Claim Missing Document
Check
Articles

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN KEDIRI SEBAGAI DAERAH TUJUAN WISATA LOKAL DAN NASIONAL (DEVELOPMENT OF TOURISM IN REGENCY KEDIRI AS AREA OF TARGET LOCAL TOURISM AND NATIONAL) Kuspriyanto,
Pendidikan Geografi Vol 9, No 17 (2010)
Publisher : Pendidikan Geografi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt;} @page WordSection1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.WordSection1 {page:WordSection1;} --> Abstrak: Dari beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Kediri hanya Sumber Ubalan yang sudah dikembangkan sementara yang lain belum dikembangkan karena terkait dengan dana dan sumberdaya manusianya. Meskipun banyak terdapat obyek wisata namun secara keseluruhan  jumlah kunjungan wisatanya belum menggembirakan.  Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui 10 potensi obyek wisata di Kabupaten Kediri, 2) untuk mengetahui aksesibilitas obyek wisata di Kabupaten Kediri, 3)  menentukan lokasi obyek wisata  untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Lokasi penelitian ini adalah Sumber Ubalan Kalasan, Taman Ria Corah, Sendang Kamandanu, Wanawisata Sumber Podang, Air Terjun Tronggolo, Gereja Poh Sarang, Pamuksan Joyoboyo, Gunung Kelud, Arca Totok Kerot dan Candi Surowono. Sampel diambil masing-masing obyek wisata sebanyak 30 wisatawan secara accidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan pengukuran. Analisis data dengan menggunakan diskriptif kuantitatif dengan teknik skoring. Hasil penelitian menunjukkan potensi daya tarik wisata paling tinggi adalah kawasan ziarah Puh Sarang yang mempunyai  21 jenis sarana/prasarana wisata sedangkan paling rendah Candi Surowono yang hanya memiliki 5 jenis sarana/prasarana, sementara itu dari 10 lokasi obyek wisata di Kabupaten Kediri yang mempunyai  aksesibilitas paling mudah bila diukur dari lokasi  Kabupaten Kediri adalah Pamuksan Sri Aji Jooyoboyo sedangkan aksesbilitas paling sulit adalah Gunung Kelud. Berdasarkan hasil perhitungan, lokasi  wisata paling tepat untuk menjadi pusat pertumbuhan kepariwisataan di Kabupaten Kediri adalah Kawasan Ziarah Puh Sarang.
PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR Kuspriyanto,
Pendidikan Geografi Vol 11, No 21 (2013)
Publisher : Pendidikan Geografi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak :  Skabies dikenal sebagai penyakit gudiken yang sangat menular terhadap siapa saja baik anak-anak, muda, dewasa maupun tua. Penyakit kulit yang disebabkan oleh mikro-organisme (mite) Sacraptes scabiei var haminis yang membuat terowongan didalam kulit; mengakibatkan rasa gatal yang hebat dan dapat menimbulkan infeksi sekunder, masih dijumpai di pondok pesantren. Infestasi scabiei pada orang dapat dicegah apabila kondisi hunian memenuhi syarat kesehatan, dan perilaku yang sehat penghuninya.   Kata kunci : Skabies, perilaku sehat   PENDAHULUAN Skabies merupakan penyakit kulit menular yang dapat terjadi di mana saja dan terhadap siapa saja. Penyakit ini disebabkan Infestasi scabiei var hominis melakukan kontak langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung (Sungkar, 1997). Penderita mengeluh rasa gatal yang menghebat pada malam hari dan kemudian timbul erupsi kulit pada tempat-tempat predileksi, terutama bagian kulit yang tipis, llipatan dan sabagainya. Akibat samping dari scabies adalah timbulnya infeksi sekunder yang lebih parah dan akan menggangu produktivitas kerja penderitanya serta menularlkannya kepada orang lain (Harahap, 2000). Salah satu tempat untuk mempersiapkan generasi mendatang adalah pondok pesantren. Tempat ini menyediakan tempat pemondokan kepada santri-santrinya selama menempuh pendidikan. Berdasarkan UU RI No. 23/1992 tentang kesehatan ; pemerintah dalam hal ini petugas di bidang kesehatan lingkungan melaksana-kan kegiatan berupa pengawasan dan pembinaan terhadap tempat-tempat umum, termasuk didalamnya adalah pondok pesantren. Oleh karema itu diterbitkan syarat dan standar kesehatan lingkungan tempat-tempat umum (Depkes RI, 1993). Hasil observasi awal di pondok-pondok pesantren wilayah kabupaten Pasuruan diperoleh data masih tingginya prevalensi scabies yaitu 64%. Kemungkinan masih tingginya privalensi scabies tersebut karena kurang baiknya sanitasi dasar di lingkungan pondok pesantren  atau kemungkinan masih kurang baiknya perilaku sehat santrinya. Dari uraian tersebut di atas, rumusan masalahnya adalah 1) apakah ada pengaruh faktor-faktor  sanitasi dasar lingkungan pondok pesantren terhadap kejadian scabies ?; 2) apakah ada pengaruh perilaku sehat santri terhadap kejadian scabies?; 3) faktor-faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap kejadian scabies?   METODE PENELITIAN Dengan menggunakan cara acak bertahap (multi stage random sampling) dan rumus besar sampel oleh Lemeshow (1997), diperoleh jumlah sampel sebesar 288 santri yang menyabar di 6 pondok pesantren. Sedangkan penentuan sakit scabies melalui keluhan santri berupa gejala-gejala khas awal dari scabies dan diperkuat adanya pemeriksaan kanal (terowongan) pada kulit penderita oleh dokter. Sedangkan variabel-variabel yang diteliti adalah variabel independen yang kemungkinan dapat mempengaruhi terjadinya scabies meliputi : penyediaan air bersih, kepadatan hunian, kondisi ruang, ventilasi ruang dan tata ruang, serta perilaku sehat, lama tinggal dan umur santri. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian scabies. Untuk menganalisis pengaruh faktor resiko terhadap efek, digunakan uji statistik regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan dasar data variabel dependen bersifat dikotomus (sehat dan sakit scabies) maka cara analisis yang digunakan adalah uji statistik regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda.   Pengaruh penyediaan air bersih terhadap kejadian scabies Di dalam penelitian ini penyaediaan air bersih dibagi dalam dua kategori berdasarkan sumber air yaitu sumber air berasal dari sungai dan sumur pompa/gali. Dari data yang diperoleh dilapangan, sebagian besar santri manggunakan air sungai sebagai sumber air bersih (72,9%) dan hanya 27,1% yang menggunakan sumur pompa/gali. Sedangkan hasil perhitungan regresi logistik sederhana, insiden scabies yang menggunakan air sungai mencapai 59% dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0,020 berarti < α = 0,05 dan odds ratio 0,536.Dengan demikian penyediaan air bersih berpengaruh terhadap kejadian scabies. Dari odds ratio sebesar 0,536 berarti santri yang menggunakan air sungai kemungkinan terkena scabies sebesar 1/ 0,536 (1,866 = 2) kali lebih besar dari santri yang menggunakan air sumur. Penyediaan air bersih yang kurang baik kualitas maupun kuantitas merupakan pendukung di dalam scabies, sebab S.scabiei organisme penyebab scabies akan mati dan hilang apabila tersedia air dengan baik dan cukup. Sedangkan sungai pada umumnya tempat pembuangan berbagai limbah, karena itu pemanfaatan sungai secara langsung sebagai sumber air baik hanya untuk MCK apalagi untuk memasak dan minum mengandung resiko untuk terkena penyakit.     Pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian scabies Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai yang ditempati untuk tidur setiap santri. Berdasarkan persyaratan kesehatan pemondokan hunian yang baik sebesar ≥ 4 m2 / jiwa. Dalam kenyataan, kepadatan hunian ruangan/bilik pemondokan rata-rata sebesar 1,51 m2 / jiwa. Dengan demikian pemondokan di pondok pesantren masih tergolong padat. Dalam hubungannya dengan kejadian scabies, dengan analisis regresi logistik sederhana diperoleh nilai p = 0,000 berarti < 0,05 dan  odds ratio = 0,072. Dari angka p = 0,000 < 0,05 membuktikan kepadatan hunian mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian skabies. Sedangkan odds ratio sebesar 0,072 mempunyai arti bahwa santri yang menempati bilik dengan kepadatan < 4 m2 / jiwa mempunyai resiko 1/0,072 (13,89 = 14) kali lebih besar terkena scabies dibanding santri yang menempati ruangan/bilik yang tidak padat (≥ 4 m2 / jiwa). Variabel kepadatan hunian mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kejadian skabies. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan kepadatan hunian yang tinggi akan mengakibatkan kontak langsung antar penghuni sangat besar. Apabila dalam satu ruang/bilik terdapat penderita skabies, kemungkinan untuk tertular sangat besar sebab kontak langsung antar penghuni juga sangat besar.   Pengaruh ventilasi ruang terhadap kejadian skabies Ventilasi ruangan adalah lubang angin yang selalu berhubungan dengan udara luar, berfungsi sebagai perputaran udara dalam ruangan (bukan jendela ataupun pintu). Lubang ventilasi dihitung berdasarkan persentase dengan luas lantai. Berdasarkan ketentuan persyaratan kesehatan, ventilasi yang baik adalah antara 7-15% dari luas lantai. Dari hasil penelitian, rata-rata luas ventilasi ruangan di pondok pesantren dibawah minimal yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 6,69% dari luas lantai. Dalam hubugannya dengan insiden skabies dengan ventilasi, diperoleh angka perhitungan p = 0,000 dan odds ratio = 0,363. Dengan p = 0,000 berati < 0,05 maka antara ventilasi dengan kejadian scabies terdapat hubungan yang bermakna. Sedangkan angka odds ratio sebesar 0,363 berarti santri yang menempati ruang berventilasi kurang baik (< 7% dari luas lantai) mempunyai resiko terkena skabies sebesar 1/0,363 (2,7 = 3) kali lebih besar disbanding dengan santri yang menempati ruangan dengan ventilasi yang cukup (> 7% dari luas lantai). Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa ruangan dengan ventilasi yang kurang kondisi udara dalam ruang tidak terdapat sirkulasi yang baik. Adanya sirkulasi yang tidak baik, ruangan menjadi panas dan penhuninya akan berkeringat. Jika dalam ruangan tersebut terdapat penderita skabies kemungkinan akan menularkannya lebih besar yaitu melalui kontak langsung.   Pengaruh Kondisi Ruang Terhadap Kejadian Skabies Kondisi ruangan dalam penelitian ini adalah rata-rata  kelembaban relative ruang (dalam satuan %) yang dapat diketahui dengan alat hygrometer. Dalam ketentuan ruagan dengan kelembaban relative > 60% dikatakan lembab dan 40-60% normal serta < 40% kering. Dari hasil pengukuran rata-rata kelembaban relative ruangan di pondok pesantren sedikit diatas 60% yaitu 62,25%. Hasil perhitungan uji statistik diperoleh nilai p = 0,003 dengan odds-ratio sebesar 0,457. Dengan nilai p = 0,003 < 0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi ruangan dengan kejadian skabies. Sedangkan nilai odds-ratio sebesar 0,457 berarti santri yang menempati ruangan yang lembab (> 60%) kemungkinan untuk terkena skabies 1/0,457 atau (2,188 = 2) kali lebih besar disbanding dengan santri yang menempati ruangan yang normal (40-60%). Seperti juga keadaan ventilasi, ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa sebab lain. Oleh sebab itu variabel ini dipengaruhi juga faktor lain seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan  ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan sebagaimya. Namun dalam hubungannya kejadian skabies, sama seperti ventilasi, hanya yang perlu diprthatikan bahwa masa hidup Scabies akan lebih lama di luar kulit manusia apabila kondisi ruangan lembab mencapai 19 hari, sedangkan dalam kondisi biasa (normal) tungau (mite) ini hanya tahan diluar kulit manusia selama 2-3 hari (Kusmarinah dan Siti Aisyah 1985; Harahap, 1988). Dengan masa hidup diluar kulit lebih panjang, maka organism ini dapat leluasa pindah ke orang lain. Pengaruh Tata Ruang Dengan Kejadian Skabies Tata ruang merupakan kelengkapan suatu pemondokan, pemondokan yang sehat terdiri atas pembagian ruang berdasarkan fungsinya antara lain terdiri atas ruang tidur, ruang belajar, gudang, kamar mandi/WC, dapur dengan konstruksi yang kuat dan baik. Dalam penelitian ini, kategori tata ruang dilihat dari fungsi atau tidaknya tata ruang yang ada, sebab rata-rata ruang/bilik yang ada di pondok pesantren sudah ada tata ruangnya. Dari hasil uji statistik ternyata tata ruang dan fungsinya tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian skabies, karena nilai p = 0,981 dengan odds ratio sebesar 1,007. Dengan nilai p = 0,981 > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara tata ruang dengan kejadian skabies. Sedangkan angka odds ratio sebesar 1,007 berarti 1/1,007 = 0,993 sehingga antara santri yang menempati bilik dengan tata ruang maupun tidak ada tata ruang risikonya 1 : 1 atau sama saja terhadap kejadian skabies. Variabel ini perannya sangat kecil dalam hubungannya dengan kejadian skabies sebab variabel ini akan berperan apabila diikuti variabel-variabel yang lain seperti adanya peraturan pondok, kebiasaan tidur, kebiasaan belajar dan sebagainya.   Pengaruh Perilaku Sehat Terhadap Kejadian Skabies Perilaku sehat yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tindakan sehari-hari yang dilakukan oleh santri dalam mencegah terjadinya skabies, menjaga kesehatan diri dan pengobatan yang baik. Perilaku sehat ini dapat diketahui melalui jawaban santri yang diperoleh dari sejumlah pertanyaan yang diajukan dengan kuesioner kemudian dikategorikan dalam perilaku sehat dan kurang sehat. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku sehat santri di dalam mencegah, menghadapi skabies serta pengobatannya pada umumnya masih rendah. Dari uji statistik hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian skabies diperoleh nilai p = 0,000 dan odds-ratio sebesar 0,301. Dengan nilai p =  0,000 < 0.05 berarti perilaku sehat dengan kejadian skabies terhadap hubungan yang bermakna, dan nilai odds ratio sebasar 0,301 berarti perilaku yang kurang sehat mempunyai resiko 1/0,301 atau 3,32 = 3,5 kali lebih besar dibanding dengan santri yang berperilaku sehat. Faktor risiko ini berperanan penting dalam kejadian skabies baik berperan dalam mendukung terjadinya kontak langsung maupun tidak langsung. Dalam kontak langsung dapat berupa kebiasaan sehari-hari dalam mempererat tali silaturohmi sesama santri berupa salam dengan berjabat tangan pada saat bertemu maupun sesudah melaksanakan ibadah sholat. Sedangkan tidak langsung berupa kebiasaan pinjam-meminjam pakaian, handuk, perlengkapan sholat atau peralatan yang lainnya. Kebiasaan lainnya adalah menjaga kesehatan diri maupun tempat tinggalnya (ruangan) seperti cara mandi, mencuci, menjemur perlengkapan dan alat tidur dan sebagainya masih belum mencapai apa yang diharapkan. Sedangkan cara pengobatan skabies masih belum baik seperti misalnya apabila dalam satu ruangan ada penderita seharusnya penghuni lainnya juga perlu diobati, pemberian obat cukup sekali, dalam praktenya sampai berkali-kali.   Pengaruh Lama Tinggal Santri Terhadap Kejadian Skabies Variabel lama tinggal dihitung dari sejak kapan santri terdaftar dan tinggal di pemondokan sampai dengan pelaksanaan penelitian dalam satuan tahun. Dengan perhitungan tersebut, lama tinggal dibagi dalam dua kategori, yaitu santri baru (≤ 1 tahun) dan santri lama ( > 1 tahun). Dengan uji statistik regresi logistik diperoleh nilai p sebesar 0,000 < 0,05 dan nilai odds-ratio sebesar 0.302. Dengan nilai p sebesar 0,000 < 0,05 maka antara lama tinggal santri dengan kejadian skabies terdapat hubungan yang bernakna. Dengan nilai odds-ratio sebesar 0,302 berarti santri yang baru tinggal < 1 tahun mempunyai ratio terkena skabies 1/0,302 atau 3,5 kali lebih besar daripada santri yang sudah lebih lama ( > 1 tahun). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa santri yang baru saja tinggal di pondok pensantren tentu menghadapi hal yang baru dan kemungkinan sangat berbeda dengan waktu masih tinggal bersama orang tua atau tempat lain. Dengan demikian perlu adaptasi lingkungan pondok yang sama sekali baru baginya. Kecepatan adaptasi santri yang baru  tinggal tersebut lebih lambat dengan kecepatan menularnya berbagai masalah kesehatan dalam  hal ini skabies. Oleh sebab itu skabies atau gudiken bukan merupakan trade-mark atau identik dengan pondok pesantren, yang sebenarnya dapat dicegah penularannya. Sedangkan santri yang sudah lama tinggal kemungkinan sudah kebal terhadap skabies ataupun sudah tahu cara yang ampuh untuk menghadapinya.   Pengaruh Umur Santri Terhadap Kejadian Skabies   Di dalam pondok pada umumnya berisi santri usia sekolah, yaitu dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) bahkan perguruan tinggi (PT). Pembagian umur dalam penelitian ini terdiri atas kelompok anak-anak (≤ 13 tahun), remaja (14-16 tahun), muda dewasa (17-19 tahun) dan dewasa (> 19 tahun). Dengan menggunakan uji regresi logistik sederhana, ternyata hubungan antara umur santri dengan kejadian skabies tidak bermakna, karena p = 0,972 > 0,05 dengan odds-ratio  1,004. Dengan demikian berdasarkan uji statistik ternyata faktor umur santri tidak berpengaruh terhadap kejadian skabies. Kenyataan ini membuktikan bahwa skabies tidak pandang bulu terhadap umur, sehingga dapat menyerang siapa saja. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian skabies, maka dilakukan uji statistik regresi logistik ganda. Dari 8 variabel yang kemungkinan dapat berpengaruh terhadap kejadian skabies ternyata ada 6 variabel yang dapat dimasukkan dalam uji statistik regresi logistik ganda, dan diperoleh hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 1.   Tabel 1.Uji Statistik Regresi Logistik Ganda Tahapan Variabel ᵦ S.E. Wald df P Odds-ratio Step 4 HUNIAN 1) -2.305 .469 24.197 1 .000 -100   PERILAKU 1) .685 .281 5.603 1 .018 .514   LAMA TING1) .859 .274 9.817 1 .002 .423   Constant 2.596 .472 30.262 1 .000 13.411         (Tabel tersebut di atas diperoleh dari print-out computer paket statistik uji) Dari perhitungan uji regresi logistik ganda, dapat diketahui bahwa : 1.    Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian skabies adalah kepadatan hunian (p – 0,000, lama tinggal santri (p - 0,002), dan perilaku sehat santri (p – 0,008). 2.    Odds-ratio ke tiga variabel sebagai berikut : a)    Kepadatan hunian (0,100) artinya santri yang tinggal di pondok yang padat kemungkinan untuk terkena skabies 1/0,100 = 10 kali lebih besar daripada santri yang tinggal di pondok tidak padat. b)   Lama tinggal (0,423) artinya santri yang tinggal belum lama (baru ≤ 1 tahun) kemungkinan untuk terkena skabies 1/0,423 = 2 kali lebih besar daripada santri yang sudah lama tinggal c)    Perilaku sehat (0,514) artinya santri yang berperilaku kurang sehat kemungkinan untuk terkena skabies 1/0,514 = 2 kali lebih besar daripada santri yang berperilaku sehat. 3.    Dengan melihat nilai   pada table di atas, dapat ditulis dalam bentuk model sebagai berikut : g (x) =  -2,596 (konstanta) + 2,305 (hunian) + 0,859 (lama tinggal) + 0,665 (perilaku) Untuk mengetahui nilai probabilitas seseorang akan sehat atau sakit skabies maka dapat dimasukkan kondisi orang tersebut pada model di atas, dan nilai probabilitasnya dihitung dengan persamaan sebagai berikut :  P(x)    = 1 : { 1 + e-g(x)} = 1 : { 1 + (-2,596+2,305 (hunian) + 0,859 (lama tinggal) + 0,665 (perilaku)}             = 1 : { 1 + 3,9036}             = 1 : 4,9036             = 0,2039 Artinya santri yang menempati bilik yang padat, berperilaku tidak sehat dan lama tinggal kurang dari 1 tahun, probabilitasnya 0,2039 (berpeluang untuk terkena scabies).   KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.    Insiden scabies di pondok pesantren masih cukup tinggi yaitu 54,9%. 2.    Kondisi sanitasi dasar lingkungan pondok pesantren masih rendah dan tidak      memadai sehingga sering menimbulkan masalah kesehatan antara lain masih terdapatnya kejadian scabies di pondok pesantren. 3.    Kondisi yang paling mendesak diperhatikan adalah kepadatan hunian santri dan peningkatan pendidikan kesehatan di pondok-pondok pesantren.   Saran 1.    Perlunya peningkatan sarana dan prasarana pondok dengan melibatkan pemerintah daerah melalui APBD di bidang pendidikan mengingat pondok pesantren sebagai salah satu lembaga yang mempersiapkan generasi mendatang. 2.    Partisipasi semua pihak untuk meningkatkan hidup sehat dikalangan pesantren masih sangat diperlukan melalui program Departemen Kesehatan, program bakti sosial lembaga-lembaga pendidikan tinggi. 3.    Segala bentuk partisipasi dari luar pondok tidak akan berarti apabila didalam pondok sendiri tidak berusaha untuk keluar dari masalahnya.   DAFTAR PUSTAKA Amsyari, Fuad. 1996. Membangun Lingkungan Sehat : Menyambut 50 Tahun Indonesia Merdeka. Surabaya : Airlangga University Press.   Depkes RI, 1993. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP Depkes RI (hal. 29 – 34).   Depkes RI, 1995. Petunjuk Teknis Perbaikan Kualitas Air di Tempat Pendidikan Agama/Pondok Pesantren. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP Depkes RI (hal. 1 – 4).   Harahap, M, 1998. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.   Kusmarinah dan Siti Aisyah, 1985. Skabies. Majalah Dermatologi Venereologi Indonesia (MDVI) Th. XII No. 33 (20-27).   Lemeshow, Stanley, 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Terjemahan dari Adequacy of Sample Size in Health Studies oleh Dibyo Pramono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. (57 – 60).   Riono, Pandu, 1992. Aplikasi Regresi Logistik, Jakarta : FKM-UI.   Subarniati, T., Rika, 1996. Dasar-dasar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku, Surabaya : FKM – Universitas Airlangga.   Sungkar, Saleba, 1992. Cara Pemeriksaan Kerokan Kulit Untuk Menegakkan Diagnosis Skabies, Medika No. 7 Th. 18, 31 Juli 1992. (60 – 62).   _____________, 1997. Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 47 No. 1, Januari 1997 (hal. 33 – 42).
PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN KEDIRI SEBAGAI DAERAH TUJUAN WISATA LOKAL DAN NASIONAL (DEVELOPMENT OF TOURISM IN REGENCY KEDIRI AS AREA OF  TARGET LOCAL TOURISM AND NATIONAL) , KUSPRIYANTO
Pendidikan Geografi Vol 8, No 16 (2009): Volume 8 Nomor 16, Desember 2009
Publisher : Pendidikan Geografi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN KEDIRI SEBAGAI DAERAH TUJUAN WISATA LOKAL DAN NASIONAL (DEVELOPMENT OF TOURISM IN REGENCY KEDIRI AS AREA OF  TARGET LOCAL TOURISM AND NATIONAL)   Kuspriyanto *)   Abstrak: Dari beberapa obyek wisata yang ada di Kabupaten Kediri hanya Sumber Ubalan yang sudah dikembangkan sementara yang lain belum dikembangkan karena terkait dengan dana dan sumberdaya manusianya. Meskipun banyak terdapat obyek wisata namun secara keseluruhan  jumlah kunjungan wisatanya belum menggembirakan.  Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui 10 potensi obyek wisata di Kabupaten Kediri, 2) untuk mengetahui aksesibilitas obyek wisata di Kabupaten Kediri, 3)  menentukan lokasi obyek wisata  untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Lokasi penelitian ini adalah Sumber Ubalan Kalasan, Taman Ria Corah, Sendang Kamandanu, Wanawisata Sumber Podang, Air Terjun Tronggolo, Gereja Poh Sarang, Pamuksan Joyoboyo, Gunung Kelud, Arca Totok Kerot dan Candi Surowono. Sampel diambil masing-masing obyek wisata sebanyak 30 wisatawan secara accidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan pengukuran. Analisis data dengan menggunakan diskriptif kuantitatif dengan teknik skoring. Hasil penelitian menunjukkan potensi daya tarik wisata paling tinggi adalah kawasan ziarah Puh Sarang yang mempunyai  21 jenis sarana/prasarana wisata sedangkan paling rendah Candi Surowono yang hanya memiliki 5 jenis sarana/prasarana, sementara itu dari 10 lokasi obyek wisata di Kabupaten Kediri yang mempunyai  aksesibilitas paling mudah bila diukur dari lokasi  Kabupaten Kediri adalah Pamuksan Sri Aji Jooyoboyo sedangkan aksesbilitas paling sulit adalah Gunung Kelud. Berdasarkan hasil perhitungan, lokasi  wisata paling tepat untuk menjadi pusat pertumbuhan kepariwisataan di Kabupaten Kediri adalah Kawasan Ziarah Puh Sarang.   Kata Kunci : aksesibilitas, potensi, lokasi.
Hardware simulation of automatic braking system based on fuzzy logic control Basjaruddin, Noor Cholis; Kuspriyanto, Kuspriyanto; Suhendar, Suhendar; Saefudin, Didin; Azis, Virna Apriani
Journal of Mechatronics, Electrical Power and Vehicular Technology Vol 7, No 1 (2016)
Publisher : Research Centre for Electrical Power and Mechatronics, Indonesian Istitutes of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.928 KB) | DOI: 10.14203/j.mev.2016.v7.1-6

Abstract

In certain situations, a moving or stationary object can be a barrier for a vehicle. People and vehicles crossing could potentially get hit by a vehicle. Objects around roads as sidewalks, road separator, power poles, and railroad gates are also a potential source of danger when the driver is inattentive in driving the vehicle. A device that can help the driver to brake automatically is known as Automatic Braking System (ABS). ABS is a part of the Advanced Driver Assistance Systems (ADAS), which is a device designed to assist the driver in driving the process. This device was developed to reduce human error that is a major cause of traffic accidents. This paper presents the design of ABS based on fuzzy logic which is simulated in hardware by using a remote control car. The inputs of fuzzy logic are the speed and distance of the object in front of the vehicle, while the output of fuzzy logic is the intensity of braking. The test results on the three variations of speed: slow-speed, medium-speed, and high-speed shows that the design of ABS can work according to design.
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR RUMAH SEHAT DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARU KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO Ian Prasetya, Nova; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakKabupaten Sidoarjo menempati peringkat tiga terbanyak berdasarkan jumlah penderita tuberkulosis di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2018 dan pencapaian penemuan dan pengobatan tuberkulosis masih rendah yaitu 45%. Salah satu unit pelayanan kesehatan yang memiliki insiden tinggi adalah wilayah kerja Puskesmas Waru. Wilayah kerja Puskesmas Waru memiliki pencapaian penemuan dan pengobatan tuberkulosis terendah peringkat satu dari lima unit pelayanan kesehatan yang menduduki jumlah insiden terbanyak di Kabupaten Sidoarjo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) pengaruh umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, rumah sehat, dan PHBS terhadap kejadian tuberkulosis paru 2) variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru 3) pola persebaran penyakit tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Waru.Jenis penelitian ini adalah survei menggunakan metode case control dengan teknik analisis uji chi-square dan uji regresi logistik berganda. Responden untuk penelitian ini ditentukan dengan subyek kasus sebanyak 51 orang pasien positif menderita tuberkulosis paru dan subyek kontrol sebanyak 51 orang yang tidak menderita tuberkulosis paru dengan matching 2 km dari Puskesmas Waru. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis uji chi-square dan uji regresi logistik berganda.Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi-square variabel yang berpengaruh adalah umur dengan sig. umur p < ?, p = (0,027 < 0,05) dan tingkat pendidikan dengan sig. pendidikan p < ?, p = (0,000 < 0,05) . Variabel yang paling berpengaruh adalah tingkat pendidikan (p sig. = 0,001) dengan nilai Odd Ratio (OR) sebesar 0,115 yang artinya responden dengan pendidikan dasar mempunyai risiko atau kemungkinan tidak terkena penyakit tuberkulosis sebesar 0,115 kali dibandingkan dengan responden dengan pendidikan menengah atas, dengan kata lain responden dengan pendidikan menengah atas memiliki kemungkinan tidak terkena penyakit tuberkulosis sebesar 1/0,115 = 8,7 kali dibandingkan responden dengan pendidikan dasar. Pola persebaran penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Waru termasuk pola acak.Kata Kunci: Tuberkulosis, Rumah Sehat, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Case Control
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENGELOLA “KAMPUNG INGGRIS” KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI (STUDI KASUS “KAMPUNG INGGRIS” KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI) EKA CANDRA, BRIAN; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 5, No 6 (2018): Volume 5 Nomer 6 2018
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakKabupaten Kediri terdapat sebuah wilayah yang dikenal dengan Kampung Inggris yaitu wilayah yang di dalamnya terdapat banyak lembaga kursus Bahasa Inggris. Berawal dari sebuah lembaga kursus yang didirikan oleh Muhammad Kalend Osen atau lebih akrab disapa Mr. Kalend yang bernama Basic English Course (BEC) pada tahun 1997. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi, interaksi, interaksi, koordinasi masyarakat dan aglomerasi usaha dan jasa di Kampung Inggris.Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Prosedur pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi, sedangakan subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat di wilayah Kampung Inggris yang memiliki usaha atau jasa. Obyek dalam penelitian ini adalah interaksi masyarakat, koordinasi antar masyarakat, dan aglomerasi usaha jasa di Kampung Inggris.Hasil penelitian ini menunjukkan partisipasi masyarakat di Kampung Inggris merupakan faktor utama dalam berkembangnya Kampung Inggris menjadi seperti saat ini. Interaksi yang terjadi di masyarakat tidak hanya terjadi karena terdapat Kampung Inggris namun sudah terjadi sejak desa tersebut belum terkenal sebagai Kampung Inggris. Usaha layanan dalam persebarannya berawal dari sekitar kursus BEC dan menyebar wilayah di sekitar lembaga kursus lain..Kata kunci: Kampung Inggris, Partisipasi, Interaksi, Masyarakat, Aglomerasi
KEBERADAAN POLA ASUH GURU DALAM MENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 WARU SIDOARJO SILMI DHANURENDRI, CINTYA; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 5, No 6 (2018): Volume 5 Nomer 6 2018
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakGuru merupakan jabatan professional, tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa. Fungsi guru di dalam kelas sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pengelola kelas, demonstrator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, inovator, mediator, dan evaluator. Guru harus menerapkan pola asuh yang baik agar tujuan pembelajaran yaitu berkembangnya potensi sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal.Guru mata pelajaran geografi juga harus memiliki dan menerapkan pola asuh yang baik agar mampu menyampaikan meteri mata pelajaran geografi diantaranya melukiskan keadaan bumi erat kaitannya dengan manusia, utamaya masalah kependudukan, kebudayaan, dan perekonomian sekaligus sebagai wahana pemersatu bangsa, menumbuhkan rasa kebangsaan dan nasionalisme dengan baik.Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian: bagaimanakah bentuk keberadaan pola asuh guru dalam meningkatkan hasil pembelajaran geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo? Bagaimanakah hasil pembelajaran geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo? Adakah hubungan antara keberadaan pola asuh guru dengan hasil pembelajaran geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo? Pendekatan penelitian ?Mixed Methods? yaitu mengkombinasikan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data angket, dokumentasi, wawancara. Teknik analisis data statistik korelasi product moment dan deskriptif kualitatif.Hasil analisis data nonstatistik pola asuh guru demokratis sebesar 91%, Hasil pembelajaran geografi meningkat dari 47% menjadi 97% mencapai KKM. Nilai rata-rata meningkat dari 74,06 menjadi 82,53. Hasil analisis statistik uji normalitas data pretes p value 0,177 ? 0,05 data terdistribusi normal. Data postes p value 0,200 ? 0,05 data terdistribusi normal. Uji paired samples test menyatakan ada hubungan antara pola asuh guru demokratis dengan hasil pembelajaran geografi siswa kelas X SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo.Simpulan penelitian: bentuk pola asuh guru adalah Demokratis. Hasil pembelajaran geografi meningkat. Ada hubungan yang signifikan antara bentuk pola asuh guru demokratis dengan hasil pembelajaran mata pelajaran geografi siswa kelas X di SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo.Kata kunci: pola asuh guru, hasil pembelajaran.
UPAYA PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI PASIR PUTIH PULAU GILI NOKO DI PULAU BAWEAN KABUPATEN GRESIK AQIL, ABDUL; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 5, No 7 (2018)
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPantai Pulau Gili Noko adalah salah satu pantai di pulau Bawean. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui perkembangan yang harus dilakukan untuk Pantai Pasir Putih Pulau Gili Noko sebagaidaerah tujuan wisata ditinjau dari Aksesbilitas, daya tarik, fasilitas penunjang dan Promosi di Pantai PasirPutih Pulau Gili Noko.Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakanuntuk pengumpulan data adalah cara atau teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatanlangsung dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian.Wawancara (interview) adalah suatu bentuk informasi verbal. Jadi, semacam percakapan yang bertujuanmemperoleh informasi.Hasil penelitian ini adalah responden yang datang berwisata di Pantai Pasir Putih Pulau Gili Nokopaling banyak adalah berasal dari Kecamatan Sangkapura yaitu sebanyak 36 orang (36%), kecamatanSangkapura sebanyak 36 orang atau (36%), kecamatan Tambak sebanyak 23orang atau (23%), Gresiksebanyak 7 orang (7%), Surabaya sebanyak 5 orang (5%), Malaysia sebanyak 9 orang (9%), Singapurasebanyak 5 orang (5%), Batam sebanyak 5orang (5%), Tanjung Pinang sebanyak 7 orang (7%), Jakartasebanyak 4 orang (4%). hasil total skor sebesar 11 masuk dalam klasifikasi Aksesbilitas sedang, hal iniberarti bahwa Aksesbilitas menuju Pantai Pasir Putih Pulau Gili Noko sudah baik untuk menunjangpengembangan Pasir Putih Pulau Gili Noko. diatas yaitu 1831 masuk dalam klasifikasi Daya tarik tinggisehingga dapat disimpulkan bahwa daya tarik Pantai Pasir Putih Pulau Gili Noko adalah Tinggi. FasilitasPenunjang masuk dalam klasifikasi Fasilitas buruk dengan total skor adalah 1479 yaitu jika skor 1260-1819. Promosi Pantai Pasir Putih Pulau Gili Noko masuk dalam kategori Sangat tinggi dengan hasil totalskor masuk dalam klasifikasi promosi sangat tinggi, yaitu dengan skor 15.Kata kunci : Pariwisata, Aksesbilitas, Fasilitas
PENGARUH PENGETAHUAN IBU, SANITASI RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KENJERAN KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA ANGGRAINI, DINI; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 5, No 8 (2018)
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita khususnya oleh balita. Data dari Dinas kesehatan Surabaya bahwa penyakit ISPA dari 5 tahun terakhir menjadi penyakit nomer satu yang paling banyak ditemui di Puskesmas. Data pada tahun 2015 jumlah balita positif ISPA sebanyak 598 kasus dengan prevalesi sebesar 0,27%. Hipotesis dari penelitian ini dimungkinkan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit ini dikarenakan kondisi sanitasi rumah yang buruk karena lingkungan tempat tinggal yang padat dan kurang bersih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor manakah yang berpengaruh antara pengetahuan ibu, sanitasi rumah atau kepadatan hunian yang terhadap kejadian ISPA.Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan rancangan Case Control dengan kata lain setiap setiap ada kasus ISPA dicarikan yang tidak ISPA dengan jarak rumah yang saling berdekatan. Lokasi yang dipilih adalah di wilayah kerja Puskesmas Kenjeran Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya, yang dipilih dengan Proposional Random Sampling. Pengambilan sampel berdasarkan prevalensi penyakit ispa di puskesmas kenjeran sebesar 60 kasus ISPA dan dicarikan kontrol 60 yang tidak sakit ISPA. Variabel yang dikendalikan adalah jarak rumah dengan puskesmas, teknik analisis data uji chi square dan uji regresi logistik berganda.Hasil penelitian ini menggunakan uji chi square adalah ada pengaruh signifikan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA yaitu sebesar 7,813 dengan p=0,005< 0,05. Ada pengaruh antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA yaitu sebesar 4,812 dengan p=0,028<0,05. Hasil pengujian dengan uji regresi logistik berganda secara bersama-sama yaitu faktor yang paling berpengaruh signifikan terhadap kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kenjeran Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya adalah faktor sanitasi rumah dengan nilai (p=0,003<? =0,05).Kata kunci: Infeksi Saluran Pernapasan, Sanitasi Rumah, Balita
DAMPAK RELOKASI TERHADAP SOSIAL EKONOMI PEDAGANG DI PASAR BARU KRIAN KABUPATEN SIDOARJO NOVITA SARI, AINUN; , KUSPRIYANTO
Swara Bhumi Vol 5, No 9 (2018)
Publisher : Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unesa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPasar Baru Krian merupakan salah satu pasar binaan Dinas Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. PasarBaru Krian sendiri diharapkan dapat menjadi penunjang kebutuhan perekonomian masyarakat kecamatan Kriankhususnya. Dengan adanya relokasi pedagang dari sepanjang jalan Raya Krian diharapkan dapat mengurangi kemacetanlalu lintas yang terjadi. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui dampak relokasi terhadap kondisi sosial ekonomipedagang di Pasar Baru Krian.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kondisi sosial pedagang yang meliputi interaksi,keamanan, dan kenyamanan dan juga kondisi ekonomi yang meliputi modal, jumlah pembeli, dan pendapatan pedagang.Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Prosedur pengambilan data dilakukan dengan observasi,wawancara mendalam dan dokumentasi, sedangakan subyek dalam penelitian ini adalah pihak terkait pedagang yang adadi Pasar Baru Krian. Obyek dalam penelitian ini adalah interaksi, keamanan, kenyamanan, modal, jumlah pembeli,pedagang sebelum dan sesudah adanya relokasi.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya relokasi berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi pedagang.Timbulnya interaksi yang baik antar pedagang setiap hari, sehingga terbentuk hubungan kekeluargan yang erat. Pedagangmerasa nyaman dengan tempat saat ini karena adanya fasilitas yang lengkap dan bersih serta keamanan yang lebih baik.Hal ini juga berdampak terhadap pendapatan pedagang yang meningkat karena meningkatkatnya jumlah pembeli,Kebanyakan pembeli lebih memilih untuk membeli di Pasar Baru Krian karena merasa lebih praktis dalam melakukantransaksi., hal ini disebabkan oleh lengkapnya fasilitas yang tersedia, stand yang lebih bersih, tempat parkir yang aman,dan kamar mandi.Kata kunci : Dampak Relokasi, Pedagang, Kondisi Sosial Ekonomi.