Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Reflecting the Value of Character Education in Lesson Planning Panggabean, Justice Zeni Zari
Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar Vol 6, No 1 (2022): February 2022
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jisd.v6i1.41427

Abstract

Changes in the curriculum and its tools require competent teachers to make lesson plans. Teachers also provide challenges as educational actors who internalize character values through lesson planning. This study aimed to analyze the reflection of character education carried out by teachers in learning planning. This study uses a descriptive quantitative design with a survey model to collect documents related to the object under study. The sampling method was used to determine the participants who found 11 people. Data collection was carried out using observation techniques using instruments containing a statement of the indicator numbers produced, valid for as many as 20 statement items. The data processing technique uses a parametric calculation application. The results showed that elementary school teachers' reflection of character education in lesson planning had been implemented to invite students' awareness in responding as much as 45.55%. The conclusions in this study indicate that the teacher's character has an important role to be used as an example in the inculcation of character values so that it is possible to apply character values in learning planning to make it easier for teachers to integrate character values in learning.
Pendidikan Kristiani Berbasis Berpikir Kritis: Sebuah Tawaran Model Pembelajaran Demokratis Berdasarkan Pemikiran Pendidikan Membebaskan Menurut Paulo Freire Justice Zeni Zari Panggabean
Harati: Jurnal Pendidikan Kristen Vol 2 No 2 (2022): HaratiJPK: Oktober
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kristen IAKN Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.868 KB) | DOI: 10.54170/harati.v2i2.101

Abstract

Freedom of learning for students can be carried out in the practice of Christian education, because it is important for the need to face social realities in everyday life. However, most Christian educational practices prioritize spiritual teachings that talk about life outside the real world. Christian education should play its role in generating spiritual understanding that is relevant to social (reality) transformation. Based on this, the importance of critical awareness aims as the actualization of Christian values ​​carried out in the reality of life. Paulo Freire's thinking in the concept of liberating education is used as a lens for teaching critical thinking, and dialogue as a democratic learning model for teachers and students to be able to think freely, have opinions, and have critical awareness. The research method used is qualitative research through literature review by reviewing books, journals by analyzing data by summarizing, and synthesizing information related to the topic. The results of this study found that: the development of the potential of students related to social transformation, the elaboration of Christian education and liberating education to build critical awareness of teachers and students, dialogue has the potential as a democratic model in learning. In conclusion, critical thinking is very suitable in Christian learning because this activity links social, emotional, and moral experiences for social transformation. Kebebasan belajar bagi naradidik dapat dilakukan dalam praktek pendidikan Kristiani, karena hal itu penting untuk kebutuhan menghadapi realitas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, praktik pendidikan Kristiani lebih mengutamakan pengajaran spiritual yang berbicara tentang kehidupan di luar dunia nyata. Seharusnya pendidikan Kristiani memainkan perannya dalam memunculkan pemahaman spiritual yang relevan dengan transformasi (realitas) sosial. Berdasarkan hal itu, pentingnya kesadaran kritis bertujuan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai Kristiani dilakukan dalam realitas kehidupan. Pemikiran Paulo Freire dalam konsep pendidikan yang membebaskan dijadikan sebagai lensa untuk melakukan pengajaran berpikir kritis, dan dialog sebagai model pembelajaran demokratis untuk guru dan murid dapat bebas berpikir, berpendapat, dan memiliki kesadaran kritis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui literatur review dengan mengkaji buku, jurnal dengan melakukan analisis data dengan meringkas, dan mensintetis informasi terkait topik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: pengembangan potensi naradidik berkaitan dengan transformasi sosial, elaborasi pendidikan Kristiani dan pendidikan yang membebaskan membangun kesadaran kritis guru dan naradidik, dialog berpotensi sebagai model demokratis dalam pembelajaran. Kesimpulannya, pemikiran kritis sangat cocok dalam pembelajaran Kristiani karena aktivitas ini mengaitkan pengalaman sosial, emosional, dan moral untuk transformasi sosial.
Pendidikan Kristiani Transformatif: Kritik Terhadap Kurikulum Katekisasi Gereja Berdasarkan Filsafat Pedagogi Paulo Freire Justice Zeni Zari Panggabean
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 7, No 1 (2022): Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v7i1.726

Abstract

Abstract. This article aims to show the importance of Christian education in the church context which focuses on the history of faith and its relation to social discourse. In general, the practice of Christian education in the church is still indoctrinating. Highlighting this, this paper attempted to establish a dialogue between the theory of critical pedagogy (liberation) of Paulo Freire's thought and the Christian education of the church (sidi catechism). The discussion in this article shows that the application of Paulo Freire's concept of critical pedagogy can emancipate catechism learning as an experience of religious faith. The faith’s evidence is shown in the reflection of personal life and to the world around it. Transformative Christian education in the teaching of catechism is important to be carried out with critical action and reflection as an appreciation of living together for better social change.Abstrak. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya Pendidikan Kristiani dalam konteks gereja yang berfokus dari sejarah iman dan kaitannya dengan wacana sosial. Pada umumnya, praksis Pendidikan Kristiani di gereja masih bersifat indoktrinatif. Menyoroti hal itu, tulisan ini berupaya untuk mendialogkan teori pedagogi kritis (pembebasan) dari pemikiran Paulo Freire dengan Pendidikan Kristiani gereja (katekisasi sidi). Pembahasan dalam artikel ini menunjukkan bahwa penerapan konsep pedagogi kritis dari Paulo Freire dapat mengemansipasi pembelajaran katekisasi sebagai pengalaman iman religius. Bukti iman diperlihatkan dalam refleksi kehidupan personal dan dunia sekitarnya. Pendidikan Kristiani transformatif dalam pengajaran katekisasi penting dilakukan dengan aksi dan refleksi kritis sebagai penghayatan hidup bersama untuk perubahan sosial yang lebih baik.
Toleransi sebagai Model Relasi Kerukunan Umat Beragama dalam Pendidikan Kristiani Panggabean, Justice Zeni Zari
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 4, No 2: Pebruari 2022
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v4i2.92

Abstract

Tolerance in the context of religion is an attitude of mutual respect, mutual respect in practicing the equality of religious teachings, and cooperation in social and state life. Tolerance as a model of religious harmony can be done by teaching and practicing their respective religions. The problems that occur are often the teaching of religious education, tolerance is carried out excessively so that it instills unhealthy doctrine for its adherents. The paper aims: first, to explain tolerance as a model of religious harmony; the second describes the concept of teaching Christian education as a reflection of sensitivity to knit religious harmony; the third offer a solution to the problem of low tolerance due to ethnic stereotypes of fanaticism. The importance of an attitude that is able to maintain harmony in inter-religious communication that leads to religious harmony. The method used is a qualitative research approach that describes the study of tolerance as a model of religious harmony in Christian education. The data was used to describe some of the literature related to the topics discussed. The result indicates that teaching Christian education is a forum for fostering a model of togetherness and religious harmony associated with the subject matter. The conclusion of the embodiment of tolerance as a model of the relationship of religious harmony invites the empathetic thinking power of educators and students to create an atmosphere of peace and religious security. In this case, tolerance as a model of religious harmony in Christian education minimizes conflict in the name of religion as a way to prevent discrimination against a religion.   AbstrakToleransi dalam konteks agama berkaitan dengan sikap yang didalamnya ada rasa menghormati, menghargai pengamalan ajaran agama dalam kesetaraan dan kerja sama, baik kehi-dupan bermasyarakat maupun bernegara. Toleransi sebagai model relasi kerukunan umat beragama dapat dilakukan dengan upaya pengajaran dan pengamalan masing-masing agama. Permasalahan dalam pendidikan agama, adalah menanamkan doktrin yang kurang sehat bagi para pemeluknya secara berlebihan. Tujuan dalam tulisan ini yaitu: pertama, menguraikan toleransi sebagai model relasi kerukunan umat beragama; kedua mendeskripsikan konsep pengajaran pendidikan kristiani sebagai refleksi kepekaan untuk merajut kebersamaan kerukunan umat beragama; ketiga menawarkan dialog sebagai dasar toleransi kerukunan umat beragama. Pentingnya sikap yang mampu menjaga keharmonisan dalam komunikasi antar umat beragama yang mengarah pada kerukunan umat beragama. Metode yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif yang mendeskripsikan kajian toleransi sebagai model kerukunan umat beragama dalam pendidikan Kristiani. Data yang digunakan menguraikan beberapa literatur yang berkaitan dengan topik yang diahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran pendidikan kristiani merupakan wadah memupuk model kebersamaan dan kerukunan umat beragama yang dikaitkan dalam materi pelajaran. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perwujudan toleransi sebagai model relasi kerukunan umat beragama mengundang daya berpikir empati para pendidik dan nara didik untuk menciptakan suasana damai dan aman bagi agama-agama. Dalam hal ini, toleransi sebagai model kerukukan umat beragama dalam pendidikan Kristiani meminimalisir konflik yang mengatasnamakan agama sebagai pencegahan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama.
Peran Kepala Sekolah Sebagai Manajer Dalam Meningkatkan Layanan Administrasi Tata Usaha di SMK Negeri 1 Doloksanggul Nainggolan, Rika; Pakpahan, Betty A. S.; Lumbantobing, Lasmaria; Panggabean, Justice Zeni Zari
Areopagus : Jurnal Pendidikan Dan Teologi Kristen Vol 22, No 2 (2024): September
Publisher : IAKN Tarutung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46965/ja.v22i2.2312

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran kepala sekolah sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan layanan administrasi tata usaha di SMK Negeri 1 Doloksanggul. Bentuk penelitian menggunakan metode kualitatatif dengan pendekatan wawancara. Peneliti mengumpulkan data dari informan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, landasan teori yang digunakan adalah peran kepala sekolah sebagai manajer untuk meningkatkan layanan tata usaha. Teori yang digunakan berdasarkan tulisan Supatmi dan Masluyah Suib yakni: (a) Kepala sekolah sebagai manajer merencanakan (planning) yaitu menyusun program kerja tata usaha; (b) Kepala sekolah sebagai manajer melakukan pengorganisasian (organizing) pembagian tugas; (c) Kepala sekolah sebagai manajer dalam pengawasan (controling) kunjungan langsung keruangan tata usaha; (d) Kepala sekolah sebagai manajer dalam evaluasi (evaluating) menilai hasil kerja staf tata usaha. Hasil dari penelitian memperlihatkan bahwa peran kepala sekolah sebagai manajer dalam meningkatkan layanan administrasi tata usaha di SMK Negeri 1 Doloksanggul sudah maksimal.
REPRESENTASI TRADISI UPA-UPA (MANGUPA) SEBAGAI SIMBOL DALAM PENDIDIKAN KRISTIANI PADA MASYARAKAT BATAK Panggabean, Justice Zeni Zari
RERUM: Journal of Biblical Practice Vol. 5 No. 1 (2025): RERUM: The Journal of Biblical Practice
Publisher : Moriah Theological Seminary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55076/rerum.v5i1.397

Abstract

The Mangupa-upa tradition is one of the cultural practices rooted in the value system of the Batak people, which has undergone a process of adaptation and transformation along with the entry of Christianity into the Batak Land. This study aims to examine how Mangupa-upa is not only maintained as a cultural heritage, but also reinterpreted as an expression of Christian faith in the context of modern Batak. Using library research methods and a phenomenological approach, this study analyses the symbolic meaning of Mangupa-upa and its transformation in the spiritual and social life of the Christian Batak community. The results show that symbolic elements in this tradition such as giving blessings, prayers, and wearing ulos have received theological reinterpretation as symbols of God's blessings, sending, and inheritance of faith. This transformation reflects the creative dynamics of inculturation between Christian faith and local culture. Furthermore, this study recommends the integration of Mangupa-upa values into the Christian religious education curriculum contextually as a means of relevant faith education rooted in cultural identity. Thus, Mangupa-upa is not only a symbol of tradition, but also a medium for spreading the Gospel which affirms noble values such as solidarity, gratitude, and prayer in the light of the Christian faith. Tradisi Mangupa-upa merupakan salah satu praktik budaya yang berakar dalam sistem nilai masyarakat Batak, yang telah mengalami proses adaptasi dan transformasi seiring masuknya Kekristenan ke Tanah Batak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tradisi Mangupa-upa tidak hanya dipertahankan sebagai warisan budaya, tetapi juga dimaknai ulang sebagai ekspresi iman Kristen dalam konteks Batak modern. Dengan menggunakan metode penelitian pustaka dan pendekatan fenomenologis, kajian ini menganalisis makna simbolik dari Mangupa-upa dan transformasinya dalam kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Batak Kristen. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur simbolik dalam tradisi ini seperti pemberian berkat, doa, dan pemakaian ulos telah memperoleh reinterpretasi teologis sebagai lambang berkat Allah, pengutusan, serta pewarisan iman. Transformasi ini mencerminkan dinamika kreatif inkulturasi antara iman Kristen dan budaya lokal. Lebih lanjut, penelitian ini merekomendasikan integrasi nilai-nilai Mangupa-upa ke dalam kurikulum pendidikan agama Kristen secara kontekstual sebagai sarana pendidikan iman yang relevan dan berakar pada identitas budaya. Dengan demikian, Mangupa-upa tidak hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga media pewartaan Injil yang mengafirmasi nilai-nilai luhur seperti solidaritas, syukur, dan doa dalam terang iman Kristen.
Pendidikan Kristiani Berbasis Berpikir Kritis: Sebuah Tawaran Model Pembelajaran Demokratis Berdasarkan Pemikiran Pendidikan Membebaskan Menurut Paulo Freire Panggabean, Justice Zeni Zari
Harati: Jurnal Pendidikan Kristen Vol 2 No 2 (2022): HaratiJPK: Oktober
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kristen IAKN Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54170/harati.v2i2.101

Abstract

Freedom of learning for students can be carried out in the practice of Christian education, because it is important for the need to face social realities in everyday life. However, most Christian educational practices prioritize spiritual teachings that talk about life outside the real world. Christian education should play its role in generating spiritual understanding that is relevant to social (reality) transformation. Based on this, the importance of critical awareness aims as the actualization of Christian values ​​carried out in the reality of life. Paulo Freire's thinking in the concept of liberating education is used as a lens for teaching critical thinking, and dialogue as a democratic learning model for teachers and students to be able to think freely, have opinions, and have critical awareness. The research method used is qualitative research through literature review by reviewing books, journals by analyzing data by summarizing, and synthesizing information related to the topic. The results of this study found that: the development of the potential of students related to social transformation, the elaboration of Christian education and liberating education to build critical awareness of teachers and students, dialogue has the potential as a democratic model in learning. In conclusion, critical thinking is very suitable in Christian learning because this activity links social, emotional, and moral experiences for social transformation. Kebebasan belajar bagi naradidik dapat dilakukan dalam praktek pendidikan Kristiani, karena hal itu penting untuk kebutuhan menghadapi realitas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, praktik pendidikan Kristiani lebih mengutamakan pengajaran spiritual yang berbicara tentang kehidupan di luar dunia nyata. Seharusnya pendidikan Kristiani memainkan perannya dalam memunculkan pemahaman spiritual yang relevan dengan transformasi (realitas) sosial. Berdasarkan hal itu, pentingnya kesadaran kritis bertujuan sebagai aktualisasi dari nilai-nilai Kristiani dilakukan dalam realitas kehidupan. Pemikiran Paulo Freire dalam konsep pendidikan yang membebaskan dijadikan sebagai lensa untuk melakukan pengajaran berpikir kritis, dan dialog sebagai model pembelajaran demokratis untuk guru dan murid dapat bebas berpikir, berpendapat, dan memiliki kesadaran kritis. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui literatur review dengan mengkaji buku, jurnal dengan melakukan analisis data dengan meringkas, dan mensintetis informasi terkait topik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: pengembangan potensi naradidik berkaitan dengan transformasi sosial, elaborasi pendidikan Kristiani dan pendidikan yang membebaskan membangun kesadaran kritis guru dan naradidik, dialog berpotensi sebagai model demokratis dalam pembelajaran. Kesimpulannya, pemikiran kritis sangat cocok dalam pembelajaran Kristiani karena aktivitas ini mengaitkan pengalaman sosial, emosional, dan moral untuk transformasi sosial.
Inclusive and Personalization: Reinterpreting Christian Education Learning Planning Based on the Merdeka Curriculum Panggabean, Justice Zeni Zari
QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama Vol. 17 No. 1 (2025): Qalamuna - Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama
Publisher : Lembaga Penerbitan dan Publikasi Ilmiah Program Pascasarjana IAI Sunan Giri Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37680/qalamuna.v17i1.7239

Abstract

This study investigates the implementation of an inclusive and personalized curriculum in Christian Religious Education at SD Negeri 178492 Pagar Batu Village, North Tapanuli. This study employed a qualitative approach with 23 participants, comprising teachers and students. The findings reveal that the curriculum effectively promoted inclusivity by addressing students' diverse learning needs, backgrounds, and spiritual development. Teachers employed various instructional strategies, such as differentiated tasks and flexible group discussions, while adapting lesson plans to individual interests and abilities. Students appreciated the opportunities to personalize their learning experiences and connect them with religious teachings. However, the study also identified challenges, including limited resources, insufficient training in inclusive education strategies, and inconsistent personalized instruction across different classes. Overall, the research highlights that while the curriculum’s inclusive and personalized approach was largely successful, there remains a need for strengthened professional development and resource support to enhance its consistent and effective application.
Teologi kerja: Kerja sebagai realitas panggilan yang berpusat pada Allah Panggabean, Justice Zeni Zari
KURIOS Vol. 9 No. 3: Desember 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v9i3.551

Abstract

Various work morality issues relate to job satisfaction and comfort. Work is also, in reality, associated with social status. As a result, work is only seen as a certain necessity. On the other hand, work is God's mandate to humans who are given the power to maintain the integrity of His creation. This research will aim to outline: first, the definition of work theology in its context; second, the attitude and calling to work in carrying out God's mandate; and third, the reality of work that is centered on God. In response to this mandate and calling, work theology shows that work attitudes and callings should be centered on God. The research method uses a qualitative approach that describes literature from several theories related to work theology. The result of the discussion in this article is that work theology builds a human perspective to view work in the light of God's insight, purpose, and involvement. This research concludes that work is a calling in the form of acceptance, care, and understanding as God's gift to humans. A calling to work is a mandate to continue God's work. AbstrakBerbagai persoalan moralitas kerja berkaitan dengan kepuasan dan kenyamanan kerja.  Kerja juga dalam realitasnya dikaitkan dengan status sosial. Akibatnya, kerja hanya dipandang sebagai sebuah kebutuhan tertentu. Di sisi lain, kerja adalah mandat Allah kepada mansusia yang diberi kuasa untuk menjaga keutuhan ciptaan-Nya. Tujuan penelitan ini akan menguraikan: pertama, definisi teologi kerja dalam konteksnya; kedua, sikap dan panggilan kerja dalam melaksanakan mandat Allah; ketiga, realitas kerja yang berpusat pada Allah. Sebagai respon akan mandat dan panggilan itu, teologi kerja menunjukkan bahwa sikap dan panggilan kerja seyogianya berpusat pada Allah. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang menguraikan literatur dari beberapa teori terkait dengan teologi kerja. Hasil pembahasan dalam tulisan ini adalah teologi kerja membangun perspektif manusia untuk memandang pekerjaan dalam wawasan, tujuan dan keterlibatan Allah. Penelitian ini membangun kesimpulan bahwa pekerjaan adalah panggilan dalam bentuk penerimaan, pemeliharaan dan pemahaman sebagai anugerah Allah untuk manusia. Panggilan kerja dimaknai sebagai mandat melanjutkan karya Allah. Â