Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

The Role of Forensic Autopsy in Pursuit of Material Truth in Optical Evidence for Negative Legal Proof in the Cyanide Coffee Murder Case Isnaeni, Belly
Sinergi International Journal of Law Vol. 2 No. 1 (2024): February 2024
Publisher : Yayasan Sinergi Kawula Muda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61194/law.v2i1.116

Abstract

Conducting criminal investigations in Murder cases sometimes faces challenges in obtaining the family's consent for the victim's autopsy. This difficulty arises due to issues related to the victim's religious beliefs, which prohibit the autopsy of murder victims. The autopsy process by the investigative authorities encounters internal obstacles due to limited government funding for the autopsy process. The problem in this research is that, since no autopsy was conducted on Mirna's body, the cause of death remains unknown to establish material truth. The police can compel an autopsy based on Article 134, paragraph (1) of the Criminal Procedure Code, which includes the phrase "when it is highly necessary, and for the purpose of proving, a body autopsy cannot be avoided." Looking at this phrase, whether an autopsy is performed on murder victims is within the investigator's authority and based on the investigator's subjective considerations.
Kemandirian Pemerintahan Daerah Sebagai Penerapan Otonomi yang Seluas-Luasnya untuk Mencapai Pemerataan Pembangunan Daerah Soewita, Samuel; Isnaeni, Belly; Saleh, Taopik; Quesyini Ilyas, Ate; Hidayat, Taufik
Pamulang Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): November 2023
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/palrev.v6i2.35452

Abstract

Pemerintah daerah yang berbentuk Local Self Government berkeinginan untuk melakukan reformasi dan restrukturisasi pemerintahan itu sendiri. Sistem Local Self Government dalam bentuk ini diperlukan oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang selaras dengan keadaan daerah. Secara khusus, implementasi kebijakan pemerintah daerah di daerah akan lebih efektif dan efisien jika dikomunikasikan kepada instansi pemerintah pusat terkait. Sebagai upaya untuk mendorong pengembangan kawasan baru, metropolitan, dan kosmopolitan sebagai pusat perdagangan, bisnis, dan industri, penerapan otonomi daerah juga diakui. Kampanye otonomi daerah ini bertujuan untuk memberdayakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan seperti prakarsa, kreativitas, peran, dan aktivisme masyarakat dalam rangka pembangunan dan kemajuan daerah. Ciri khas daerah otonomi adalah kemampuannya beradaptasi dan berubah, yang setara dengan urusan satu negara.
ANALYSIS OF THE AUTHORITY OF THE KPK IN CONTROLLING INVESTIGATIONS, INVESTIGATIONS AND PROSECUTION OF CORRUPTION CRIMINAL ACTS INVOLVING ACTIVE TNI INDIVIDUALS BASED ON ARTICLE 42 OF LAW NUMBER 30 OF 2002 CONCERNING THE CORRUPTION ERADICATION COMMISSION Ruhiat, Ruhiat; Isnaeni, Belly; Aringga, Rino Dedi
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 2 No. 10 (2024): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to analyze the authority Commission Corruption Eradication Commission (KPK) in investigations , inquiries and prosecutions criminal acts of corruption involving person The Indonesian National Army (TNI) is active . Focus The main research is based on Article 42 of Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Committee. This research is motivated by the challenges faced by the Corruption Eradication Committee in handling corruption cases involving active TNI members , considering existence difference jurisdiction between military courts and general courts. This study uses method legal normative approach​ legislation and case studies . The data used in this study are secondary data obtained from legal literature , legislation , documents​ official , and decisions - decisions relevant courts . The analysis was conducted using technique prescriptive to identify legal facts and data systematization based on theoretical framework that has been determined. The results of the study show that the KPK's authority in handling corruption cases involving active TNI personnel Still face various obstacles , especially related to the limitations jurisdiction and authority between the military courts and the Corruption Eradication Committee. Although Thus , Article 42 of Law No. 30 of 2002 provides a legal basis for the Corruption Eradication Committee to carry out investigation , inquiry , and prosecution of these cases . This study also found that the criminal law policy on the authority of the KPK needs to be strengthened so that it can handle corruption cases involving active TNI personnel in a way effective . The KPK has the authority to handle corruption cases involving active TNI personnel , but there needs to be more coordination​ Good between the Corruption Eradication Committee and agencies military to overcome constraint jurisdiction . This study suggests the need to revise the laws that regulate the authority of the Corruption Eradication Committee and the military courts to ensure the effectiveness of handling corruption cases involving active TNI personnel .
Reconciliation Between Executive and Legislative Powers in a Presidential System of Government: A Case Study in Indonesia Isnaeni, Belly; Sofwan, Edi
Jurnal Ar Ro'is Mandalika (Armada) Vol. 5 No. 2 (2025): JURNAL AR RO'IS MANDALIKA (ARMADA)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59613/armada.v5i2.5155

Abstract

This research aims to analyze the reconciliation between executive and legislative powers within Indonesia's presidential system. By examining the dynamic relationship between these two branches of power, the study focuses on the challenges and solutions for creating effective synergy. A qualitative research method was employed, utilizing document analysis and interviews with experts. The findings highlight the critical importance of dialogue and collaboration in strengthening political stability and national development. This study concludes that constructive dialogue and collaborative policies are essential to overcome existing challenges and foster a more stable and effective governance in Indonesia.
BIMBINGAN TEKNIS PEMBUATAN PERATURAN DESA DI DESA PEDESLOHOR, KECAMATAN ADIWERNA, KABUPATEN TEGAL, JAWA TENGAH Susanto, Susanto; Darusman, Yoyon M.; Maddinsyah, Ali; Isnaeni, Belly; Yanto, Oksidelfa
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 (2021): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/al-jpkm.v2i1.8790

Abstract

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sehingga sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum. Salah satu daru alasan di buatnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah pengakuan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hal ini disebabkan karena dengan diakuinya desa sebagai sebuah daerah otonom menjadikan desa memiliki peran utama dalam mengelola, memberdayakan dan memajukan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sehingga pada akhirnya mampu menggerakkan roda pembangunan yang harus diiringi kesadaran akan pemahaman spirit otonomi bagi seluruh penggerak warga desa dan kapasitas perangkat juga masyarakat dalam memahami tata kelola pemerintahan. Kelembagaan Desa/Desa Adat, yaitu lembaga Pemerintahan Desa/Desa Adat yang terdiri atas Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan lembaga adat. Kepala Desa/Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain merupakan kepala Pemerintahan Desa/Desa Adat yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala Desa/Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan visi dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang terdiri dari pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut, Program studi Magister Hukum Universitas Pamulang dengan melibatkan Dosen dan para Mahasiswa telah mengadakan Pengabdian Masyarakat dalam bentuk memberikan Bimbingan teknis kepada kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa Pedeslohor, Kecamatan Adiwerna dalam penyusunan Peraturan desa yang akan dilakukan di desa Pedeslohor, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.
EFEKTIVITAS PERJANJIAN PRA NIKAH DALAM RANGKA PRENUPTIAL AGREEMENT APABILA TERJADI PERCERAIAN DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN-BANTEN Bastianon, Bastianon; Isnaeni, Belly; Imanuddin, Iman; Sobirin, M.; Sufriadi, Maman; Agustina, Nona Elya; Nurabdian, Nurabdian; Rudianto, Rizqi
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4 No 3 (2023): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/abdilaksana.v4i3.36094

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan suci lahir batin antara suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian dengan pertimbangan yang ada diantara suami dan istri maka sebelum mereka melangsungkan perkawinan sepakat membuat perjanjian yang disebut dengan perjanjian pra nikah, perjanjian pra nilah ( prenuptial agreement ) adalah  perjanjian yang dibuat oleh calon pasangan suami dan istri sebelum perkawinan dilangsungkan dan isi perjanjian tersebut mengikat hubungan perkawinan mereka. Banyak pro dan kontra serta pandangan masyarakat terhadap perjanjian ini sehingga penulis memilih mengangkat permasalahan mengenai efektivitas perjanjian pra nikah  ( prenuptial agreement ) apabila terjadi perceraian dan apa yang menjadi hambatan pelaksanaan perjanjian pra nikah tersebut. Karena Masyarakat yang berdomisili sekitar di Kantor Urusan Agama Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan masih awam dengan apa itu perjanjian pra nikah. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis empiris atau studi lapangan dimana penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder terlebih dahulu lalu kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dilapangan, dan kemudian sumber data tersebut dikaji dan disusun secara sistematis serta ditarik menjadi kesimpulan yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Perjanjian Pra Nikah akan efektif apabila masing-masing pihak pihak mematuhi dan melaksanakan isi dari pada perjanjian tersebut. Untuk menjadikan perjanjian tersebut semakin efektif adalah dengan terus memperbarui isi nya. Meskipun disampinng itu ada beberapa hambatan dalam pelaksanaannya antara lain karena salah satu pihak yang ingkar janji atau wanprestasi terhadap isi perjanjian saat terjadi perceraian. Lalu masyarakat yang kurang memahami mengenai perjanjian ini serta ekonmi yang masih rendah untuk membuat dan melaksanakan perjanjian ini.
Reposisi Hukum Kelembagaan BNPP dalam Tata Kelola Pembangunan Wilayah Perbatasan Wicaksono, Filipus Wahyu Wicakson; Isnaeni, Belly; Bachtiar, Bachtiar
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 6 No. 1 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v6i1.6369

Abstract

Kelembagaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sebagai institusi koordinatif pembangunan wilayah perbatasan Indonesia menghadapi berbagai persoalan normatif dan struktural yang menghambat efektivitas kerjanya. Permasalahan utama terletak pada status subordinatif BNPP di bawah Kementerian Dalam Negeri yang melemahkan posisi kelembagaan, ditambah dengan defisit kewenangan regulatif dan absennya kerangka hukum yang mengikat kementerian teknis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ulang konstruksi hukum BNPP dalam arsitektur kelembagaan pembangunan nasional dengan menekankan pentingnya reposisi yuridis kelembagaan guna memperkuat fungsi koordinatif dan akuntabilitasnya. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan metode analisis deskriptif-kualitatif dan didukung oleh studi perundang-undangan, dokumen kebijakan, serta literatur akademik terakreditasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiadaan otoritas hukum yang kuat menyebabkan fragmentasi kebijakan antar kementerian, ketimpangan relasi pusat-daerah, serta rendahnya partisipasi subnasional dalam perencanaan pembangunan perbatasan. Evaluasi kebijakan pun belum terintegrasi dalam siklus kebijakan BNPP, sehingga keberhasilan hanya diukur dari output fisik tanpa memperhatikan dampak sosial dan geopolitik. Penelitian ini merekomendasikan perlunya pembentukan Undang-Undang Pengelolaan Perbatasan yang memberikan kewenangan regulatif kepada BNPP, reposisi kelembagaan agar lebih otonom, penguatan mekanisme evaluasi berbasis data spasial dan sosial, serta peningkatan partisipasi daerah dalam proses pengambilan keputusan. Reposisi hukum kelembagaan BNPP bukan sekadar kebutuhan administratif, melainkan agenda strategis untuk mewujudkan tata kelola perbatasan yang adil, integratif, dan konstitusional.