Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Problematika Kompetensi Verbal Guru Bahasa Indonesia di Kelas Lutfitasari, Wevi; Dwi Sudarto, Yoharwan
JOURNAL OF EDUCATION FOR ALL Vol 1 No 1 (2023): Januari - Maret 2023
Publisher : Yayasan Arrahman Nahdlatul Wathan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61692/edufa.v1i1.13

Abstract

This study aims to review the problems of teacher pedagogical competencies, especially communication competencies that must be developed by teachers to interact with students. These problems were obtained through a critical review of research articles related to teacher communication competence in learning. There are three problems faced by teachers related to the implementation of their communication competence, namely problems in giving praise, receiving ideas, and motivating students. These problems can be minimized by developing transformative humanistic and intellectual education.
ANALYSIS OF MORPHOLOGICAL REDUPLICATION IN LOCAL MADURA POETRY Lutfitasari, Wevi; Taembo, Maulid; Maulidia Putri, Ifa
Metahumaniora Vol 14, No 1 (2024): METAHUMANIORA, APRIL 2024
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v14i1.51949

Abstract

Reduplikasi merupakan salah satu proses morfologis yang menghasilkan bentukan kata baru dan makna gramatikal pada hasil bentukan tersebut melalui pengulangan kata (Lutfitasari, 2023:35). Artinya, reduplikasi menjadi teori potensial untuk telaah makna-makna gramatikal pada bentuk pengulangan kata dalam syair lokal Madura. Syair lokal Madura memiliki makna unik sebagai penggambaran fenomena kebudayaan masyarakat Madura. Makna unik tersebut juga melekat pada bentuk pengulangan kata sebagai hasil dari proses morofologis (reduplikasi), sehingga bentukan morfologis pada syair lokal Madura menjadi tema menarik untuk ditelaah secara mandalam. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguraikan jenis reduplikasi morfologis dalam syair lokal Madura yang memiliki makna gramatikal sebagai cerminan kebudayaan masyarakat Madura. Ada dua fokus penelitian ini, yaitu 1) menganalisis jenis reduplikasi morfologis syair lokal Madura, dan 2) menganalisis fungsi makna gramatikal pada bentuk reduplikasi dalam syair lokal Madura sebagai cerminan kebudayaan Masyarakat Madura. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang berfungsi untuk menguraikan hasil telaah jenis dan makna reduplikasi. Sumber data penelitian ini berasal dari syair-syair lokal Madura berupa paparegan, kejhung, dan syi’ir Madura. Ada dua hasil penelitian ini. Pertama, jenis reduplikasi morfologis dalam syair lokal Madura berupa jenis kata ulang sebagian regresif dan termasuk dalam dwilingga. Bentukan reduplikasi morfologis tersebut berupa kategori kata nomina, adjektiva, numeralia (bilangan atau kuantitas), adverbial, dan verba. Kedua, makna gramatikal pada bentukan reduplikasi morfologis dalam syair lokal Madura berfungsi untuk mengungkapkan karakteristik budaya andhap asor (rendah hati), keragaman hasil laut, nilai sosial yang dipatuhi oleh perempuan Madura, kedudukan dalam pertemanan, dan wujud kepatuhan masyarakat madura.
Eksistensi Tokoh Pambayun dalam Novel “Sihir Pambayun” Karya Jaka Santosa: Kajian Hermeneutika Habermas Akbar, Syekhfani Alif; Lutfitasari, Wevi; Sulthon Adhi Syahputra
Jurnal Ilmiah FONEMA : Jurnal Edukasi Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 6 No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Dr. Soetomo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.989 KB) | DOI: 10.25139/fn.v6i1.5241

Abstract

Eksistensi manusia sangatlah penting dan menarik untuk dipahami lebih mendalam terutama apabila menyangkut eksistensi manusia pada masyarakat. Eksistensi manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Untuk melihat bagaimana eksistensi dan ekspresi manusia dalam pada kontestasi kehidupan bermasyarakat, oleh karenanya penelitian ini berfokus pada bagaimana eksistensi manusia dapat dipahami melalui ekspresi-ekspresi yang muncul dalam dialog dalam novel Sihir Pambayun karya Jaka Santosa menggunakan pendekatan hermeneutika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Adapun objek yang dijadikan sumber utama adalah novel. Hasilnya ada tiga aspek penting yang memengaruhi eksistensi diri manusia melalui ekspresi. Pertama, aspek linguistik yang berhubungan dengan penggambaran atas pemahaman simbol-simbol bahasa sebagai bahasa murni. Kedua, aspek tindakan yang berkaitan dengan kegiatan penjabaran aktivitas tubuh Ketiga, aspek pengalaman yang berhubungan dengan kecenderungan yang diungkapkan melalui tindakan nonverbal.
Function and Meaning of Madurese Folk Songs and Literary Expressions in Sumenep Regency TAEMBO, MAULID; Lutfitasari, Wevi; Afifah, Nur; Arifin, Ayu
Jurnal Pamator : Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo Vol 17, No 2: April - June 2024
Publisher : LPPM Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/pamator.v17i2.25360

Abstract

Oral literature, such as folk songs and literary expressions (poems and proverbs), contains the local wisdom of the community that owns it. This research aims at explaining the function and meaning contained in Madurese folk songs and literary expressions. The description of the meaning and function of Madurese literature provides many valuable lessons regarding Madurese local wisdom. It is one of ways to maintain and develop the local culture. Research data was collected through documentation, observation and interview methods using note-taking and recording techniques. This research used qualitative descriptive analysis in semiotic study. Based on research results, Madurese folk songs and literary expressions have many functions such as giving advice, increasing joy, informing certain event procedures, showing certain beliefs, and increasing self-confidence and enthusiasm for working. Besides, Madurese folk songs and literary expressions have valuable meanings, such as religious, struggle, perseverance, patience, discipline, self-respect, beauty, manners of way, togetherness, hard work, sincerity, and honesty. These functionsare still maintained today. In fact, the meaning contained in these folk songs and literary expressions always accompanies the behavior and activities of the Madurese people. In brief, folk songs and literary expressions in Sumenep have various functions and dense meanings in daily activities. Keywords: function, meaning, folksongs, expressions, Madura local wisdom
Tawaduk Santri In Nusantara Cultural Perspective: A Multi-Discourse Analysis Khotimah, Khusnul; Lutfitasari, Wevi; Taembo, Maulid; Hipni, Mohammad
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 26, No 2 (2024): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/eh.v26i2.28684

Abstract

The pesantren tradition is a vital aspect of Nusantara culture that shapes students' humility in both religious and cultural practices. This humility (tawaduk) is expressed through distinct attitudes and activities. This study aims to present symbols of students' humility within Nusantara cultural practices and explore the ecological aspects of the unique pesantren culture as portrayed in mass media. This qualitative research utilizes a discourse analysis framework. In mass media discourse, symbols of students' humility are reflected in socio-cultural dimensions through cultural practices such as "cocoghen" rituals, Quranic study sessions ("ngaji kitab"), welcoming the night of Eid al-Adha, seclusion ("khalwat"), and communal meals ("mayoran"). These practices honor Prophet Muhammad, instill noble ethics, foster Islamic brotherhood (ukhuwah islamiyah), encourage surrender to Allah, and promote restraint from worldly desires. Additionally, the pesantren cultural practices serve as environments that preserve local customs, shape students' character, foster brotherhood, offer experiential learning, impart life values, and cultivate self-restraint. The finding of this research provides distinctive insights into the practices of local pesantren traditions, serving as a foundation for the development of the unique cultural heritage of the archipelago. Tradisi pesantren merupakan aspek penting dari budaya Nusantara yang membentuk kerendahan hati (tawaduk) para santri dalam praktik keagamaan dan budaya. Kerendahan hati ini diekspresikan melalui sikap dan aktivitas yang khas. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan simbol-simbol kerendahan hati santri dalam praktik budaya Nusantara serta mengeksplorasi aspek ekologi dalam budaya unik pesantren seperti yang digambarkan dalam media massa. Penelitian kualitatif ini menggunakan kerangka analisis wacana. Dalam wacana media massa, simbol-simbol kerendahan hati santri tercermin dalam dimensi sosial-budaya melalui praktik-praktik budaya seperti ritual "cocoghen", pengajian kitab suci Al-Quran ("ngaji kitab"), menyambut malam Idul Adha, pengasingan diri ("khalwat"), dan makan bersama ("mayoran"). Praktik-praktik ini bertujuan untuk menghormati Nabi Muhammad, menanamkan etika luhur, mempererat ukhuwah Islamiyah, mendorong penyerahan diri kepada Allah, dan menahan diri dari keinginan duniawi. Selain itu, praktik budaya pesantren berfungsi sebagai lingkungan yang melestarikan adat lokal, membentuk karakter santri, mempererat persaudaraan, memberikan pembelajaran melalui pengalaman, menanamkan nilai-nilai kehidupan, dan melatih pengendalian diri. Temuan penelitian ini memberikan wawasan yang khas mengenai praktik tradisi lokal pesantren, yang menjadi dasar pengembangan warisan budaya unik Nusantara.
Discourse of Asceticism: A Critical Textual Analysis and Social-Identity Practices in Pesantren Lutfitasari, Wevi; Mujtahidin, Mujtahidin; Vidiarama, Made Arya
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 27, No 2 (2025): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/eh.v27i2.32305

Abstract

The discourse of asceticism functions as a distinctive identity that reflects the idealization of pesantren life, rooted in a high level of spirituality. Previous studies have explored pesantren traditions from various angles but none have provided a holistic account of asceticism within pesantren. This research offers novelty by analyzing ascetic traditions through both discourse and social practice, highlighting how santri’s interaction with their social environment shapes and sustains these values. This study aims to present expressions of asceticism within linguistic discourse and to describe its dimensions in pesantren traditions as reflections of that discourse. This research is categorized as descriptive qualitative research, employing Fairclough's conception of discourse theory, focusing on both the textual level and the dimension of social practice. Two key findings emerge: first, the linguistic characteristics of the three pesantren reflect asceticism through calligraphy and Islamic advice, promoting spiritual deepening, socio-spiritual relationships, the strengthening of faith and reliance on God, the development of intellect and character, self-restraint from materialism, and a simple way of life.. Second, the dimension of asceticism in the pesantren tradition is reflected in spiritual practices and a distinctive lifestyle, such as concentration on God, affirmation of monotheism, love for the Prophet Muhammad, self-restraint from arrogance, and the creation of harmony through self-discipline. In conclusion, within the pesantren tradition, the conception of ascetic discourse is expressed through linguistic discourse that reflects the distinctive aspects of pesantren life in deepening Islamic spirituality and embracing simplicity. Further studies are needed to compare the varying ascetic traditions practiced in pesantren across different regions. In addition, conducting surveys with santri would help reveal their perspectives on how linguistic discourse shapes and influences these ideals. Wacana asketisme berfungsi sebagai identitas khas yang mencerminkan idealisasi kehidupan pesantren, yang berakar pada aspek spiritualitas tinggi. Kajian sebelumnya telah meneliti tradisi pesantren dari berbagai sudut namun belum ada yang memberikan gambaran menyeluruh tentang asketisme dalam pesantren. Penelitian ini menawarkan kebaruan dengan menganalisis tradisi asketis melalui perspektif wacana dan praktik sosial, serta menyoroti bagaimana interaksi santri dengan lingkungan sosialnya membentuk dan mempertahankan nilai-nilai tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan ekspresi-ekspresi asketisme dalam diskursus linguistik dan mendeskripsikan dimensinya dalam tradisi pesantren sebagai refleksi dari diskursus tersebut. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif deskriptif dengan mengambil konsepsi Fairclough tentang teori wacana kebahasaan pada tataran tekstual dan dimensi praktis sosial. Dua temuan utama muncul: Pertama, karakteristik linguistik di tiga pesantren mencerminkan ekspresi asketisme yang berasal dari seni kaligrafi dan nasihat Islam. Wacana ini menyampaikan rekomendasi untuk memperdalam hubungan spiritual dengan Allah, hubungan sosial-spiritual, keimanan dan tawakal, pengembangan intelektualitas dan akhlak, pengendalian diri terhadap materialisme, dan kesederhanaan hidup. Kedua, dimensi asketisme dalam tradisi pesantren terwujud dalam praktik-praktik spiritual dan gaya hidup yang khas. Dimensi-dimensi ini mengarah pada fenomena seperti latihan konsentrasi yang diarahkan kepada Allah, praktik yang menegaskan keesaan Allah, mencintai Rasulullah sebagai bagian dari rukun iman, pengendalian diri terhadap kesombongan, serta upaya untuk menciptakan keharmonisan melalui saling mengatur diri. Sebagai kesimpulan, dalam tradisi pesantren, konsepsi wacana asketisme diekspresikan melalui wacana linguistik yang berisi kekhasan kehidupan pesantren dalam memperdalam spiritualitas islami dan kesederhanaan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan berbagai tradisi asketis yang dipraktikkan di pesantren di berbagai daerah. Selain itu, pelaksanaan survei terhadap para santri akan membantu mengungkap perspektif mereka mengenai bagaimana wacana kebahasaan membentuk dan memengaruhi ideal-ideal tersebut.