Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Bagaimana Paritta Melawan Penyakit? Studi Kajian Pustaka Buddhologi Karniawan, Majaputera; Sutrisno, Sutrisno; Acep, Lauw
Jurnal Ilmu Agama dan Pendidikan Agama Buddha Vol. 4 No. 1 (2022): JIAPAB Vol. 4 No. 1 Maret 2022
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA DHARMA WIDYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diyakini pasien yang mendapatkan bimbingan dan dukungan rohani Keagamaan Buddhadengan pembacaan Paritta dikala sakit memiliki peluang sembuh lebih tinggi, namun ada yangsembuh dan tidak sembuh setelah dibacakan Paritta. Tujuan penelitian ini mencari tahu apakahmanfaat pembacaan Paritta bagi mengatasi penyakit secara Buddha Dhamma. Metode kajianpustaka dengan teknik analisa pararelisasi sutta-sutta (Mah?padessa) ataupun kanon-kanonliteratur lainnya digunakan sebagai pisau analisa. Hasilnya didapati sepuluh hal yang membuatkekuatan Paritta sebagai obat bekerja: (1) Mengandung pernyataan kebenaran (Saccakiriya),(2) Keyakinan (Saddh?), Moralitas (S?la), (4) Cinta kasih (Mett?), (5) Kebenaran (Sacca), (6)Pelafalan dan hafal (V?c?), (7) Pembaca dan yang dibacakan tidak dalam pengaruh limarintangan batin (Pañca N?vara??), (8) Tidak ada halangan karena Perbuatan masa lalu(Kamm?-vara?ena), Halangan karena kekotoran batin masa kini (Kiles?-vara?ena), ataupunhalangan karena kurangnya keyakinan (Asadda-hanat?ya). (9) Menyimak kemudianmerasakan perasaan gembira (Attamana) ketika dan setelah Paritta dibacakan, (10) Harusdilafalkan atau ada mahluk yang melafalkan.
Pengaruh Kedisiplinan Bermeditasi Terhadap Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) Komunitas Buddhis Dalam Usia Produktif Di STAB Nalanda: Pengaruh Kedisiplinan Bermeditasi Terhadap Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) Komunitas Buddhis Dalam Usia Produktif Di STAB Nalanda Henry Remanlay; R. Surya Widya; Lauw Acep
Dhammavicaya Vol. 5 No. 1 (2021): Jurnal Dhammavicaya
Publisher : STAB Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT ISPA is a disease that continues to be a burden to society, both in terms of the burden of illness suffered and from the financial side. at least 500 million ISPA incidents in the United States, and affect the economy of up to USD 40 billion per year. ISPA is an acute symptom characterized by coughing and fatigue. According to the 2013 RISKESDAS Indonesia, the incidence of ISPA in Indonesia from 2007 to 2013 was 25%. Handling that is done in dealing with ISPA is done with medication. ISPA in Traditional Chinese Medicine (TCM) is also called Ganmao. TCM treats ISPA, using acupuncture and herbal methods, while for prevention, exercises such as qigong and meditation are also applied. Meditation itself has been scientifically researched and recognized to be able to reduce stress and support health This study aims to examine the effect of meditation, especially Ānāpānasati, on the frequency of ARI incidence. The research "pre-experimental designs, one-group pre-test-post" was conducted on 73 subjects of Buddhist STAB Nalanda students who did Ānāpānasati meditation, through filling out journals, meditation discipline questionnaires, and ISPA WURRS-21 questionnaires (Wisconsin Upper Respiratory Symptom Survey-21). The results of the study found that the discipline level of STAB Nalanda students' meditation was 85% of their ideal value. And the discipline of meditation performed by STAB Nalanda students was proven to have an influence on the frequency of ISPA incidence with count -2.82 and p <0.05. Key words : Meditation, Ānāpānasati, Acute Airway Infections (ARI), Traditional Chinese Medicine (TCM, Traditional Chinese Medicine). ABSTRAK ISPA merupakan penyakit yang terus menerus menjadi beban bagi masyarakat, baik dari sisi beban sakit yang diderita dan dari sisi finansial. setidaknya 500 juta insiden ISPA di Amerika Serikat, dan memengaruhi ekonomi hingga USD 40 milyar per tahun. ISPA merupakan gejala akut yang ditandai dengan gejala batuk, kelelahan. Menurut RISKESDAS Indonesia 2013, insiden ISPA di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2013 sebesar 25%. Penanganan yang dilakukan dalam mengatasi ISPA dilakukan dengan pengobatan. ISPA dalam dalam Pengobatan Tradisional Tionghoa (TCM, Traditional Chinese Medicine) disebut juga Ganmao. TCM mengobati ISPA, menggunakan metode akupunktur dan herbal, sementara untuk pencegahan, olah gerak seperti qigong dan meditasi juga diterapkan. Meditasi sendiri telah diteliti dan diakui secara ilmiah mampu menurunkan stres, dan menunjang kesehata Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh meditasi, khususnya Ānāpānasati terhadap frekuensi kejadian ISPA. Penelitian “pre-experimental designs, one-group pre test-post”dilakukan terhadap 73 subyek Mahasiswa Buddhis STAB Nalanda yang melakukan meditasi Ānāpānasati, melalui pengisian jurnal, angket kedisiplinan bermeditasi dan angket ISPA WURRS-21 (Wisconsin Upper Respiratory Symptom Survey-21). Hasil penelitian ditemukan bahwa tingkat kedisiplinan bermeditasi Mahasiswa STAB Nalanda sebesar 85% dari nilai idealnya. Dan kedisiplinan bermeditasi yang dilakukan Mahasiswa STAB Nalanda terbukti memiliki pengaruh terhadap frekuensi kejadian ISPA dengan thitung -2,82 dan p < 0,05. Kata kunci : Meditasi, Ānāpānasati, Inkfeksi Saluran Napas Akut (ISPA), Pengobatan Tradisional Tionghoa (TCM, Traditional Chinese Medicine).
KECERDASAN SPIRITUAL DAN PUJA BAKTI Lauw Acep
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 2 No. 2 (2019): Januari :Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dv.v2i2.14

Abstract

Ritual atau puja bakti adalah kegiatan yang rutin dilakukan oleh pemeluk keagamaan sebagai bentuk ungkapan keyakinan. Puja bakti adalah elemen yang selalu ada dalam sistem keagamaan manapun. Oleh karena itu perlu dilakukan penyadaran ilmiah terhadap makna dibalik puja bakti, sehingga melakukannya tidak secara membuta. Kecerdasan spiritual memiliki kandungan nilai yang layak dicapai melalui pelaksanaan puja bakti yang benar. Melalui studi antropologi dan psikologi, dapat diketahui bahwa manusia memiliki kecerdasan yang lebih unggul dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia memiliki kemampuan mencipta, merasa dan berkehendak yang dipelajari melalui pembudayaan. Dengan kemampuan kecerdasan yang dimilikinya, manusia berkarya dalam kehidupan untuk mencapai cit a cita yang didambakan. Tipologi kecerdasan manusia antara lain mencakup kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Masing - masing kecerdasan tersebut bersifat fungsional. Dengan kecerdasan intelektual manusia menciptakan aneka macam teknologi, sehingga aktivitas kehidupan menjadi lebih mudah dan efisien. Dengan akal dan budi, manusia memiliki tata krama, moral, tata kelakuan, sehingga dapat hidup saling membantu, menghargai dan memiliki tenggang rasa. Dengan kecerdasan emosi seseorang dapat lebih mengendalikan diri sehingga dapat lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Demikian pula dengan kecerdasan spiritual, seseorang dapat lebih dapat mengembangkan batinnya sehingga dapat mengembangkan sifat sifat luhur dalam memurnikan pikiran, ucapan dan perbuatannya. Praktik agama menjanjikan tercapainya kebahagiaan duniawi (lokiya) dan non-duniawi (lokutara). Dalam kehidupannya manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan antara kebutuhan dan keinginan, antara baik dan buruk, atau antara kutub ekstrim yang dikotomis. Menghadapi kondisi itulah manusia perlu memiliki spiritualitas yang mumpuni. “Banyak orang memiliki mata tetapi hanya untuk melihat, tetapi tidak untuk memperhatikan dengan seksama, punya perasaan hanya untuk merasakan, tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar, tetapi tidak untuk mendengar dengan penuh kesadaran”. Buddha menyebut kondisi ini sebagai suatu bentuk kelengahan, pikiran tidak waspada, tidak memiliki perhatian yang benar dan tidak terpusat. Kesadaran menangkap objek melalui pintu-pintu indria tidak penuh dengan perhatian, sehingga yang muncul adalah nafsu. Dengan adanya nafsu yang bekembang maka muncullah kemelekatan yang membuat seseorang bertambah penderitaannya. Setiap orang mendambakan ketenangan, kebahagiaan dalam kehidupan, bebas dari masalah yang menghimpit dalam kehidupan yang penuh aneka ragam. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dapat membantu seseorang dalam mengembangkan dirinya, tidak tergantung pada budaya atau nilai, dan spiritualitas bukanlah agama. Ada manusia yang terlihat religius, mengerti tentang suatu agama, taat bersembahyang, tetapi tingkah lakunya tidak religius, tidak menunjukkan sopan santunnya. Beragama dengan melakukan puja bakti hendaknya bukanlah semata mata ritual sebagai rutinitas belaka, melainkan puja bakti dapat sebagai sarana meningkatkan spiritual seseorang sehingga seseorang memiliki batin yang tenang, seimbang, harmoni dan bahagia. Puja bakti sebagai sarana untuk meningkatkan kehidupan pribadi dengan kondisi batin yang lebih baik sehingga dapat hidup rukun dalam bermasyarakat. Puja bakti yang dilakukan dengan pemahamam yang benar akan memberikan manfaat, sebaliknya puja bakti yang dilandasi pemahaman yang tidak benar, akan menimbulkan kemelekatan akan pandangan salah, sehingga puja bakti yang dilandasi pandangan salah tidak memberikan manfaat bagi kemajuan batin.
Perbandingan Konsep Kesaktian Menurut Agama Buddha Dengan Pandangan Kejawen Catari Paramita; Lauw Acep; Jo Priastana
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 4 No. 1 (2020): Juli :Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dv.v4i1.24

Abstract

Scientific discussion about magic will help people to access information about magic powers. Research on the comparison of the concept of magic in the view of Buddhism and Kejawen's view is an interesting discussion and contributes to the treasures of science. This thesis research aims to examine the concept of magic in the view of Buddhism and the concept of magic in the view of Kejawen. In-depth study will provide a clear picture of each concept. Supernatural powers complement the history of human development inherent in cultural traditions. Power is a high inner and body ability, used to help survival. In the history of Buddhism and Kejawen, magic is inherent in the religious system which is believed to have a great influence on life.
Relevansi Pengetahuan Dasa Samyojana Dalam Pendidikan Agama Buddha Dengan Peningkatan Moralitas Sintia Sintia; Lauw Acep; Jo Priastana
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 4 No. 1 (2020): Juli :Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dv.v4i1.25

Abstract

The research in this thesis was carried out using descriptive qualitative methods through literature studies, which took the source of religious books, scriptures, philosophy and general science in connection with the sources studied. Analysis technique is a step that must be done by researchers to obtain data. The data obtained is that Dasa Samyojana is still relevant in Buddhist education with an increase in morality. So, with the existence of the evidence shows that Buddhism was born with the education / teaching that was pioneered by the Buddha. The teaching process carried out has never been in conflict with the current teaching / education principles.
Pengaruh Kedisiplinan Bermeditasi Terhadap Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA) Komunitas Buddhis Dalam Usia Produktif Di STAB Nalanda Henry Remanlay; R. Surya Widya; Lauw Acep
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 5 No. 1 (2021): Juli : Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dv.v5i1.40

Abstract

ISPA merupakan penyakit yang terus menerus menjadi beban bagi masyarakat, baik dari sisi beban sakit yang diderita dan dari sisi finansial. setidaknya 500 juta insiden ISPA di Amerika Serikat, dan memengaruhi ekonomi hingga USD 40 milyar per tahun. ISPA merupakan gejala akut yang ditandai dengan gejala batuk, kelelahan. Menurut RISKESDAS Indonesia 2013, insiden ISPA di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2013 sebesar 25%. Penanganan yang dilakukan dalam mengatasi ISPA dilakukan dengan pengobatan. ISPA dalam dalam Pengobatan Tradisional Tionghoa (TCM, Traditional Chinese Medicine) disebut juga Ganmao. TCM mengobati ISPA, menggunakan metode akupunktur dan herbal, sementara untuk pencegahan, olah gerak seperti qigong dan meditasi juga diterapkan. Meditasi sendiri telah diteliti dan diakui secara ilmiah mampu menurunkan stres, dan menunjang kesehata Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh meditasi, khususnya Ānāpānasati terhadap frekuensi kejadian ISPA. Penelitian “pre-experimental designs, one-group pre test-post”dilakukan terhadap 73 subyek Mahasiswa Buddhis STAB Nalanda yang melakukan meditasi Ānāpānasati, melalui pengisian jurnal, angket kedisiplinan bermeditasi dan angket ISPA WURRS-21 (Wisconsin Upper Respiratory Symptom Survey-21). Hasil penelitian ditemukan bahwa tingkat kedisiplinan bermeditasi Mahasiswa STAB Nalanda sebesar 85% dari nilai idealnya. Dan kedisiplinan bermeditasi yang dilakukan Mahasiswa STAB Nalanda terbukti memiliki pengaruh terhadap frekuensi kejadian ISPA dengan thitung -2,82 dan p < 0,05.
Analisis Penggunaan Artificial Intelligence (AI) Pendidikan dalam Mendukung Guru dan Siswa Lauw Acep; Abhinaya Cadudasa; Pheng Khiu Danawe; Tuty Tuty
Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma Vol. 9 No. 1 (2025): Dhammavicaya : Jurnal Pengkajian Dhamma
Publisher : Institut Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/dhammavicaya.v9i1.1680

Abstract

The development of Artificial Intelligence (AI) has brought significant changes to the world of education, particularly in supporting teachers' work and student learning. This research examines the role of AI in helping teachers develop interactive and relevant teaching materials, facilitating student self-directed learning, and identifying challenges and ethical issues arising from its implementation. The research method used in this study is a literature review combined with case analysis of the use of AI-based learning platforms such as ChatGPT and other adaptive systems. The results show that AI offers significant potential for improving the efficiency of teaching material development, supporting personalized learning tailored to individual student needs, and enhancing student engagement through interactivity and real-time feedback. As a differentiated approach, this research also integrates Buddhist perspectives, particularly the concepts of sati (mindfulness) and paññā (wisdom) found in the Dhammapada, as well as ethical principles of learning from the Sigalovada Sutta. This perspective emphasizes the importance of balancing technological innovation with the development of wise and responsible character. This research identified several important challenges, such as disparities in access to digital technology across regions, privacy and data security concerns, potential bias in AI algorithms, and concerns about technological dependency that could diminish students' critical and reflective thinking skills. Therefore, while AI has transformative potential to support learning in the digital age, its implementation must be carried out ethically and wisely. A balanced approach between technological innovation and humanitarian values as taught in Buddhist teachings is key to creating an inclusive, equitable, and sustainable education ecosystem.
Literature Review on the Ethical Use of ChatGPT in Buddhist Religious Education Acep, Lauw; Philo Chandra, Derioniel
Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama Vol. 11 No. 1 (2025): Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama Vol 11 No 1
Publisher : STABN RADEN WIJAYA WONOGIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53565/pssa.v11i1.1975

Abstract

The rapid adoption of ChatGPT in education raises various ethical concerns, especially within the context of Buddhist Religious Education, which emphasizes moral and spiritual values. This study aims to examine the ethical use of ChatGPT in Buddhist Religious Education based on the principles of the Dhamma. The research employs a literature review method with a descriptive-comparative approach, analyzing Buddhist canonical texts such as the Tipiṭaka and recent scholarly articles on AI ethics. The findings reveal that Buddhist ethics differ from secular ethics by focusing on intention, mental awareness, and spiritual transformation, rather than merely consequences or rule-based obligations. Comparatively, secular ethics tend to be consequentialist and deontological, while Buddhist ethics are rooted in inner qualities and moral harmony. Based on this comparison, the proposed solution is to promote the wise and mindful use of ChatGPT as a supportive tool—rather than a replacement for teachers—while upholding the teacher's role as a moral and spiritual guide. Furthermore, the integration of core values such as wisdom (paññā), honesty (sacca), and mindfulness (sati) is essential in the learning process. Future research is recommended to empirically examine the effectiveness of these ethical guidelines in the context of Buddhist education.