cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
PERBANDINGAN EFEK OKSITOSIN BOLUS 3 IU, 5 IU, DAN 10 IU TERHADAP KONTRAKSI UTERUS DAN RESPON KARDIOVASKULAR PADA SEKSIO SESAREA DENGAN ANESTESI BLOK SUBARAKNOID Kusuma, Made Adi; Wiryana, Made; Hariyasa Sanjaya, I Nyoman; Gede Widnyana, I Made
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.704 KB)

Abstract

Oksitosin merupakan obat yang rutin diberikan setelah kelahiran bayi pada seksio sesarea untukmemulai dan mempertahankan kontraksi uterus adekuat tetapi efek samping kardiovaskulardiketahui muncul setelah pemberian intravena seperti takikardi, hipotensi dan disritmia. Hal iniakibat efek relaksasi otot polos vaskular yang menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik,hipotensi, dan takikardia. Besarnya efek ini tergantung dosis dan cara pemberiannya. Tujuan penelitianini adalah membandingkan kontraksi uterus, tekanan arteri rerata (TAR), dan laju nadi setelahoksitosin bolus 3, 5, dan 10 IU pada seksio sesarea dengan anestesi blok subaraknoid. Penelitian iniadalah uji klinik acak terkontrol tersamar ganda. Enam puluh enam pasien yang memenuhi kriteriapenelitian dibagi 3 yaitu kelompok 3IU, 5IU, dan 10IU. Oksitosin bolus diberikan setelah kelahiranbayi dalam 30 detik dan dilanjutkan kontinyu 0,04 IU/menit. Kontraksi uterus dinilai oleh operatordan perubahan TAR serta laju nadi dicatat pada lembar penelitian. Tidak ditemukan perbedaanprevalensi kontraksi uterus adekuat antar kelompok penelitian. Penurunan rerata TAR danpeningkatan rerata laju nadi kelompok 3IU secara bermakna lebih kecil dibandingkan kelompok 5dan 10IU, dan kelompok 5IU secara bermakna lebih kecil dibandingkan kelompok 10IU. Simpulanpenelitian ini bahwa oksitosin bolus 3 IU menghasilkan keadekuatan kontraksi uterus yang sama,penurunan TAR dan peningkatan laju nadi lebih kecil dibandingkan oksitosin bolus 5 dan 10 IU padaseksio sesarea dengan anestesi blok subaraknoid.
PROGRAM MANAJEMEN STRES DI TEMPAT KERJA UNTUK PENAMPILAN KERJA YANG OPTIMAL Purnawati, Susy
Medicina Vol 38 No 3 (2007): September 2007
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
KORELASI KUALITAS TIDUR DENGAN NYERI KEPALA PRIMER PADA SISWA-SISWI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 AMLAPURA KABUPATEN KARANGASEM Antara, Agus; Adnyana, I Made Oka; Samatra, Dewa Putu Gede Purwa
Medicina Vol 46 No 3 (2015): September 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.826 KB)

Abstract

Nyeri kepala primer dan gangguan tidur sering dijumpai pada remaja. Kedua fenomena ini mempunyai hubungan yang resiprokal. Prevalens nyeri kepala primer pada remaja cukup tinggi. Beberapa faktor yang berhubungan dengan timbulnya nyeri kepala primer, yaitu kualitas tidur yang buruk, obesitas, depresi, kecemasan, stres, dan kelelahan. Nyeri kepala primer dan gangguan tidur pada remaja berkaitan dengan penurunan prestasi belajar dan rendahnya angka kelulusan. Belum banyak data mengenai hubungan kualitas tidur dengan nyeri kepala primer pada remaja, khususnya di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi kualitas tidur dengan nyeri kepala primer pada remaja. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Amlapura Kabupaten Karangasem pada bulan September 2014. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ada sebanyak 96 orang. Sampel diambil secara simple random sampling.Kualitas tidur dinilai denganThe Pitssburg Sleep Qualiy Index (PSQI).Hasilnya menunjukkan proporsi nyeri kepala primer pada remaja adalah sebanyak 85,42%. Terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kualitas tidur buruk dengan nyeri kepala primer {P<0,0001, koefisien korelasi(r)=0,421}.Dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur buruk berkorelasi(nilai korelasi lemah) dengan timbulnya nyeri kepala primer pada remaja. [MEDICINA 2015;46:156-61].Primary headache and sleep disturbance are common in adolescence. Those two phenomenas correlate reciprocally. The prevalence of primary headache in adolescents was high. Several factors are associated with primary headache among others, poor sleep quality, obesity, depression, anxiety, stress, and fatique. Primary headache and sleep disturbance in adolescents related with decrease of school performance and low graduation rate. Lack of data about the relationship between sleep and primary headache especially in Bali. The aim of this study is to measure the correlation between primary headache and sleep quality in adolescents.This cross sectional study was conducted in Amlapura1 Public Senior High School on September 2014. We collected 96 samples by simple random sampling and met the inclusion and exlusion criteria. Sleep quality has been assessed by The Pitssburg Sleep Qualiy Index (PSQI).The result of the study showed proportion of primary headache was 85.42%. The correlation between poor sleep quality and primary headache were statistically significant {P<0.0001, correlation coefficient (r)=0.421}. It can be concluded that poor sleep quality showed weak correlation with primary headache in adolescents. [MEDICINA 2015;46:156-61].
ANGIOFIBROMA NASOFARING PADA PASIEN USIA LANJUT Yudianto A, Sony; Tjekeg, M; Ardika Nuaba, G
Medicina Vol 44 No 2 (2013): Mei 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.314 KB)

Abstract

Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak nasofaring yang secara histopatologis merupakan tumor jinak, tetapi secara klinis bersifat destruktif. Tumor ini sering terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja, jarang ditemukan pada pasien usia di atas 25 tahun. Pada kasus ini dilaporkan angiofibroma nasofaring pada laki-laki usia lanjut dengan keluhan hidung tersumbat dan epistaksis berulang, dilakukan operasi ekstirpasi tumor dengan pendekatan transpalatal. Prognosis pasien ini baik, karena pada evaluasi 3 bulan setelah operasi tidak tampak pertumbuhan tumor baru.[MEDICINA 2013;44:105-108].
ANCANG-ANCANG 11 LANGKAH LEBIH BAIK DARI 7 DAN 15 LANGKAH PADA NOMOR LOMPAT JAUH Sandi, I Nengah
Medicina Vol 40 No 1 (2009): Januari 2009
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.062 KB)

Abstract

ABSTRAK Telah dilakukan penelitian perbedaan ancang-ancang (AA) lompat jauh 7 langkah (lk), 11 lk dan 15 lk pada siswa usia 11 tahun. Sampel diambil dari siswa SD 7 Pedungan dan dipilih sebanyak 29 orang secara acak sederhana dan dibagi menjadi 3 kelompok. Kemudian setiap kelompok diberikan 3 perlakuan yang dialokasikan secara cross over yaitu: AA 7 lk (± 10m), AA 11 lk (± 15m) dan AA 15 lk (± 20m) selama tiga hari berturut-turut. Pada hari pertama kelompok-1 dengan  AA 7 lk, kelompok-2 11 lk dan kelompok-3 15 lk, pada hari kedua kelompok-1 dengan AA 11 lk, kelompok-2 15 lk dan kelompok-3 7 lk, sedangkan pada hari ketiga kelompok-1 dengan AA 15 lk, kelompok-2 7 lk dan kelompok-3 11 lk. Uji One Way Anova dengan Least Significant Differencs (LSD) dipakai untuk menganalisis data pada tingkat kemaknaan 0,05.  Beda hasil lompatan antara AA 11 lk dengan AA 7 lk dan antara AA 11 lk dengan AA 15 lk berturut-turut 0,16m dan 0,18m dengan nilai p berturut-turut 0,05 (p ? 0,05) dan 0,03 (p < 0,05). Jadi lompatan terjauh dihasilkan dari AA 11 lk, yang beda bermakna (p ? 0,05) dengan AA 7 lk dan AA 15 lk.  Untuk itu disarankan kepada siswa usia 11 tahun menggunakan AA 11 lk dalam berlatih.[MEDICINA 2009;40:5-10].
TYPE IC CHOLEDOCHAL CYST PRESENTING AN EXTRAHEPATAL CHOLESTASIS IN A 3 YEAR OLD BOY Reza, Muhammad; Nesa, Nyoman Metriani; Putra, I Gusti Ngurah Sanjaya; Karyana, I Putu Gede; Darmajaya, Made
Medicina Vol 46 No 1 (2015): Januari 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.928 KB)

Abstract

Choledochal cyst is a rare congenital dilatation of the bile ducts, mostly diagnosed in childhood. Whenappropriate resection is not performed, cholangiocarcinoma may occur in a high incidence within thesecond decade of life. This report aims to present a rare case in experience of diagnosis and managementtype IC choledochal cyst in children. We present case of a 3-year-old boy who came with jaundice anditchy skin, abdominal pain, brownish urine, pales colored of stool. Abdominal ultrasonography andcomputed tomography scan revealed type IC choledochal cyst. Patient underwent complete cyst removalsurgery and bilioenteric anastomosis through Roux-en-y hepaticojejunostomy. Excision biopsy confirmedthe diagnosis of type IC choledochal cyst. Post surgical follow up shown good physical and laboratorycondition  and  there was no  recurrence  of  symptoms. Early  surgical  procedure  through Roux-en-yhepatojejunostomy, has been performed. Long  term  follow up also  facilities good prognostic  to  thepatient. [MEDICINA 2015;46:56-60].Kista  koledokus  adalah merupakan  penyakit  saluran  empedu  bawaan  yang  jarang  dijumpai  danbanyak terdiagnosis pada saat usia anak-anak. Tindakan berupa reseksi kista adalah yang terpentingdilakukan,  jika  tidak  segera  dilakukan  maka  dapat  meningkatkan  resiko  terjadinyacholangiocarcinoma dalam usia dekade kedua penderita dalam kehidupan. Tujuan kasus ini dilaporkanuntuk menggambarkan pengalaman dalam mendiagnosis dan tata  laksana kista koledokal tipe ICyang jarang pada anak-anak. Laporan kasus ini pada anak laki-laki berumur 3 tahun dengan keluhankulit tampak kuning dan gatal, nyeri perut, urin berwarna kecoklatan, tinja yang pucat. Ultrasonografidan CT  scan abdomen memperlihatkan adanya kista koledokus. Tindakan bedah  eksisi kista dananastomosis bilioenterik dengan menggunakan tehnik hepatojejunostomi Roux-en-y. Diagnosa kistakoledokus  tipe  IC  terkonfirmasi  saat  tindakan  eksisi biopsi. Evaluasi  setelah dilakukan  tindakanbedah memperlihatkan hasil yang bagus, baik dari pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjangdan hilangnya keluhan yang ada sebelumnya. Walaupun prosedur tindakan hepatojejunustomi Roux-en-y secara dini telah dilakukan, penderita masih membutuhkan evaluasi dalam jangka waktu yanglama. [MEDICINA 2015;46:56-60].
BILATERAL OTOMYIASIS IN A CHILD WITH CHRONIC SUPPURATIVE OTITIS MEDIA W, Suwandara; M, Sudipta; Setiawan, Eka Putra
Medicina Vol 43 No 2 (2012): Mei 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.415 KB)

Abstract

Myiasis is a disease that is rarely found in humans. The most often areas are the skin, nose, trachea, mouth, eye, ear and paranasal sinuses. Auriclar myiasis also known as otomyiasis is the presence of larval infestation on the human ear. In general, otomyiasis  frequently in children, but can also be found in adult who have mental retardation or cerebral palsy. We reported a case of a boy who has otomyiasis with chronic suppurative otitis media in Sanglah Hospital, Denpasar and has done manage by  evacuation of maggots, ear toilet using NaCl 0.9% and concomitant suction, topical and oral antibiotic.
Sebuah kasus dengan komplikasi penggunaan lattissimus dorsi myocutaneous flap pada pembedahan rekontruksi payudara Christian, Dewi Prima; Adiputra, Putu Anda Tusta; Chr, W Steven
Medicina Vol 47 No 1 (2016): Januari 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.258 KB)

Abstract

Berdasarkan pengalaman klinis, rekonstruksi payudara dengan menggunakan lattissimus dorsi myocutaneous flap (LDMF) merupakan prosedur yang aman dikerjakan untuk menutup defek mastektomi. Nekrosis pada flap sangat jarang terjadi, dan biasanya terjadi akibat trauma vaskular seperti terikatnya arteri thoracodorsalis saat dilakukan mastektomi. Wanita usia 53 tahun datang dengan tumor di payudara kiri. Dari pemeriksaan klinis dan biopsi didapatkan hasil phyloides jinak payudara. Pada pasien telah dilakukan mastektomi dan rekonstruksi payudara dengan LDMF untuk menutup defek pada luka operasi. Pengamatan hari kedua pascaoperasi, flap mengalami nekrosis parsial dan cenderung menjadi nekrosis total. Lattissimus dorsi myocutaneous flap adalah prosedur umum untuk rekonstruksi payudara pada pembedahan mastektomi untuk menutup defek luka operasi. Nekrosis dapat disebabkan oleh kesalahan prosedur dan trauma vaskular. Cedera pembuluh darah dan trombosis selama dan setelah operasi dapat juga menjadi penyebab terjadinya nekrosis pada flap. Extensive clinical experience with the latissimus dorsi myocutaneus flap (LDMF) has documented the safety of this procedure on breast reconstruction surgery. Significant flap necrosis is very rare, and usually associated with either recognized of unrecognized injury to the vascular pedicle, such as when the thoracodorsalis artery has been ligated during the original mastectomy. A 53-year old woman suffered from a huge tumor on her left breast. Clinical investigations and biopsy examination showed benign phyloides of the breast. Mastectomy was done and immediate LDMF was performed to reconstruct the defect from the surgery. On the day 2 after surgery, LDMF was partially necrotic and seemed to head towards total necrosis. Latissimus dorsi myocutaneus flap is a common procedure to reconstruct the defect after mastectomy. The cause of necrosis maybe due to technical error and impact to vascular compromise. The vascular injury and thrombosis during and after surgery may be responsible for the event of flap necrosis.
GAMMA-GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM BERASOSIASI POSITIF DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK. STUDI BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI Sutarka, Nyoman; IG, Raka-Widiana; Suwitra, Ketut
Medicina Vol 45 No 2 (2014): Mei 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.74 KB)

Abstract

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah global kesehatan masyarakat. Gamma-glutamyl transferase (ãGT) serum banyak diusulkan sebagai marker yang sensitif terhadap stres oksidatif yang diperkirakan berhubungan dengan terjadinya PGK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi antara ãGT serum dan PGK. Dilakukan penelitian potong lintang di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar Bali dengan jumlah sampel 122 orang yang dipilih secara simple proportional random sampling. Sampel yang memenuhi kriteria dimintakan kesediaannya berpartisipasi dengan menandatangani informed consent. Diagnosis PGK ditegakkan sesuai kriteria NKF-KDOQI dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus dihitung memakai rumus MDRD. Pemeriksaan ãGT serum dengan metode enzymatic colorimetrix. Data yang terkumpul dianalisis dengan SPSS 16 for windows meliputi uji Chi-Square dan analisis regresi logistik multipel. Dari 122 subyek yang memenuhi syarat, tiga subyek menolak berpartisipasi. Sebanyak 95 subyek adalah laki-laki dan 24 perempuan dengan rerata umur 62,68 (SB 1,27) tahun. Nilai median ãGT didapatkan sebesar 21 U/L. Prevalensi PGK didapatkan sebesar 16,8%. Dari 61 subyek dengan kadar ãGT serum sama dengan nilai median atau lebih 16 diantaranya didapatkan dengan PGK sedangkan dari 58 subyek dengan kadar ãGT serum di bawah nilai median hanya empat yang didapatkan dengan PGK. Didapatkan adanya asosiasi bermakna antara ãGT serum dan PGK (P=0,005 ; OR=4,8; IK95%=1,5 sampai 15,4). Setelah dikontrol dengan variabel umur, jenis kelamin, hipertensi, dan obesitas didapatkan asosiasi ãGT serum dan PGK ini masih tetap bermakna (P=0,029; adjusted OR =4,1; IK95% =1,2 sampai 14,9).Disimpulkan ada asosiasi positif antara ãGT serum dan PGK. Asosiasi ini independen terhadap  variabel umur, jenis kelamin, hipertensi, dan obesitas. ãGT serum mungkin dapat dipakai sebagai biomarker PGK. [MEDICINA. 2014;45:73-8].  
CHARACTERISTICS OF NECROTIZING ENTEROCOLITIS IN NEONATES TREATED AT SANGLAH HOSPITAL Hartini, Kadek; Artana, Dharma; Putra, Junara
Medicina Vol 44 No 1 (2013): Januari 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1237.951 KB)

Abstract

Necrotizing enterocolitis (NEC) is a very serious and severe neonatal gastrointestinal tract disease. Treatment are complex and the course of the disease is hardly predictable. Necrotizing enterocolitis is one of the main causes of morbidity and mortality in neonates. The objective of this study was to know the prevalence and characteristics of neonates with NEC. This was a retrospective descriptive study utilizing medical records of neonates who were admitted in perinatology care unit at Sanglah Hospital, Denpasar during the period of July 2011 to June 2012.There were 55 (5%) neonates with NEC out of 972 neonates admitted to the neonatology care unit at Sanglah Hospital, Denpasar. Mean gestational age was 33.9 weeks. Mean birth weight was 2.096 kg,and the mean time of nutrition initiation was 3.1 days. Stage II was found as the most prevalent stage of NEC (49%). Necrotizing enterocolitis patients were generally associated with clinical manifestations such as sepsis 96%, respiratory distress 87%, prematurity 63%, low birth weight 65%, and asphyxia 61%. There was 36 subjects dead. This outcome tended to increase in premature babies, babies with low birth weight, asphyxia, and sepsis. Death still occurred in all management of NEC. Neonates receiving breast milk as the initial nutrition constituted the highest proportion of recovered patients compared to the fasting, formula milk, and mixed milk (breast milk combined with formula milk) groups.We concluded, the prevalence of NEC was 5%. Death more common than recoveries. Recovery rate more common in breast-fed babies than other nutrients

Page 8 of 24 | Total Record : 234