cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Medicina
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 234 Documents
PEMANFAATAN EKSTRAK KUNCI PEPET (KAEMPFERIA ANGUSTIFOLIA L) SEBAGAI GEL REFLEKTAN TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI Budhi, M.; Tengah, I G P; Harjosuwito, B.A.
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian tentang Pemanfaatan Ekstrak Kunci Pepet sebagai gel reflektan terhadap nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk mengetahui ekstrak bagian tanaman serta konsentarasi ekstrak kunci pepet yang efektif berperan sebagai reflketan terhadap nyamuk aedes aegypti dan mencari bahan pembentuk gel dengan konsentrasi ekstrak yang terbaik sebagai gel reflektan terhadap nyamuk. Penelitian dilakukan secara bertahap. Terdiri atas dua tahap Masing-masing penelitian didesain dengan menggunakan acak lengkap (RAL) pola percobaan factorial Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa ekstrak umbi maupun akar batang kunci pepet mengandung insektisida alami. Ekstrak umbi kunci pepet pada konsentrasi ekstrak 15% dan 20%, mempunyai kemampuan bio-insektisida (menolak atau membunuh nyamuk) tertinggi (skor 7, tidak ada nyamuk menempel pada obyek sasaran, ada nyamuk yang teller, ada yang mati , aktifitas sedang / rendah) yang berbeda nyata (P<0,01) dan cenderung lebih baik dibanding bagian akar batang pada konsentrasi ekstrak 5 -15%. Semakin lama aplikasi ekstrak kunci pepet pada obyek sasaran semakin menurun daya insektisidanya terutama yang diperoleh dari bagian akar batang dan juga bagian umbi yang aplikasinya menggunakan konsentrasi 5 dan 10%. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa jenis bahan pembentuk gel yang terbaik adalah CMC, dengan kombinasi konsentrasi ekstrak 15% menghasilkan gel ekstrak umbi kunci pepet yang bermutu baik dengan karakteristik mampu mencegah nyamuk menempel pada sasaran, menekan aktivitas nyamuk pada taraf rendah dan bahkan menyebabkan pingsan hingga mati, dari jam ke-1 sampai jam ke-8.
Analisis kebutuhan perawat berdasarkan pengamatan terhadap penanganan pasien dewasa dan anak-anak di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Bali Royal Hartawan, I G A Gede Utara; Ilyas, Yaslis
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.422 KB)

Abstract

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah kunjungan pasien ke UGD Rumah Sakit Bali Royal semakin meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja perawat dan kebutuhan perawat di UGD Rumah Sakit Bali Royal. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui waktu yang dihabiskan oleh perawat dalam melayani pasien dengan menggunakan metode Time Motion Study. Hasil penelitian menunjukkan beban kerja untuk pasien gawat darurat sebesar 63,4 menit per hari (1,1 jam per hari), pasien gawat tidak darurat 1.585,5 menit per hari (26,4 jam per hari), dan pasien darurat tidak gawat 2.187,7 menit per hari (36,5 jam per hari) dan kebutuhan tenaga perawat di UGD Rumah Sakit Bali Royal sebesar 17 orang. Diperlukan penambahan tenaga perawat pelaksana sebanyak 3 orang. Meanwhile, patients that admitted to Emergency Unit of Bali Royal Hospital is getting more. The objective of this study was to determine the workload of nurses and nurses needs in the Emergency Unit of Bali Royal Hospital. This study was a descriptive quantitative study. Observations were made by the researcher to determine the time spent by nurses in serving patients by using the Time Motion Study. The results shown the workload for critically emergency patients was 63.4 minutes per day (1.1 hours per day), critically non emergency patients was 1,585.5 minutes per day (26.4 hours per day), and 2,187 minutes per day (36.5 hours per day) for non critical-but emergency patients and the need for nurses in the Emergency Unit of Bali Royal Hospital was 17 people. Nurses needed additional power as much as 3 people.
NYERI KEPALA PADA PENDERITA EPILEPSI Oka Adnyana, I Made
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.43 KB)

Abstract

Nyeri kepala sering tidak menjadi perhatian pada penderita epilepsi, karena penderita maupunkeluarga lebih memperhatikan serangan kejangnya. Nyeri kepala pada penderita epilepsi dibagimenjadi: preictal headache yaitu nyeri kepala yang timbul tidak lebih dari 24 jam sebelum serangandan berakhir saat serangan dimulai, ictal headache yaitu nyeri kepala yang terjadi saat seranganserangan epilepsi parsial sederhana, dan postictal headache yaitu nyeri kepala yang timbul 3 jamsetelah serangan dan berakhir dalam 72 jam setelah serangan. Nyeri kepala pada penderita epilepsiyang tidak berhubungan dengan serangan kejang disebut ictal headace. Secara epidemologi nyeri kepalapaling sering didapat pada penderita dengan epilepsi intraktabel. Nyeri kepala yang paling banyakdidapatkan adalah postictal headche dan yang paling jarang adalah preictal headache. Komorbiditasantara epilepsi dan migren telah diketahui, yaitu frekuensi epilepsi pada penderita migren adalahlebih tinggi dari populasi umum (1-17%) dan frekuensi migren pada penderita epilepsi juga lebihtinggi dari populasi umum (8-15%). Patofisiologi nyeri kepala terutama migren hampir sama denganepilepsi, hal ini dibuktikan dengan penggunaan obat anti-epilepsi juga bermanfaat untuk pencegahanmigren. Teori terjadinya nyeri kepala pada epilepsi adalah teori hipereksitabilitas neuron dimanayang memegang peranan penting adalah teori cortical spreading depressionteori glutamat, dan teorimutasi gen pada familial hemiphlegic migrain. Gejala klinis yang dijumpai adalah nyeri kepala migren,tension type headahce, dan nyeri kepala tidak terklasifikasi, yang disertai dengan fonofobi, fotofobi,nausea, dan vomiting. Pengobatan yang digunakan adalah analgetik, obat untuk migren, dan obatanti-epilepsi, seperti asam valproat, topiramat, levetiracetam dan zonisamid.
LAMELLAR ICHTHYOSIS (COLLODION BABY) IGE, Paramarta; W, Retayasa; M, Kardana; AAGP, Wiraguna; S., Herman
Medicina Vol 39 No 1 (2008): Januari 2008
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The ichthyosis are a heterogeneous group of hereditary and acquired disorder of keratinization which affected the epidermis characterized by presence of visible scales on the skin surface in the absence of inflammation. It can occur as a disease limited to the skin or in association with abnormalities of other organ systems. Lamelar ihthyosis (LI) is one of two mayor autosomal recessive ichthyosis with an incidence of approximately one in 300,000. The diagnosis is based on clinical and pathologic finding. Infection is the most common complication, while prognosis of LI is depends on severity and complication of the disease. A case of lamellar ichthyosis in 0 day Balinese female baby was reported. The skin of the body was thick, plate-like appearance, scaling on the entire body, some of the thick skin was ruptured on chest and extremities. There were eclabium on the mouth and ectropion on the eyes. Histopathology examination showed hyperkeratosis without perivascular infiltration lymphocyte. The baby was given breast feeding, antibiotic, hydrocortisone cream and olium olivarum. The prognosis of the baby is good.
ACUTE PROMYELOCYTIC LEUKEMIA Wati, Ni Wayan Kurnia; Ariawati, Ketut
Medicina Vol 46 No 3 (2015): September 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.056 KB)

Abstract

Acute promyelocytic leukemia (APL) is a subtype of acute myeloid leukemia (AML). The disease isvery uncommon in children less than 10 years of age. Every sign and symptom  that present on patientwith APL are caused by the infiltration of the bone marrow with leukemic cells and resulting failure ofnormal hematopoiesis. Without the normal hematopoietic elements, the patient is at risk for developinglife-threatening complications of anemia, infection due to neutropenia, and hemorrhage due tothrombocytopenia, disseminated intravascular coagulation, fibrinolysis, and proteolysis of maturecells. We reported one case of a nine-year-old girl with pale, limp, recurred fever, hematome, andpetechiae. Physical examination revealed pale in conjunctiva, ginggival hypertrophy, and hepatomegaly.Complete blood count showed normochromic normocytic anemia, thrombocytopenia, and leukopenia,with neutropenia. Bone marrow aspiration revealed a bundle of auer rod, promyelocyte 60 %, myeloblast2 %, concluded AML(M3). We provided chemoterapy with vitamine A, daunorubicine, and cytarabine,but the condition was decreased and finally died after the first cycle of chemotherapy. [MEDICINA2015;46:178-83].Leukemia promielositik akut (LPA) merupakan salah satu subtipe dari leukemia mielositik akut(LMA). Penyakit ini sangat jarang pada anak-anak kurang dari 10 tahun. Semua tanda dan gejalaklinis pada pasien dengan LPA disebabkan karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemiadan mengakibatkan kegagalan hematopoiesis normal. Komplikasi LPA yang mengancam jiwa antaralain anemia, infeksi akibat netropenia, dan perdarahan akibat trombositopenia, disseminatedintravascular coagulation, fibrinolisis, dan proteolisis. Kami melaporkan satu kasus anak sembilantahun dengan keluhan pucat, lemas, demam berulang, hematoma, dan petekie. Pada pemeriksaanfisis didapatkan konjungtiva pucat, hipertrofi gingiva, dan hepatomegali. Pemeriksaan darah lengkapmenunjukkan anemia normokronik normositik, trombositopenia, dan leukopenia, dengan neutropenia.Aspirasi sumsum tulang menunjukkan adanya bundle of auer rod, promyelocyte 60%, myeloblast 2%,disimpulkan sebagai AML (M3). Kami kemoterapi dengan vitamin A, daunorubisin, dan sitarabin,tapi kondisi anak kemudian menurun dan akhirnya meninggal setelah periode pertama kemoterapi.[MEDICINA 2015;46:178-83].
TERATOMA IMATUR PADA PROSTAT Elizabeth Padang, Arlene; Winarti, Ni Wayan
Medicina Vol 44 No 2 (2013): Mei 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.914 KB)

Abstract

Germ cell tumor sakrokoksigeal sangat jarang terjadi dan dapat mengenai berbagai area termasuk prostat. Umumnya tumor ini terjadi pada usia dua dekade pertama. Kami melaporkan sebuah kasus teratoma imatur prostat pada seorang remaja usia 16 tahun dengan data klinis preoperatif dan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis secara histopatologi di RSUP Sanglah, Denpasar, bagian Patologi Anatomi, yang kami simpulkan sebagai teratoma imatur grade 1 / low grade. Pasien dirujuk ke bagian interna untuk mendapat kemoterapi kombinasi, namun pasien meninggal sebelum dilakukan kemoterapi kombinasi. [MEDICINA 2013;44:124-127]
EXERCISE ENHANCING CALCIUM ABSORPTION MECHANISM **, Muliani
Medicina Vol 43 No 2 (2012): Mei 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.205 KB)

Abstract

Calcium has important role in many biological processes therefore calcium homeostasis should be maintained. Imbalance in calcium homeostasis would affects the bone metabolism, neuromuscular function, blood coagulation, cell proliferation and signal transduction. Homeostasis of calcium is maintained by three major organs: gastrointestinal tract, bone and kidney. Intestinal calcium absorption is the sole mechanism to supply calcium to the body. Calcium absorption controlled by calcitropic hormones (1,25-dihydroxycholecalciferolvitamin D3 (1,25-(OH)2D3) and parathyroid hormone (PTH). Exercise enhancing calcium absorption through transcellular and paracellular calcium transport by increasing the calcium transporter genes.
Agranulositosis sekunder karen apropylthiouraci lpada seorang penderita penyakit graves Irianto, Petrus; Gotera, Wira
Medicina Vol 47 No 3 (2016): September 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.574 KB)

Abstract

Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun yang spesifik mengenai organ tiroid. Hipersekresi hormontiroid dari kelenjar tiroid distimulasi oleh antibodi reseptor tirotropin. Pada terapi tirotoksikosis, penggunaanpropylthiouracil (PTU)dapat menyebabkan efek samping yang fatal yaitu agranulositosis. Dilaporkankasusseorang wanita penderita penyakit graves denganbadanlemas, hangat, sukar tidur, agak cemas, berdebardebar,dan riwayat pemakaian PTU lama. Hasil laboratorium didapatkan hitung jumlah granulosit yangrendah. Pasien dirawat inapdiruang isolasi, mendapat antibiotik propilaksis, injeksi filgastrim, serta terapiPTU diganti dengan metimasol. Perawatan hari ke-7 hitung jumlah granulosit kembali normal, pasiendipulangkan.[MEDICINA.2016;50(3):1-5] Graves disease is autoimune disease that is spesific about the thyroid organ. Hypersecretion thyroid hormonefrom the thyroid gland stimulated by thyrotropin receptor antibody. In treatment of thyrotoxicosis, the use ofpropylthiouracil (PTU) can causeagranulocytosis, afatal side effects. Wereportedacase of woman withGraves' disease with body limp, warm, difficulty sleeping, a little anxiety, palpitations,and long history of theuse of PTU. The laboratory resultsfoundlowgranulocytescount. Patients treated in isolation room, receiveantibiotics prophilaksis, injection filgastrim, danPTU therapy was replaced with methimasol. Onday-7ofcare,granulocytescountreturns to normal, the patient was discharged.[MEDICINA.2016;50(3):1-5].
Mixed Germ Cell Tumor Ovarium dengan Komponen Endodermal Sinus Tumor dan Teratoma Matur Silfiah, Nur; Ekawati, Ni Putu; Juli Sumadi, I Wayan
Medicina Vol 45 No 2 (2014): Mei 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.007 KB)

Abstract

Mixed germ cell tumor ovarium merupakan neoplasma ovarium yang jarang ditemukan. Tumor ini minimal terdiri dari dua komponen germ cell tumor dan minimal satu diantaranya bersifat primitif. Berikut kami laporkan satu kasus mixed germ cell tumor ovarium terdiri dari elemen endodermal sinus tumor dan teratom matur. Pasien seorang wanita berusia 29 tahun dengan perut membesar sejak 3 bulan. Durante operasi didapatkan massa tumor ovarium kiri berukuran 16x13x9 cm. Secara makroskopis tumor mengandung bagian kistik dan solid. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran histopatologi yang khas untuk endodermal sinus tumor dan teratoma matur, disimpulkan sebagai mixed germ cell tumor ovarium dengan komponen endodermal sinus tumor dan teratoma matur. [MEDICINA 2014;45:127-9]    
PHARMACOTHERAPY IN ELDERLY NEUROPATHIC PAIN Eko P, Thomas
Medicina Vol 44 No 1 (2013): Januari 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1236.381 KB)

Abstract

The incidence of pain increases with age. Neuropathic pain are common in elderly patients and pose challenges in both their diagnosis and treatment. The most common neuropathic pain in elderly are radiculopathy due to foraminal or spinal stenosis, diabetic neuropathy, and postherpetic neuralgia. Pain in the elderly is often unrecognized and undertreated. The main problem with pain in older adults relates to impaired quality of life secondary to pain which may be expressed by depression (including increased suicide risk), anxiety, sleep disruption, appetite disturbance, and weight loss, cognitive impairment, and limitations in the performance of daily activities. Pain management in elderly patients requires a different perspective from that of younger patients. Causes, comorbidities, and responses to both pain and its treatment differ between young healthy and older patients. Effective pain management in elderly patients should include both pharmacologic and nonpharmacologic strategies. Pharmacological approaches are the first line of pain management in older person for neuropathic pain. Pharmacologic strategies call for administration of nonopioid analgesics, opioid analgesics, and adjuvant medication. Polypharmacy, drug-drug and drug-disease interactions, age-associated changes in drug metabolism, and the high frequency of adverse drug reactions need to be carefully considered in using medications in this population

Page 5 of 24 | Total Record : 234