36 minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, sampel diambil secara consecutive sampling. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar SOD. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-independen. Hasil penelitian ini mendapatkan rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah homogen. Rerata kadar SOD pada kelompok persalinan kurang bulan lebih rendah dibanding kelompok hamil kurang bulan (144,80 vs 214,07, t=3,22, P=0,004). Disimpulkan bahwa kadar SOD serum maternal pada persalinan kurang bulan lebih rendah dari pada kehamilan kurang bulan. Preterm labor is a serious health problem in Obstetrics and Perinatalogy. It is associated with increased morbidity and mortality risk among newborns baby. Approximately 75% of neonatal deaths are caused by babies that was born preterm. Some factors that influence the occurrence of preterm labor include activation of the fetal maternal hypothalamic pituitary adrenal axis, infection and inflammation, bleeding uterine decidua and excessive stretching of uterus. Myometrium smooth muscle contraction can also be triggered by an imbalance of reactive oxygen species (ROS) and antioxidants in the body that are shifting toward an increase in ROS. The aim of this study was to determine differences in superoxide dismutase (SOD) serum levels in preterm labor compared to preterm pregnancies. This study used an analytic cross-sectional design and conducted in Obstetrics and Gynecology Departement of Sanglah General Hospital on March 1st 2012 to March 1st 2015. The samples included in this study were normal 28-36 weeks pregnasubndant women who came to visit the Emergency Room and Obstetrics and Gynecological Clinic of Sanglah General Hospital. Samples were recruited by consecutive sampling. Blood sample were taken to investigated SOD levels and then analyzed by independent t-test. This study found no difference in mean of age of mother, gestational age, and parity in both groups. There was statistically significant difference in mean levels of SOD between preterm labor compared to preterm pregnant groups (144.80 vs 214.07, t=3.22, P=0.004). It was concluded that SOD serum levels in preterm labor is lower than in preterm pregnancies.
COR TRIATRIATUM SINISTER AT 34 DAYS OLD BOY Purnami, Adi; Gunawijaya, Eka
Medicina Vol 45 No 1 (2014): Januari 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.397 KB)

Abstract

Cor triatriatum merupakan kelainan bawaan yang sangat langka. Pada kelainan ini jaringan ikatfibrus akan membagi atrium kanan atau kiri menjadi 2 bagian. Angka kejadian hanya sebesar 0,1%dari seluruh kelainan jantung bawaan dan biasanya ditemukan bersama-sama dengan kelainanjantung lainnya. Perjalanan klinis tergantung dari hubungan antara bilik atas dengan bilik bawahdari atrium yang terbagi. Bila lubang penghubungnya kecil, keluhan mulai muncul sejak lahir danbiasanya meninggal saat masa bayi. Bila penghubungnya besar, keluhan akan muncul pada usia anakatau dewasa dengan gejala klinis menyerupai stenosis mitral. Kami melaporkan kasus pada bayiusia 34 hari yang datang dengan keluhan sesak napas dan kebiruan pada bibir bila menangis. Diagnosisditegakkan dari klinis, foto dada, dan ekokardiografi. Satu-satunya terapi adalah koreksi melaluipembedahan, tapi kasus meninggal sebelum pembedahan dilakukan. [MEDICINA  2014;45:65-70].
ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM TIPE CU T 380 A SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN LESI SERVIKS Yudasmara, I Putu Kusuma; Suwiyoga, Ketut; Mayura, I Gusti Putu Mayun
Medicina Vol 46 No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.706 KB)

Abstract

Desain penelitian adalah case-control analitik untuk mengetahui risiko terjadi anemia defisiensi besidan lesi serviks pada akseptor AKDR tipe Cu T 380 A pada pemakaian minimal 1 tahun. Penelitiandimulai pada tanggal 1 Juli2011 sampai 15 Juli 2014 di RSUP Sanglah. Sampel penelitian adalahwanita usia reproduktif yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar,memenuhi kriteria inklusi daneksklusi, diambil secara consecutive sampling. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darahuntuk diperiksa kadar profil besi dengan teknik ELISA di laboratorium RSUP Sanglah. Uji analisiskomparatif dengan Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan pemakaian AKDR tipe Cu T 380 Amerupakan faktor risiko terjadinya anemia sebesar 4 kali (RO = 4,80; IK 95% = 1,04 sampai 22,10; P=0,036) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A, dan pemakaian AKDR tipe Cu T 380 Amerupakan faktor risiko terjadinya lesi serviks sebesar 7 kali (RO = 7,65; IK 95% = 1,37 sampai 42,71;P =0,012) dibandingkan tidak memakai AKDR tipe Cu T 380 A. Simpulan dari penelitian adalahterdapat peningkatan risiko terjadi anemia defisiensi besi dan lesi serviks pada akseptor AKDRtipeCu T 380 A minimal 1 tahun. [MEDICINA 2015;46:82-5].Case-control analytic study at the Obstetrics and Gynaecology Department of Sanglah Hospital wasconducted on Jully 1. 2011 until Jully 15. 2014. Samples were obtained from women who werereproductive age and attended Obstetrics Gynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital, Denpasar.Samples were selected based on the consecutive sampling of the accessible population after fulfilledthe inclusion and exclusion criteria. Peripheral blood sampling of haemoglobin and profile iron levelconducted by ELISA technique at Prodia laboratory and done gynecology examination at ObstetricsGynecology Outpatient clinic of Sanglah Hospital to obtained cervical lession. Data was statisticallyanalyzed comparative test with the Chi-Square. The result of this study were the risk of iron deficiencyanemia in IUD Cu T 380 A acceptor group was four times greater than the non-acceptor group[OR =4.80; 95% CI = 1.04 to 22.10; P =0.036], while the risk of cervical lession in IUD Cu T 380 A group wasseven times greater than non-acceptor group [OR = 7.65; 95% CI = 1.37 to 42.71; P =0.012].We wereconclude that risk of iron deficiency anemia was four times greater and cervical lesions was seven timesgreater after IUD type Cu T 380 A application. [MEDICINA 2015;46:82-5].
KEJADIAN KOLONI JAMUR PADA PENDERITA OTORE DENGAN BERBAGAI PENYEBAB DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS R, Sedjawidada; Savitri, Eka; Kadir, Abdul; Djamin, Riskiana
Medicina Vol 40 No 1 (2009): Januari 2009
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.336 KB)

Abstract

Telah dilakukan penelitian survey dengan pendekatan deskriptif tentang Kejadian Koloni Jamur pada Penderita Otore dengan Berbagai Penyebab di Poliklinik THT Rumah Sakit Pendidikan Unhas. Sampel yang diteliti adalah eksudat yang diambil dari liang telinga luar setiap telinga yang menderita Otitis eksterna superfisialis basah, Otitis media supuratif akut perforasi, Otitis media supuratif kronik benigna aktif. Dari total sampel sejumlah 103 yang dipilih secara consecutive sampling didapatkan adanya koloni jamur pada otitis eksterna superfisialis basah sebesar 57,8% dengan jenis jamur Aspergillus niger 17,9%, Candida albicans 13,3% dan Aspergillus fumigatus 8,9%. Koloni jamur pada OMSA perforasi sebesar 44,4% dengan jenis jamur Aspergillus fumigatus 11,1%, Candida albicans 11,1% dan Aspergillus niger 5,6%. Koloni jamur pada OMSK benigna aktif sebesar 25% dengan jenis jamur Apergillus fumigatus 17,5%, Aspergillus niger 2,5% dan Candida albicans 2,5%.[MEDICINA 2009;40:21-6].
WATER EXTRACT OF PURPLE SWEET POTATO TUBERS REDUCES BLOOD PRESSURE 0F HYPERTENSIVE RATS INDUCED BY NaCl JAWI, I MADE; SUTIRTA YASA, I W. P.
Medicina Vol 43 No 2 (2012): Mei 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.388 KB)

Abstract

Compliance of hypertensive patients to take medication is one of many determinant factors to achieve successful treatment. Side effects and the expensive price of drugs are the causes of the incompliance of patients taking the medication. Utilization of herbal medicine is a new hope to resolve the issue. Purple sweet potato tuber is a plant part that expected has beneficial effect in lowering blood pressure because it contains anthocyanins which are antioxidants and can preserve endothelial function. To prove these hypothesis, a study was conducted with randomized control group pre and post-test design. The  study was done on 20 adult male Wistar rats that were divided into two groups of 10 rats.  Both groups of rats were made hypertensive by administering high doses of NaCl. Control group of rats given only NaCl alone for 14 days. Treatment group were given NaCl and water extract of purple sweet potato tuber with a dose of 4 cc per day for 14 days. Before treatment and during treatment, blood pressure were taken everyday with special sphygmomanometer. The results indicate a significant difference in blood pressure between the control group with treatment (P = 0.0001). In the treatment group, it was observed that there was a significant decrease in blood pressure compared to the control group (P=0.0001). From the results of this study, it can be concluded that administration of purple sweet potato tuber water extract may lower high blood pressure of rats induced by NaCl.
Seorang wanita dengan tuberkulosis genital IB Suta, Hendrata,
Medicina Vol 47 No 3 (2016): September 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.696 KB)

Abstract

Tuberkulosisgenitalhampir selalumerupakan prosessekunder lesi primerdibagiantubuhlainyangbersifat dorman. Sebagian besar infeksi mencapai saluran genital (terbanyak pada tubafallopi) melalui rute hematogen. Dapat juga terjadipenyebaran infeksi secararetrogradepadaovariumdanperitoneum.Transmisi langsungvulvadanserviksdari pasangan seksual yangterinfeksi jarang terjadi. Tuberkulosis genital dapat dicurigai dari riwayat kontak aktif denganpenderita tuberkulosis, dengan LED yang tinggi, kenaikan level CA-125 dan foto toraks yangmenunjukan lesi TB. Massa di adneksa, penebalan omentum, cairan kavum pelvik, danperlengketan dapat tampak pada USG pelvik. Pada laporan ini, kami menyampaikan kasusseorang perempuan umur 49 tahun dengan ditemukan penebalan endometrium pada USGtransvaginal. Lesi tipikal pada TB genital adalahepitheloid cell granulomasdengan atau tanpamultinucleated giants cellstipeLanghan’ syang didapatkan pada pemeriksaan histoPA darijaringan endometrium  pasien ini.Terapi pada pasien  iniobat anti tuberculosis(OAT)kategori1 dengan hasil pasien tidak lagi mengeluhkan perdarahan pervagina sejak 4 mingguterapi.[MEDICINA.2016;50(3):23-29].Genital TB is almost always the secondary process of dormant lesions in other body parts. The majority of genital tract infection reaches (most commonly in the fallopian tube) through hematogenous route. It can also spread retrograde to the ovaries and the peritoneum. Direct transmission vulva and cervix from an infected sexual partner is rare. Genital TB may be suspected in cases with active contact history with tuberculosis, high LED, the increase in CA125 levels and suspicious radiographic lesions relevant of TB. The presence of adnexal mass, thickening of the omentum, fluid in the pelvic cavity, and organ adhesions can be seen in pelvic ultrasound.In this report, we present the case of a woman 49 years old withtransvaginal ultrasound often reveals thickening of the endometrium. Genital lesions typical of TB are epithelioid cell granulomas with or without langhan’s typemultinucleated giants cellsobtained on histoPA examination of the endometrial tissue of patients.. Anti TB drugs category 1 therapy was started in this patient resulting in decreased vaginal bleeding after 4 weeks of therapy.
COMPARISON OF GLOMERULAR FILTRATION RATE AND CHRONIC KIDNEY DISEASE PREVALENCE USING COCKCROFT-GAULT(C-G) AND MODIFICATION OF DIET IN RENAL DISEASE (MDRD FOR CHINESE FORMULA AMONG BALINESE POPULATION Widiana, I Gde Raka; Suwitra, Ketut
Medicina Vol 45 No 3 (2014): September 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.089 KB)

Abstract

Some community based study to determine the prevalence of chronic kidney disease has been conducted.It is reported that a reasonable rate of prevalence of CKD if calculated with different formula (either C-Gor MDRD). This  study  is aiming  to  compare estimated GFR and CKD prevalence determined byeitherC-G or MDRD  and the new Chinese modified MDRD formulaThis  study  analyzed  4528  subjects  from  7  areas  in Bali  Islands  including  219(4.8%)    subjects  inSembiran, 302 (6.7%), Denpasar 302 (6.7%), Nusa Ceningan 305 (6.7%), Legian282 (6.2%)  Blahbatuh3038(67.1%), Tenganan,  81(1.8%),  and  in Ubud  301(6.6%),  consisted  2217  (49%) males  and  2311(51%) females. It is found that there were a substantial differences and stepwise increase (79, 83, 86,and105 mL/min/  1.73 m2),  consecutively  of mean  of  estimated-GFR  if  calculated  by C-G, MDRD,MDRD for Chinese (if  non-Chinese), and MDRD for Chinese (if Chinese) formula. It was also foundthat differences of prevalence rate CKD using different formulas.  More than twenty percent (20.6%) ofCKD defined by estimated-GFR of 59 to 30 ml/min per 1.73m2 when were calculated by C-G,  and 6.9and 6.8 percent if were calculated by MDRD and  MDRD for Chinese (if  non-Chinese), consecutively,however, it is much lower (2.2%) using MDRD formula for Chinese (if Chinese).In conclusion, this study shows difference inmeanvalues of e GFR and  prevalence of CKD if calculatedusing  different  formulas. A  valid  formula  is  needed  for  specific  Indonesian  people.  [MEDICINA2014;45:151-155].
TINGGINYA KONSENTRASI HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI RISIKO KEJADIAN PENYAKIT ARTERI PERIFER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 LANJUT USIA Kuswardhani RA, Tuty; Wardhana, Wisnu
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada orang lanjut usia (Lansia) yang menderita diabetes melitus (DM) tipe 2, tingginya konsentrasi penanda inflamasi sistemik High Sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP), dapat memprediksi kejadian penyakit kardiovaskular dan stroke. Tidak diketahui apakah tingginya konsentrasi hs-CRP juga berhubungan dengan terjadinya Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada DM tipe 2 lansia. Dengan menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengukur konsentrasi hs-CRP pada pasien DM tipe 2 lansia yang berobat di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah Denpasar dan terjadinya PAP/ Penyakit Arteri Perifer (nilai Ankle Brachial Index ??0.90) atau non PAP. Subjek di eksklusi apabila pasien (pria maupun wanita) menderita penyakit ginjal kronis (serum kreatinin >3 mg/dl) dan menderita kondisi-kondisi yang berpotensi mempengaruhi konsentrasi hs-CRP contohnya penyakit autoimun, infark miocardium, keganasan dan juga infeksi akut (konsentrasi hs-CRP >10mg/L). Variabel confounding adalah profil lipid (High Density Lipoprotein (HDL), Low density lipoprotein (LDL), Triglyceride (TG) and Total Cholesterol), hipertensi dan obesitas sentral. Subjek yang dimasukkan dalam kelompok kasus dan kontrol telah melalui proses matching (berdasarkan umur dan jenis kelamin). Terdapat 24 kasus dan 21 kontrol yang memenuhi kriteria tersebut. Tidak ditemukan adanya perbedaan rerata pada karakteristik kelompok kasus dan kontrol berdasarkan umur (p=.185) dan jenis kelamin (p=.183). hubungan antara tingginya konsentrasi hs-CRP (cut off point 1 mg/l) sebagai faktor risiko terjadinya PAP pada DM lansia tidak signifikan (OR=2.000, Pvalue=.205). Hal ini diperkirakan karena kuantitas sampel yang didapat tidak mencukupi kriteria dari analisis statistik atau mungkin hubungan itu sendiri terlalu lemah. Bukti tingginya konsentrasi hs-CRP dapat memprediksi risiko terjadinya PAP pada DM tipe 2 lansia pada penelitian ini belum terbukti perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak.
THORACIC OUTLET SYNDROME Widiastuti, Priska; Purwata, Thomas Eko
Medicina Vol 46 No 3 (2015): September 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.794 KB)

Abstract

Thoracic outlet syndrome (TOS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh penekanan strukturneurovaskular ekstremitas atas saat berjalan di antara kosta pertama dan klavikula menuju keaksila. Penekanan dapat disebabkan oleh kelainan tulang atau jaringan lunak di sekitarnya. GejalaTOS dapat berupa gejala neurologi seperti nyeri lengan atas dan bawah, kesemutan, hilangnya rasaraba, kelemahan motorik, dan gejala vaskular seperti klaudikasio ekstremitas atas selama aktifitas,pucat, dingin, kelainan suplai darah perifer, mikroemboli, dan perubahan warna kulit. Pemeriksaanfoto rontgen, elektromiografi dan arteriografi/venografi dapat digunakan untuk mendukung diagnosisTOS. Terapi TOS berupa terapi konservatif dengan mengontrol nyeri dan udem, memperbaiki posturtubuh, modifikasi gaya hidup, dan terapi pembedahan melalui pendekatan supraklavikular anterior,transaksila, dan subskapular posterior. [MEDICINA 2015;46:174-7].Thoracic outlet syndrome (TOS) is a constellation of symptoms caused by compression ofneurovascular structure of the upper limb as they pass between first rib and clavicle en route to theaxilla. Compression can be caused by bony or soft tissue abnormalities. The symptoms can beneurological symptoms including arm and forearm pain, paresthesia, sensation loss, motor weakness,and vascular symptoms including upper limb claudication during exercise, pallor, coldness, impairedperipheral blood supply, microembolization, and skin colour changes. Rontgen photo, electromyographyand arteriography/venography can be used to diagnose TOS. Thoracic outlet syndrome can be treatedconservatively with pain and edema control, proper posture, life style modification, and surgical therapywith anterior supraclavicular, transaxillary, and posterior subscapular approaches. [MEDICINA2015;46:174-7].

Page 7 of 24 | Total Record : 234