Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Konsep Pengelolaan Wilayah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Moronene Hukaea Laea Jabalnur, Jabalnur
Halu Oleo Law Review Vol 4, No 1 (2020): Halu Oleo Law Review: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.084 KB) | DOI: 10.33561/holrev.v4i1.10918

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk menggali, menganalisis, dan menemukan hukum adat yang mengatur konsep pengelolaan hutan dalam wilayah hak ulayat masyarakat Moronene Hukae Laea. Penelitian ini menggunakan normatif dengan data empiris dengan pendekatan filosofis yakni mengkaji dan menganalisis prinsip-prinsip atau asas-asas serta hakikat nilai filosofis dari kearifan masyarakat hukum adat Moronene Hukaea Laea. Serta mengungkap fakta sosiologis bekerjanya hukum dalam masyarakat hukum adat, khususnya berkaitan dengan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu Masyarakat Hukum Adat Moronene Hukaea Laea dalam mengelola wilayah Hak Ulayatnya dengan membagi delapan wilayah adat yang terdiri dari 1. Inalahi pue, 2. Inalahi popalia, 3. Inalahi peuma, 4. Olobu, 5. Kura. 6. Lueno. 7. Bako. 8. Bolo/peo dari delapan wilayah adat tersebut tidak semua dapat dikelola oleh masyarakat adat, sebab wilayah yang tidak bisa dikelola merupakan hutan larangan yang merupakan bersemayamnya Enteiwonua Dewa Tanah dan Hutan yang menjaga wilayah adat Masyarakat Adat Moronene Hukaea Laea. Memiliki keterkaitan dengan sistem kepercayaan masyarakat hukum adat Moronene dalam hal pemilikan tanah menurut sistem kepercayaan masyarakat hukum adat Moronene adalah hak milik para dewa (Nteiwonua). yang mendiami tanah/hutan itu. Untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut maka Manusia harus melakukan ritual “Mooli” (membeli. Dalam hukum perkawinan masyarakat hukum adat Moronene terkait dengan pengelolaan hutan adalah seorang lelaki harus menyerahkan langa kepada keluarga calon mempelai perempuan. Berupa Langa yaitu: 1 buah kapak, 1 buah parang, dan 1 buah tombak. Dalam pengelolaan perladangan di wilayah kura dan inalahi peuma dikenal ada 6 (enam) tahapan utama perladangan.
Kemampuan Masyarakat Hukum Adat Moronene Hukaea Laea Menangkal Penyebaran Penyakit di Masa Pandemi COVID-19 Jabalnur, Jabalnur; Safiuddin, Sahrina; Zuliarti, Wa Ode
Halu Oleo Law Review Vol 5, No 1 (2021): Halu Oleo Law Review: Volume 5 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33561/holrev.v5i1.15118

Abstract

Masyarakat hukum adat Moronene Hukae Laea memiliki pandangan yang khas terkait dengan pandemi COVID-19 yaitu diartikan sebagai reaksi atas perbuatan/tindakan manusia yang sudah berlebihan sehingga mengganggu keseimbangan alam dan memunculkan bala sehingga yang perlu dilakukan adalah melaksanakan upacara Montewehi (penyucian kampung). Selain itu juga diperlukan konsistensi dalam menjaga tradisi yang tanpa disadari tradisi ini membentuk siklus hidup yang sehat sehingga dapat menjadi kekuatan dalam menangkal penyakit.
Tanggung Gugat Pengangkut Terhadap Keterlambatan Pengiriman Barang pada Angkutan Transportasi Laut Kamaluddin, Al Asgar; Hakim, Guswan; Jabalnur, Jabalnur; Yuningsih, Deity
Halu Oleo Legal Research Vol 3, No 1 (2021): Halu Oleo Legal Research: Volume 3 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v3i1.16596

Abstract

Bahwa Tanggung gugat pengangkut berdasarkan Pasal 468 KUHD dan Konvensi Brussel 1924 dalam hal terjadi deviasi karena menghindari suatu kejadian alam yang tidak pernah diperhitungkan maka Pengangkut harus dibebaskan dari Tanggung gugat. Penyelesaian suatu sengketa dalam pengangkutan barang melalui laut pada umumnya telah diatur dalam konosemen atau Bill of Lading sebagai persyaratan pengangkutan (condition of carriage) sebagaimana tercantum dalam cassatoria clause. Karena peraturan di dalam B/L dibuat secara sepihak yaitu dari pihak carrier saja maka untuk melindungi kepentingan pengirim dan penerima perusahaan pelayaran menunjuk pada hukum yang tertinggi (paramount clause) yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa dengan pengirim dan penerima. Untuk perusahaan pelayaran samudera menunjuk hukum yang tertinggi The Hague-Visby Rules 1924, The Hamburg Rules 1978, atau USA Cogsa 1936 di samping hukum dari Negara asal pelayaran tersebut dan Negara asal barang. Sedangkan pengaturan pada pelayaran nusantara mengacu pada Pasal 470 KUHD. PT. Buana Benua Shipping Service Cabang Kolaka, sebagai agen dari Marfret Line mempunyai Bill of Lading yang menganut paramount clause hukum Perancis dan menganut hukum setempat dimana barang berasal jika terjadi suatu sengketa.
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) KOPERASI TKBM KMB NUNULAI KABUPATEN KONAWE BERDASAR HUKUM PENGANGKUTAN Jabalnur, Jabalnur; Saputra, Idris; Handrawan, Handrawan; Ukkas, Jumiat; Yusuf, Haris
Anoa : Jurnal Pengabdian Masyarakat Sosial, Politik, Budaya, Hukum, Ekonomi Vol 5, No 1 (2024):
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52423/anoa.v5i1.48034

Abstract

The port has an important role, for example in trade. Merchant ships that load or deliver goods will stop at the port, this certainly requires adequate human resources and support these activities. In the port, the most visible activity besides transporting passengers is the activity of unloading or loading goods, which means that business entities in the field of sea transportation are needed, in order to be able to encourage the running of loading and unloading activities properly and not cause losses. Loading and unloading activities are the activities of transferring transportation goods both from the transport vessel to the port / dock or vice versa (regulated in Minister of Transportation Regulation Number 152 of 2016 concerning the Implementation and Operation of Loading and Unloading from and to Ships). Article 1 of Ministerial Regulation Number 152 of 2016 concerning the Implementation and Business of Loading and Unloading from and to Ships, states that at the Port which has an influence on the smooth transportation process is the loading and unloading of goods. The services to carry out this activity are carried out by a company as a legal entity called a Loading and Unloading Company or PBM, and cannot be carried out by individual services, one of which is TKBM KMB Nunulai which is engaged in the provision of loading and unloading labor services at the port of Morosi where in the initial survey the implementation is still far from the provisions of what is regulated in transportation and labor law.
Pemberian Ganti Rugi Lahan Masyarakat dalam Pengelolaan Tambang di Kabupaten Kolaka Agusmawati, Mega; Jabalnur, Jabalnur; Hasima, Rahman
JURNAL PENELITIAN SERAMBI HUKUM Vol 18 No 02 (2025): Jurnal Penelitian Serambi Hukum Vol 18 No 02 Tahun 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Batik Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59582/sh.v18i02.1315

Abstract

This research aims to find out the legal consequences of the provision of land compensation by the company PT. Ceria Nugraha Indotama (PT. CNI) to the community that is not in accordance with the agreement and to find out the form of legal remedies carried out by the people of Wollo Village, Wollo District, Kolaka Regency against the provision of land compensation to the community that is not in accordance with the agreement. The research method used is Empirical research. The results of this study show that, (1) The legal consequences of the provision of land compensation by the company PT. Ceria Nugraha Indotama (PT. CNI) to the community that is not in accordance with the agreement is an act of default against the community holding land rights in Wollo Village, Wollo District, Kolaka Regency, because the company does not fulfill its obligations in the agreement made orally with the community regarding the nominal amount of compensation for land acquisition, so as to cause material and immaterial losses and (2) legal remedies that can be carried out by the Village community Wolo, Wollo District, Kolaka Regency against the provision of land compensation to the community that is not in accordance with the non-litigation route, namely the negotiation method with a mechanism as stipulated in Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution.
Edukasi Hukum Tentang Perundungan dan Ujaran Kebencian Pada Siswa SMP di Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan Muhamad Sulihin, La Ode; Tatawu, Guasman; Sirjon, Lade; Jabalnur, Jabalnur; Rizky, Ali
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 5 (2023): Innovative: Journal of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Siswa SMP merupakan masa transisi dari kehidupan masa kanak-kanak menjadi dewasa. Pada masa ini para siswa secara psikologis dan emosional belum seimbang dan belum stabil. Kondisi ini rentan dengan berbagai perilaku menyimpang. Contoh perilaku menyimpang yang saat ini kerap dilakukan oleh siswa adalah perundungan atau bullying. Perilaku perundungan di kalangan siswa sangat membutuhkan perhatian. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kesadaran hukum terhadap mereka melalui penyuluhan hukum. Kegiatan penyuluhan hukum ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Konsel dan SMP Negeri 12 Konsel dengan metode pemberian pengarahan tentang hukum secara langsung melalui ceramah dan diskusi. Melalui aktivitas pengabdian ini, diharapkan para siswa dapat mengetahui aturan hukum tentang perundungan (bullying). Dengan pengetahuan tersebut, para siswa memahami bahwa perbuatan-perbuatan perundungan adalah perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana (undang-undang) dan diancam dengan sanksi pidana. Hasil penyuluhan ini menggambarkan terjadi lonjakan pengetahuan yang diperoleh siswa, yang akan mendukung kesadaran, ketaatan, dan kepatuhan siswa terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.