Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memiliki peranan yang cukup penting dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, terutama dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana. LPSK yang diatur dalam UU PSK berfungsi untuk memastikan saksi dan korban dapat memberikan keterangan tanpa rasa takut dan memastikan hak-hak mereka terlindungi. Namun, meskipun telah memiliki kewenangan yang diatur dalam UU tersebut, LPSK menghadapi sejumlah tantangan hukum dalam menjalankan tugasnya. Beberapa kendala utama yang dihadapi LPSK antara lain adalah kurangnya kepastian hukum mengenai perlindungan saksi dan korban, ketidakjelasan kewenangan dalam implementasi putusan hakim, serta kurangnya pengaturan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator (JC). Ketidakjelasan dalam kewenangan serta kurangnya pengaturan yang lebih rinci dalam UU PSK menyebabkan kesulitan bagi LPSK dalam memberikan perlindungan yang maksimal. Selain itu, tantangan dalam koordinasi antara lembaga penegak hukum lainnya serta kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan LPSK menjadi isu yang perlu segera ditangani. Diperlukan revisi terhadap UU PSK untuk memperjelas kewenangan LPSK, memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban, serta memastikan hak-hak dari saksi dan korban terlindungi secara lebih efektif. LPSK harus bekerja lebih intensif dengan lembaga terkait, meningkatkan sumber daya manusia, dan merumuskan kebijakan perlindungan yang lebih terperinci untuk menghadapi tantangannya