cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 19, No 5 (2018)" : 10 Documents clear
Perbandingan Prediktor Mortalitas Skor PRISM III dan PELOD 2 pada Anak Sakit Kritis Non Bedah Tressa Bayu Bramantyo; Sri Martuti; Harsono Salimo
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.284-9

Abstract

Latar belakang. Tujuan utama perawatan pasien di PICU adalah untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami sakit kritis, tetapi masih dapat disembuhkan. Sarana, prasarana, sumber daya manusia yang terbatas di PICU dengan biaya rawat yang mahal masih menjadi perhatian utama. Sistem skoring digunakan untuk memprediksi luaran dan prognosis pasien. Sampai saat ini, belum ada sistem skoring yang digunakan di PICU secara baku untuk penilaian awal pasien di Indonesia.Tujuan. Menganalisis perbandingan kemampuan prediktor mortalitas antara skor PRISM III dan skor PELOD 2 pada anak sakit kritis non bedah.Metode. Penelitian kohort dilakukan dengan subyek pasien anak berusia 1 bulan-18 tahun yang dirawat di PICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dari kelompok pasien non bedah.Hasil. Studi kohort dari bulan Maret sampai dengan Juli 2017 terhadap 40 pasien anak berumur 1 bulan-18 tahun yang dirawat di PICU. Didapatkan hasil skor PELOD 2 >20 berisiko terjadi mortalitas sebesar 7,75 kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan skor PELOD 2 <20 (RR 7.750 (95% IK 3.105-19.342), p<0,001). Pasien dengan skor PRISM III ≥8 berisiko terjadi mortalitas sebesar 10 kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan skor PRISM III <8 (RR 10,00 (95% IK 3.418-29.256), p<0,001). Skor PRIM III memiliki sentitivitas 76,9% dan spesifisitas 100,0%, sedangkan skor PELOD 2 memiliki sensitivitas 69,2% dan spesifisitas 100,0% untuk memprediksi mortalitas.Kesimpulan. Skor PRISM III lebih unggul dalam memprediksi mortalitas pada pasien anak sakit kritis non bedah bila dibandingkan dengan skor PELOD 2. 
Perbedaan Kadar Alpha 1 Antitrypsin Feses Berdasarkan Tingkat Keparahan Diare Akut pada Anak Fitriyana Fitriyana; Yusri Dianne Jurnalis; Eti Yerizel
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.267-72

Abstract

Latar belakang. Diare dapat menyebabkan kekurangan gizi, gangguan pertumbuhan dan gangguan kognitif. Gangguan gizi dapat terjadi karena asupan makanan yang kurang, atau kehilangan langsung karena kerusakan mukosa usus. Kehilangan protein melalui saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar alpha 1 antitrypsin feses. Tujuan. Menilai perbedaan kadar alpha 1 antitrypsin feses berdasarkan tingkat keparahan diare akut pada anak.Metode. Penelitian cross sectional dari Januari-Juli 2017. Penelitian dilakukan di RSUP Dr M Djamil dan RS Yos Sudarso Padang. Tingkat keparahan diare dinilai menggunakan Vesikari clinical severity scoring system. Kadar alpha 1 antitrypsin feses diperiksa dengan cara ELISA. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis.Hasil. Dari 60 subjek penelitian, rerata kadar alpha 1 antitrypsin adalah 202,32 ± 131,96 mg/dL. Kadar alpha 1 antirypsin feses pada kelompok tingkat keparahan diare ringan didapatkan 123,6 (87-295,1) mg/dL. Pada kelompok tingkat keparahan diare sedang 166,4 (23,8-332,9) mg/dL dan kelompok tingkat keparahan diare berat 268,6 (25,5-511,9) mg/dL. Uji analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan kadar alpha 1 antitrypsin feses yang signifikan pada setiap tingkat keparahan diare dengan nilai p=0,003.Kesimpulan. Terdapat peningkatan kadar alpha 1 anitripsin feses yang bermakna sesuai dengan tingkat keparahan diare.
Pengaruh Obesitas terhadap Respon Terapi Serangan Asma Rahmawati Rahmawati; Darmawan B Setyanto
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.04 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.295-9

Abstract

Latar belakang. Angka kejadian asma pada anak meningkat begitu pula dengan obesitas. Anak obes dengan asma memberi efek mekanik dan keadaan inflamasi. Pasien asma dengan obesitas memerlukan lama rawat di rumah sakit, durasi pemberian albuterolTujuan. Mengetahui apakah obesitas sebagai faktor risiko rendahnya respon terapi pada pasien anak dengan serangan asma.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik, yaitu Pubmed, Cochrane Library, Highwire. Hasil. Penelitian kasus-kontrol prospektif mendapatkan obesitas tidak berhubungan dengan respon bronkodilator (odds ratio [OR]=1,03;interval kepercayaan [IK]95%0,87-1,21). Penelitian potong lintang mendapatkan tidak ada hubungan bermakna antara obesitas dengan penggunaan albuterol maupun luaran lain. Sedangkan studi kohort prospektif menunjukkan BDR (bronchodilator response) anak lelaki berbanding lurus dengan peningkatan IMT sedangkan pada anak perempuan sebaliknya. Studi kohort retrospektif mendapatkan pasien asma dengan obesitas memerlukan lama rawat di ruang intensif dan lama rawat inap rumah sakit, durasi pemberian albuterol kontinu (6,5+3,8 vs 4,4+2,4 hari, p=0,0005) durasi terapi oksigen dan steroid intravena yang lebih panjang dibandingkan pasien dengan berat badan normal. Kesimpulan. Sebagian hasil penelusuran menunjukkan pengaruh obesitas terhadap terapi serangan asma namun semua literatur yang ada saat ini memiliki level of evidence yang rendah. Berdasarkan bukti ilmiah yang dipaparkan di atas, belum cukup bukti untuk menyatakan obesitas sebagai faktor risiko dalam respon pemberian agonis β pada pasien anak dengan asma.
Profil Pasien Tuberkulosis Anak dengan Anti-tuberculosis Drug Induced Hepatotoxicity di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Zara Shafira; Sri Sudarwati; Anggraini Alam
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (944.946 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.290-4

Abstract

Latar belakang. Dalam pengobatan tuberkulosis anak diperlukan kombinasi obat, seperti isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Ketiga obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa anti-tuberculosis drug induced hepatotoxicity (ADIH). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien tuberkulosis (TB) anak dengan ADIH.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif potong lintang. Data diambil dengan metode total sampling dari rekam medis pasien TB anak yang mengalami gejala hepatotoksisitas dan telah menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, dari Januari 2014-Mei 2017.Hasil. Di antara 709 pasien TB anak di RSHS, 48 pasien mengalami ADIH. Enampuluh satu persen pasien berusia  ≤5 tahun, terdiri atas 15 laki-laki dan 21 perempuan, 24 (67%) pasien mengalami gizi buruk. Duapuluh delapan pasien (78%) mengalami ikterus, 17 (47%) mengalami mual muntah, 24 (67%) ditemukan hepatomegali. Peningkatan SGPT ditemukan pada 25 (69%) pasien. Tujuhpuluh empat pasien mengalami peningkatan bilirubin  ≥1 U/L. Seluruh pasien ADIH dihentikan terapinya. Enampuluh tujuh persen kasus ADIH timbul di fase awal terapi obat anti tuberkulosis (OAT) dan 56% pasien membaik selama 15-30 hari.Kesimpulan. Gejala ADIH yang muncul pada anak berupa ikterus, mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik, sebagian besar mengalami hepatomegali. Pada pemeriksaan fungsi liver, terjadi peningkatan SGOT/SGPT dan bilirubin. Gejala ADIH kebanyakan muncul di fase awal terapi OAT
Difteri Pada Anak Edi Hartoyo
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.968 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.300-6

Abstract

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae toksigenik dapat menyerang saluran nafas, kulit, mata dan organ lain. Penyakit ini ditandai dengan demam, malaise, batuk, nyeri menelan dan pada pemeriksaan terdapat pseudomembran kas. Penyakit ini ditularkan melalui kontak atau droplet, dan diagnosis pasti ditegakan berdasarkan gejala klinis dan kultur atau PCR. Terdapat 939 kasus di 30 provinsi di Indonesia dengan angka kematian 44 kasus dan case fatality rate 4,7% selama KLB tahun 2017. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi.        
Acute Kidney Injury sebagai prediktor kematian pada SIndrom Syok Dengue di RSUp dr. Sardjito Budyarini Prima Sari; Eggi Arguni; Cahya Dewi Satria
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (57.857 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.252-9

Abstract

Latar belakang. Sindrom syok dengue (SSD) merupakan salah satu dari spektrum kompleks dan berat infeksi dengue. Tatalaksana SSD masih merupakan tantangan besar, khususnya pada kondisi yang terjadi komplikasi multiorgan. Acute kidney injury (AKI) sebagai salah satu penyakit ginjal terkait infeksi dengue perlu diperhitungkan dampaknya pada SSD.Tujuan. Untuk menentukan frekuensi, keparahan, dan prediktor mortalitas pada pasien SSD berdasarkan kondisi AKI.Metode. Kami melakukan penelitian kohort retrospektif pada anak usia 1 bulan sampai 18 tahun yang dirawat di RSUP dr. Sardjito dengan diagnosis sindrom syok dengue sejak Januari 2010 sampai Desember 2015. Kami menggunakan data produksi urin dan rumus formula Pottel untuk menghitung laju filtrasi glomerulus. Uji chi square digunakan untuk menganalisis hubungan antara data klinis dan luaran pasien sindrom syok dengueHasil. Dari 151 anak yang memenuhi kriteria, kondisi gangguan ginjal akut terjadi pada 65 pasien (43%). Berdasarkan kriteria pRIFLE, 42 (62%) pasien termasuk ke derajat risk, 23 (35%) pasien derajat injury. Angka kematian pasien SSD di RSUP 21,2% dan secara signifikan paling tinggi terdapat pada kelompok AKI (p=0,000) terutama pada kelompok derajat injury (p=0,001) dengan RR 2,656 (IK 95%: 1,494-4,721). Di kelompok AKI, hanya koagulasi intravaskular disseminata (KID) yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian (P=0,003) dengan RR 2,483 (IK 95%: 1,318-4,677).Kesimpulan. Insiden AKI pada SSD lebih tinggi dari yang diperkirakan dan berhubungan dengan kematian pasien SSD.
Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kemampuan Kognitif, Status Nutrisi, dan Prestasi Belajar pada Anak Sekolah Dasar di Desa Sikapas Kabupaten Mandailing Natal Putri Hasria Sri Murni; Munar Lubis; Isti Ilmiati Fujiati
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.096 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.279-83

Abstract

Latar belakang. Prevalensi soil transmitted helminths (STH) pada anak di Indonesia, terutama di Provinsi Sumatera Utara, masih tinggi. Infeksi STH diduga dapat menghambat tumbuh kembang dan mempengaruhi kemampuan kognitif anak.Tujuan. Mengetahui hubungan infeksi STH dengan kemampuan kognitif, status nutrisi, dan prestasi belajar pada anak.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan di Desa Sikapas, Kabupaten Mandailing Natal pada bulan Maret sampai Desember 2016. Sampel adalah murid sekolah dasar yang tidak memiliki gangguan mental dan dipilih dengan metode acak sederhana. Tinja diperiksa dengan metode Kato untuk menilai infeksi STH. Dilakukan pengumpulan data antropometri dan rerata nilai ujian untuk semua mata pelajaran. Kemampuan kognitif dinilai dengan metode WISC IV. Analisis dilakukan dengan uji chi square dan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai p<0,05 dianggap signifikan.Hasil. Delapan puluh tujuh sampel diikutsertakan dengan rerata usia 10,2 (SB 1,75) tahun. Kami menemukan angka prevalensi yang tinggi untuk anak dengan infeksi STH (70,1%). Anak dengan infeksi STH memiliki status gizi yang lebih baik daripada anak tanpa infeksi STH dengan rerata peringkat 44,31 vs 43,27, tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,816). Anak dengan infeksi STH memiliki rerata peringkat kemampuan kognitif yang relatif lebih rendah daripada anak tanpa infeksi STH (43,77 vs 44,54), tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,885). Prestasi belajar anak dengan infeksi STH lebih tinggi daripada anak tanpa infeksi STH, tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,317).Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi STH dengan status nutrisi, kemampuan kognitif, dan prestasi belajar pada anak di komunitas ini.
Peningkatan Sensitivitas Dua Kali Uji Tuberkulin untuk Mendeteksi Infeksi Tuberkulosis pada Anak dengan Penyakit Keganasan Arismunanto Kurniawan; Fifi Sofiah; Dian Puspita Sari; Yuwono Yuwono
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.245-51

Abstract

Latar belakang. Pasien imunokompromais lebih berisiko terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Sensitivitas uji tuberkulin pada pasien anak dengan keganasan berkurang karena penurunan T helper 1 (Th 1). Diperlukan dua kali uji tuberkulin untuk meningkatkan sensitivitas uji tuberkulin pada anak dengan keganasan.Tujuan. Mengetahui penggunaan dua kali uji tuberkulin lebih sensitif mendeteksi infeksi tuberkulosis pada anak dengan keganasan dibandingkan satu kali uji tuberkulin.Metode. Penelitian cross sectional dilakukan Juli 2016 sampai 31 Maret 2017 pada pasien anak yang baru terdiagnosis penyakit keganasan, usia 6 bulan sampai 18 tahun di Rumah Sakit Dr. M. Hoesin (RSMH). Uji tuberkulin dilakukan pada semua subjek. Anak dengan hasil uji tuberkulin negatif saat uji tuberkulin pertama, dilakukan uji tuberkulin kedua setelah 2 sampai 4 minggu uji tuberkulin pertama. Hasil positif bila indurasi ≥5 mm.Hasil. Lima puluh pasien anak dengan keganasan ikut dalam penelitian. Tigapuluh dua subjek laki-laki, 18 subjek perempuan. Jenis penyakit keganasan terbanyak adalah leukemia limfoblastik akut 27 (54%). Pada uji tuberkulin pertama didapatkan hasil positif pada 4 subjek dan pada uji tuberkulin kedua didapatkan hasil positif pada 7 subjek. Terdapat perbedaan signifikan (p<0,001) antara indurasi hasil uji tuberkulin pertama dan kedua. Terdapat peningkatan sensitivitas dua kali uji tuberkulin dibandingkan satu kali uji tuberkulin.Kesimpulan. Penggunaan dua kali uji tuberkulin pada anak dengan keganasan lebih sensitif untuk mendeteksi infeksi tuberkulosis dibandingkan satu kali uji tuberkulin.
Perbedaan Kadar Lisozim dalam Air Susu Ibu (ASI) pada Bayi Sehat dan Bayi Sakit yang Mendapat ASI Eksklusif Irwandi Irwandi; Gustina Lubis; Nur Indrawati Lipoeto
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.273-8

Abstract

Latar belakang. Air susu ibu (ASI) sangat diperlukan selama masa pertumbuhan dan perkembangan bayi untuk meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung anti mikroba seperti lisozim. Air Susu Ibu mengandung 300 kali lebih banyak lisozim dibandingkan susu sapi. Lisozim berperan sebagai sistem imunitas alami yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam infeksi.Tujuan. Mengetahui perbedaan kadar lisozim dalam ASI pada bayi sehat dan bayi sakit yang mendapat ASI eksklusif.Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang komparatif, dilakukan pada September-November 2016 di beberapa Puskesmas di kota Padang dan RSUP Dr M Djamil Padang.Hasil. Lisozim lebih tinggi dalam ASI di kelompok bayi sakit dibandingkan ASI di kelompok bayi sehat, tetapi perbedaannya tidak bermakna (p 0,183). Lisozim lebih tinggi dalam ASI di kelompok bayi yang menderita infeksi saluran nafas dibandingkan dengan bayi yang menderita infeksi saluran cerna. Kesimpulan. Terdapat perbedaan kadar lisozim dalam ASI pada bayi sehat dan bayi sakit yang mendapat ASI eksklusif, tetapi secara statistik perbedaannya tidak bermakna.
Petanda Imunofenotip CD10 Sendiri Atau Bersama CD3 Atau CD13/CD33 sebagai Faktor Prognosis Luaran Terapi Fase Induksi Leukemia Limfoblastik Akut Anak Eggi Arguni; Sasmito Nugroho; Sri Mulatsih; Sutaryo -
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.260-6

Abstract

Latar belakang. Kegagalan terapi masih menjadi penyumbang terbesar bagi mortalitas anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA). Ekspresi CD10 menentukan diferensiasi sebagian besar leukemia sel B. Petanda imunofenotip untuk LLA sel T, yaitu CD3, dan myeloid antigen, yaitu CD13/CD33, dengan jumlah kecil juga terekspresi pada B-ALL. Tujuan. Mengetahui pengaruh ekspresi CD10 sendiri atau bersama dengan CD3 atau CD13/CD33 terhadap luaran terapi fase induksi LLA anak.Metode. Desain penelitian menggunakan nested case-control. Sampel penelitian merupakan pasien LLA anak yang baru terdiagnosis di INSKA RSUP Dr Sardjito Yogyakart Januari 2006-Desember 2009, dilengkapi pemeriksaan imunofenotip saat penegakan diagnosis. Analisis bivariat dan multivariat digunakan untuk menentukan faktor prognosis independen terhadap luaran terapi. Hasil. Seratus enam puluh tujuh pasien diikutsertakan dalam penelitian ini. Faktor usia dan ekspresi CD10 merupakan faktor prognosis independen yang menentukan luaran terapi fase induksi. Kelompok usia <1 tahun dan >10 tahun akan mengalami gagal remisi (OR 3,1; IK95%: 1,271-7,625; p=0,013), dan LLA anak dengan CD10 negatif akan mengalami gagal remisi 2,7 kali lebih tinggi dibanding CD10 positif (IK95%: 1,171-6,232; p=0,020). Kesimpulan. CD10 negatif merupakan faktor prognosis independen terhadap kejadian gagal remisi. Ekspresi imunofenotip CD10 bersama CD3 dan CD13/CD33, bukan merupakan faktor prognosis bagi luaran terapi fase induksi. 

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue