Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Hubungan antara Faktor Pengetahuan Ibu, Sosial Budaya dan Informasi Petugas Kesehatan dalam Praktik Pemberian MP-ASI Dini dengan Kejadian Diare Akut pada Bayi Salsabila Ardhani; Roro RUkmi WIndi P; Agustyas Tjiptaningrum
Medula Vol 10 No 3 (2020): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v10i3.86

Abstract

Diarrhea is one of the main causes of illness and death in childhood in developing countries. Diarrhea is caused by various factors one of which is the practice of early giving weaning food. The purpose of this study was to determine the relationship between the factors that influence the practice of giving early weaning food with the incidence of diarrhea in infants aged 0-6 months in Kemiling Health Center. This type of research is analytic observational research with cross sectional design, the sample in this study were all infants aged 0-6 months who sought treatment in Kemiling Health Center in February-March 2018 with consecutive sampling techniques and analyzed using chi square. The results show that there was a significant relationship between mother’s knowledge about early giving weaning food with the incidence of acute diarrhea in infants with a p-value of 0.009 (<α = 0.05), a significant relationship between socio-culture and the provision of early giving weaning food with the incidence of acute diarrhea in infants with a p-value of 0.003 (<α = 0.05 ), and a significant relationship between health care worker information about early giving weaning food and the incidence of acute diarrhea in infants with a p-value of 0.001 (<α = 0.05). There is a significant relationship between mother’s knowledge factor, socio culture factor, and health care worker information factor that influence the practice of early giving weaning food and diarrhea in infants aged 0-6 months at Kemiling Health Center in Bandar Lampung City.
Perbandingan Efektivitas Ekstrak Propolis Dalam Menghambat Pertumbuhan Pertumbuhan Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus) danGram Negatif (Escherichia coli) Secara In Vitro Ety Apriliana; Agustyas Tjiptaningrum; Retno Julianingrum
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2216

Abstract

Pengobatan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan antibiotik sudah mulai mengalami resistensi, sehingga sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan alternatif. Ekstrak propolis yang mengandung senyawa flavonoid, CAPE, dan asam fenolat merupakan salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat, salah satunya memiliki sifat antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat perbedaan daya hambat ekstrak propolis terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ekstrak propolis dibagi menjadi 5 konsentrasi (konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%) dengan propilen glikol sebagai pengencer. Pengujian daya hambat menggunakan metode disk diffusion Kirby-Bauer dengan empat kali pengulangan. Amoksisilin digunakan sebagai kontrol positif Staphylococcus aureus, seftriakson sebagai kontrol positif Escherichia coli dan aquades sebagai kontrol negatif. Pada hasil penelitian konsentrasi yang efektif dari ekstrak propolis untuk Staphylococcus aureusadalah 100% dengan mean 8,625 mm dan tidak terdapat zona hambat untukEscherichia coli. Ekstrak propolis memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus tetapi tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli.Kata kunci: daya hambat pertumbuhan,ekstrak propolis,Escherichia coli, Staphylococcus aureus
Obstruksi Saluran Nafas Atas grade III ec Kassabach Merrit Syndrome + Bronchopneumonia+DIC Intanri Kurniati; Risti Graharti; Agustyas Tjiptaningrum; Evi Kurniawati
Medula Vol 12 No 3 (2022): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v12i3.346

Abstract

Upper airway obstruction is a blockage in the larynx caused by inflammation, foreign bodies, trauma, tumors so that ventilation is disrupted. One of the causes is hemangioma, which is the most common soft tissue tumor in newborns. In the state of hemangiomas, sometimes also found a syndrome in the form of Kasabach-Merritt Syndrome. As many as 20% of patients with KMS exhibit unusual symptoms compared to cutaneous hemangiomas. Clinical symptoms that can occur in upper respiratory tract obstruction include hoarseness, dysphony to aphony, shortness of breath (dyspnea), stridor (breath sounds) inspiration, suprasternal, epigastric, supraclavicular and intercostal retractions on inspiration. Kasabach-Merritt Syndrome is rare because the diagnosis is often delayed. KMS is more common in boys than girls. Ultrasound examination, Computer Tomography (CT) Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) can help to determine the nature and extent of the lesion and identify the involvement of organs in the body. Extensive bleeding in KMS can cause consumptive coagulopathy that occurs due to excessive use of coagulation factors such as fibrinogen. Coagulopathy will progress to Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) and even death. From this condition, the patient also experienced bronkopneumonia which is an acute infection of the lungs affecting the lung lobules starting from the lung parenchyma which can be caused by various etiologies such as bacteria, viruses, fungi and foreign bodies. This is because patients have a susceptibility to infection due to their condition.
Hubungan Kadar Feritin Serum dengan Aktivitas Enzim AST, ALT, dan Status Gizi pada Anak Talasemia β Mayor Anwar Nuari; Agustyas Tjiptaningrum; Putu Ristyaningrum; Wiranto Basuki
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 3 No. 1 (2016): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Talasemia merupakan kelainan darah herediter yang ditandai dengan defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin. Talasemia terdiri dari talasemia α dan β, talasemia α terjadi karena kurangnya (defisiensi parsial) atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total) rantai globin α. Sedangkan talasemia β terjadi akibat berkurangnya rantai globin β atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin β. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kadar feritin serum dengan aktivitas enzim AST, ALT, dan status gizi pada anak talasemia β mayor di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM). Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUDAM pada bulan Agustus-September 2015. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita talasemia β mayor di yayasan RSUDAM. Sampelpenelitian berjumlah 61 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Adapun analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji fisher exact. Hasil penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar feritin serum dengan AST (p=0,02), antara feritin dengan kadar ALT(p=0,01), dan kadar feritin dengan status gizi (p=0,01). Simpulan, didapatkan hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar feritin serum terhadap gangguan fungsi hati dan gangguan pertumbuhan atau gangguan status gizi pada pasien thalasemia β mayor di RSUDAM. [J Agromed Unila, 2016; 3(1):26-29]Kata kunci: ALT, AST, kadar feritin, talasemia
Hubungan Konsumsi Protein Kedelai serta Konsumsi Serat Makanan dengan Kadar Kolesterol Total pada Pasien Puskesmas Kedaton Bandar Lampung Sartika Safitri; Agustyas Tjiptaningrum; Dian Isti Angraini; Putu Ristyaning Ayu
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 4 No. 2 (2017): Jurnal Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peningkatan kadar kolesterol total merupakan salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Salah satu konsekuensi utama dislipidemia adalah terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Konsumsi protein kedelai dan serat makanan diyakini memiliki efek hipokolesterolisme. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesetrol total. Penelitian ini dilakukan pada Desember 2015 sampai Januari 2016 di Puskesmas Rawat Inap Kedaton Bandar Lampung dengan metode observasional analitik dan pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanyak 40 orang, berusia 18-45 tahun.Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Konsumsi protein kedelai dan serat makanan dinilai dengan SQFFQ, kadar kolesterol total puasa diukur dengan metode CHOD-PAP. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dengan α=0,05. Rerata konsumsi protein kedelai, serat makanan dan kadar kolesterol total subjek penelitian berturut-turut adalah 15,35gram/hari, 7,34gram/hari, dan 178 mg/dL. Koefisien korelasi menunjukkan hubungan negatif kadar kolesetrol total serum dengan konsumsi protein kedelai dan serat makanan (p = 0,043, r = -0,321; p = 0,010, r = -0,402). Terdapat hubungan konsumsi protein kedelai serta konsumsi serat makanan dengan kadar kolesterol total. Semakin tinggi konsumsi protein kedelai dan konsumsi serat makanan maka semakin rendah kadar kolesterol total.Kata Kunci: kadar kolesterol total, protein kedelai, serat makanan
Hubungan Hasil Pemeriksaan Antigen Non Struktural 1 (NS1) terhadap Gejala, Tanda Klinis dan Jumlah Trombosit pada Pasien Suspek Infeksi Dengue di RS Urip Sumoharjo Ety Apriliana; Agustyas Tjiptaningrum; Muhamad Jyuldi Prayoga
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 6 No. 1 (2019): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penegakkan diagnosis infeksi dengue sejak dini sangat penting. Pemeriksaan antigen non struktural-1 dengue (NS1) dapat mendeteksi infeksi virus dengue lebih awal. Akan tetapi, tidak semua pusat layanan kesehatan, memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk pemeriksaan NS1. Hitung trombosit dan gejala atau tanda klinis merupakan indikator yang menjadi dasar diagnosis pada pusat layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui hubungan hasil pemeriksaan antigen NS1 terhadap gejala, tanda klinis dan jumlah trombosit pada pasien suspek infeksi dengue. Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik dan Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo pada bulan Oktober-November tahun 2016. Jumlah sampel penelitian 30 orang. Pemeriksaan antigen NS1 dilakukan menggunakan metode rapid immunochromatography test. Pemeriksaan trombosit dilakukan menggunakan hemanalizer. Gejala dan tanda klinis pasien didapatkan dari rekam medis pasien. Uji fisher’s exact mengenai hubungan antara hasil pemeriksaan NS1 terhadap jumlah trombosit didapatkan p value sebesar 0,031 dan hubungan antara hasil pemeriksaan antigen NS1 terhadap gejala dan tanda klinis didapatkan p value 0,115. Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil pemeriksaan antigen NS1 terhadap jumlah trombosit, namun tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan NS1 terhadap gejala dan tanda klinis pada pasien dengue.Kata kunci: dengue, NS1, trombosit
Perbedaan Kadar Monosit Pre dan Post Hemodialisis pada Pasien End Stage Renal Disease (ESRD) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Intanri Kurniati; Ni Made Shanti; Agustyas Tjiptaningrum; Putu Ristyaning Ayu
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 6 No. 1 (2019): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

End stage renal disease (ESRD) merupakan gagal ginjal kronik stadium terminal dengan nilai glomerular filtration rate (GFR) < 15 ml/menit/1,73m2. Pasien ESRD perlu penanganan berupa terapi penggantian ginjal, salah satunya dengan metode hemodialisis. Kondisi uremia dan proses hemodialisis dapat berpengaruh terhadap jumlah dan fungsi fagositosis dari monosit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan rerata kadar monosit pre dan post hemodialisis pada pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan pada bulan Oktober sampai November dengan melibatkan 36 responden pasien ESRD yang menjalani hemodialisis yang diambil dengan cara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan nilai minimal dari kadar monosit pre hemodialisis adalah sebesar 179 dan nilai maksimal sebesar 632 dengan rerata sebesar 397. Sedangkan nilai minimal dan maksimal kadar monosit post hemodialisis adalah sebesar 239 dan 1283 dengan rerata sebesar 527,56. Standar deviasi monosit post hemodialisis adalah sebesar 205,98. Simpulan, bahwa terdapat perbedaan rerata kadar monosit pre dan post hemodialsis yang bermakna dengan nilai p=0,000 (p<0,05).Kata kunci: ESRD, hemodialisis, monosit
Literature Review Diagnosis Dan Tatalaksana Trikiasis Nadhira Yasmin; Agustyas Tjiptaningrum; Muhammad Yusran
Jurnal Agromedicine Unila: Jurnal Kesehatan dan Agromedicine Vol. 10 No. 1 (2023): Jurnal Kesehatan dan Agromedicine
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Trikiasis adalah kelainan margin kelopak mata di mana arah pertumbuhan bulu mata tidak normal . Pertumbuhan bulu mata terarah ke bagian dalam menuju bola mata. Trikiasis dapat menyebabkan iritasi mata. Trikiasis merupakan kondisi yang didapat dan bukan kogenital. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari trikiasis adalah abrasi kornea dan ulkus kornea karena pertumbuhan bulu mata yang mengarah ke bola mata sehingga bulu mata bergesekkan dengan kornea dalam waktu yanglama. Metode penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran artikel di Google Scholar, PubMed dan NCBI dalam rentang tahun yang telah ditentukan oleh peneliti serta menggunakan kata kunci trikiasis, diagnosis trikiasis, tatalaksana trikiasis. Hasil penelitian ini menemukan diagnosis trikiasis dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.Tatalaksana yang dapat dilakukan pada trikiasis tergantung pada jumlah bulu mata yang terlibat. Penggunaan Soft Contact Lense Base Curve, pencabutan bulu mata dan tindakan bedah merupakan tatalaksana dari trikiasis.  Kata kunci: diagnosis, tatalaksana, trikiasis