Henky Henky
Department Of Forensic Medicine Udayana University Medical School/Sanglah Hospital Denpasar Bali Indonesia

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PERSEPSI REMAJA USIA 18–21 TAHUN YANG TINGGAL DI PROVINSI BALI PADA TAHUN 2017 MENGENAI KERAHASIAAN MEDIS Made Arlita Dian Septiantari; . Henky; Ida Bagus Putu Alit
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 3 (2020): Vol 9 No 03(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.478 KB) | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i3.P06

Abstract

Etika harus diperhatikan saat melakukan pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah menghormati hak dan kewenangan pasien. Untuk melindungi dokter dalam menjalankan tugasnya diperlukan sebuah pedoman etika kedokteran. Bagian dari etika kedokteran adalah kerahasiaan medis yang merupakan kewajiban bagi dokter di seluruh dunia. Meskipun demikian, ada sebuah persoalan dalam kerahasiaan medis yang berhubungan dengan usia dewasa di Indonesia, terutama diantara usia 18-21 tahun yang berada diantara batasan usia menurut hukum pidana dan perdata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berbagai variabel terkait persepsi remaja terhadap kerahasiaan medis yaitu sifat dalam mengambil keputusan, keadaan sosial, suasana dalam keluarga, serta keadaan ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif – analitik cross-sectional yang bertempat di Provinsi Bali dengan subyek 101 remaja usia 18–21 tahun. Data diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi sekumpulan pertanyaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa remaja usia 18–21 tahun cenderung setuju bahwa kerahasiaan medis milik remaja dan tidak perlu campur tangan orangtua/wali. Dari 101 sampel yang telah diteliti, 63,4% setuju mengenai kerahasiaan medis dan 36,6% tidak setuju. Adapun hal-hal yang mempengaruhi persepsi remaja, diantaranya yaitu sifat dalam mengambil keputusan (p=0,000) dan keadaan ekonomi (p=0,022) remaja sendiri. Sedangkan variabel lainnya yaitu keadaan sosial (p=0,128) dan suasana dalam keluarga (p=0,769) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis. Hal ini menunjukkan bahwa menghormati keputusan remaja sangat penting dan dapat mempengaruhi keinginan mereka dalam mencari pelayanan kesehatan. Kata Kunci : Kerahasiaan Medis, Etika Kedokteran, Remaja, Persetujuan Medis
PERBEDAAN RERATA INDEKS SEFALIK DAN TINGGI BADAN ANTARA ETNIS BALI DAN ETNIS NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) DI DENPASAR Rona Nisrina Ananda; Kunthi Yulianti; Henky .; Dudut Rustyadi
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 7 (2021): Vol 10 No 07(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i7.P10

Abstract

ABSTRAK Prinsip identifikasi pada korban bencana adalah dengan membandingkan data antemortem dan postmortem. Proses identifikasi dapat dilakukan melalui pemeriksaan data primer dan sekunder. Pengukuran indeks sefalik dan tinggi badan merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam identifikasi forensik sekunder untuk menentukan ras dan jenis kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan indeks sefalik dan tinggi badan antara etnis Bali dan etnis Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 100 orang responden berusia 21–49 tahun yang merupakan etnis Bali dan etnis NTT, bersedia menjadi subjek dalam penelitian, tidak memiliki riwayat penyakit hormonal dan tidak mengalami trauma kepala (untuk pengukuran indeks sefalik), dan dapat berdiri tegak saat pengukuran tinggi badan dilakukan. Analisis data dilakukan dengan uji Kolmogorov-smirnov untuk menilai normalitas data dan uji dua kelompok t-tidak berpasangan untuk menentukan perbedaan rerata pada dua kelompok. Dari hasil penelitian didapatkan rerata tinggi badan pada etnis Bali adalah 166,140 ± 8,49 dan rerata pada etnis NTT adalah 161,060 ± 9,17 dengan nilai signifikansi p=0,005. Hasil rerata indeks sefalik pada etnis Bali didapatkan sebesar 0,85 ± 0,049 dan rerata pada etnis NTT didapatkan sebesar 0,81 ± 0,056 dengan nilai signifikasi p=0,001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan dan indeks sefalik antara etnis Bali dan etnis NTT. Kata kunci: Indeks sefalik, tinggi badan, identifikasi forensik, antropometri
DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENOLAKAN OTOPSI PADA KASUS KEMATIAN YANG DIDUGA TIDAK WAJAR Putu Pradnyasanti Laksmi; IB Putu Alit; Henky .
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 7 (2020): Vol 9 No 07(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i7.P17

Abstract

ABSTRAK Dalam mencari penyebab kematian pada kasus kematian tidak wajar, maka pihak yang berwenangdapat meminta bantuan dokter forensik untuk melakukan pemeriksaan jenazah (otopsi). Namun padapelaksanaannya, otopsi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Adapun beberapa alasan terkaitpenolakan otopsi tersebut, dapat dilihat dari faktor internal, eksternal, maupun impersonal. Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penolakan otopsi pada kasuskematian yang diduga tidak wajar tersebut. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectionalmelalui wawancara yang dilakukan terhadap keluarga dari jenazah yang dapat dihubungi denganketerangan diperlukan pemeriksaan luar (PL), yang diambil dari buku register Instalasi KedokteranForensik RSUP Sanglah pada periode Agustus 2018 sampai Februari 2019. Dari 89 respondenpenelitian ini, didapatkan sebanyak 87,6% menolak untuk dilakukan otopsi, dan 88,5% dari jumlahtersebut juga menolak untuk melanjutkan ke jenjang hukum apabila sewaktu-waktu dipanggil. Kata kunci: Kematian tidak wajar, otopsi, penolakan otopsi ABSTRACT In searching for the cause of death in cases of unnatural death, the authorities might request for theassistance of forensic doctor to carry out an examination (autopsy). But during its implementation,autopsy had decreased from year to year. As for several reasons related to the autopsy refusal, it couldbe examined through the internal, external and impersonal factors. The aim of this study was todetermine the factors that plays important role in autopsy refusal in these allegedly unnatural cases ofdeath. This study used a cross-sectional method through interviews conducted with the family of thedeaths whom could be contacted with information on the need for an external examination (PL), takenthrough the registration data of Forensic Medicine Installation of Sanglah Hospital from August 2018to February 2019. Out of the 89 respondents involved in this study, it was found that 87.6% hadrefused to perform an autopsy, and 88.5% of that number also refused to proceed to the level of law ifat any time called. Keywords: Unnatural death, autopsy, autopsy refusal
MEMPERKIRAKAN INTERVAL WAKTU KEMATIAN DENGAN ANALISIS KEKERUHAN KORNEA BERDASARKAN MODEL WARNA RGB PADA JENAZAH DI RSUP SANGLAH Putu Ayu Dyah Paramitha Laksmi Utami; Henky .; Kunthi Yulianti
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 12 (2020): Vol 9 No 12(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i12.P08

Abstract

ABSTRAK Interval waktu kematian merupakan hal yang penting dalam ilmu kedokteran forensik. Walaupun sebelumnya telah ada metode untuk memperkirakan waktu kematian, namun teknik ini lebih bersifat subjektif. Salah satu perubahan setelah kematian pada tubuh jenazah adalah mengeruhnya kornea. Sebelumnya kekeruhan kornea telah digunakan untuk memperkirakan interval waktu kematian namun metode yang digunakan masih bersifat subjektif dengan kemungkinan human error yang tinggi. Sehingga, dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kekeruhan kornea dengan lebih objektif untuk mengetahui hubungan antara kekeruhan kornea dengan interval waktu kematian. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data berasal dari sumber data primer berupa foto mata jenazah dan data sekunder dari surat keterangan kematian pada jenazah yang meninggal Bulan Juli-Oktober 2018 yang dilakukan di Bagian Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah. Teknik pengumpulan sampel dengan metode consecutive sampling sejumlah 35 jenazah. Dilakukan analisis nilai RGB untuk mengetahui tingkat kekeruhan kornea mata jenazah. Kemudian diuji korelasi untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara waktu kematian jenazah dengan kekeruhan kornea. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah dan tidak bermakna secara statistik antara kekeruhan kornea (didefinisikan dengan nilai RGB) dengan interval waktu kematian sehingga dalam memperkirakan interval waktu kematian tidak bisa digunakan metode ini, dimana khususnya pada kematian kurang dari 7 jam. Kata Kunci: interval waktu kematian, kekeruhan kornea, RGB
GAMBARAN KADAR ALKOHOL DARAH PADA KORBAN MENINGGAL DENGAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MASUK KE INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RSUP SANGLAH DENPASAR Luh Gede Sarita Giovanni; Kunthi Yulianti; Henky .; Dudut Rustyadi
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 4 (2021): Vol 10 No 04(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i4.P16

Abstract

ABSTRAKs Kecelakaan atau tabrakan lalu lintas adalah kejadian tidak terprediksi, yang memiliki arti bahwa kecelakaan lalu lintas terjadi tiba-tiba. Namun kecelakaan lalu lintas terjadi karena memiliki suatu sebab. Sebab terjadinya kecelakaan dapat berupa kelalaian, ketidaksadaran, konsumsi obat dan zat tertentu atau kombinasi faktor sehingga menyebabkan trauma, cedera, kerugian, terhambatnya suatu kegiatan, kerusakan, dan kematian. Berdasarkan data WHO, kecelakaan menduduki peringkat kesepuluh sebagai sebab terjadinya kematian di dunia dengan jumlah 1.342.365 orang. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kejadian kecelakaan lalu lintas dengan kadar alkohol darah pada korban meninggal di RSUP Sanglah Denpasar periode Juli - September 2019. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian secara observasional menggunakan pembahasan hasil secara deskriptif. Sampel yang terlibat sebanyak 10 jenazah kecelakaan lalu lintas yang telah meninggal di lokasi terjadinya kecelakaan atau di lokasi kejadian atau telah meninggal kurang dari 24 jam setelah kecelakaan lalu lintas terjadi. Penelitian ini menemukan bahwa proporsi pada sampel korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas mayoritas terjadi pada laki-laki (90%), usia 45-65 tahun (40%) dan seluruhnya merupakan pengendara sepeda motor (100%). Dengan hasil kadar alkohol darah 50% positif mengandung alkohol berupa etanol, dan 50% tidak terdeteksi mengandung alkohol pada analisis darah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar alkohol tertinggi yang ditemukan adalah 199,76% dan terendah adalah 36,02%. Katapkunci Forensik, Kecelakaan Lalu Lintas, Alkohol Darah
PENGETAHUAN DAN PERSEPSI MAHASISWA UNIVERSITAS UDAYANA ANGKATAN TAHUN 2017 TERHADAP KEBERADAAN PELAYANAN BANK JARINGAN DI INDONESIA Luh Ari Devanita S; Henky .; Dudut Rustyadi; Ida Bagus Putu Alit
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 11 (2020): Vol 9 No 11(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i11.P04

Abstract

Pelayanan bank jaringan adalah salah satu upaya untuk menggiatkan kesadaran masyarakat untuk bersedia terlibat dalam kegiatan transplantasi jaringan sebagai pendonor. Bank jaringan telah lama beroperasi dan telah diakui oleh WHO serta diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia. Namun, jumlah bank jaringan yang saat ini tersedia di seluruh dunia, khususnya di Indonesia sangat sedikit. Jumlahnya belum mampu memenuhi permintaan ketersediaan jaringan untuk ditransplantasikan terkait keperluan medis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan persepsi mahasiswa Universitas Udayana angkatan tahun 2017 terhadap keberadaan pelayanan bank jaringan di Indonesia. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif potong lintang dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Penelitian melibatkan 354 mahasiswa aktif S1 Universitas Udayana yang terpilih menggunakan teknik pengambilan sampel acak bertingkat. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, diperoleh 145 orang (41,0%) dalam tingkat pengetahuan baik, 64 orang (18,1%) dalam tingkat pengetahuan sedang, dan 145 orang (41,0%) dalam kategori kurang. Kemudian, 337 orang (95,2%) menyatakan setuju terhadap pelaksanaan pelayanan bank jaringan ini. Adapun isu-isu etika yang diajukan adalah penerapan kebijakan presumed consent (opt-out) di beberapa negara, sistem alokasi donor kadaver, sertifikasi kematian dan pemastian kematian, penggunaan jaringan dari fetus/janin dan ari-ari, transplantasi jaringan dari donor hidup, penjualan jaringan untuk ditransplantasikan dan xenotransplantasi (penggunaan graft yang berasal dari hewan). Posisi mahasiswa adalah bervariasi terkait isu-isu etika tersebut dan berkaitan dengan budaya serta nilai-nilai yang diyakininya. Kata kunci : Bank jaringan, pengetahuan dan persepsi, bioetika
Identifikasi Korban Bencana Massal: Praktik DVI Antara Teori dan Kenyataan Henky -; Oktavinda Safitry
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS) Vol 2 (2012): Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
Publisher : Penerbit, sejak 2012 : Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia dan UPT Lab. Forensik Sain dan Kriminilogi - Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The role of forensic pathologist in mass disaster is to identify the dead victims. Identification procedure refers tothe DVI (Disaster Victim Identification) Interpol guideline. DVI process consists of 5 phases, The Scene, PostMortem Examination, Ante Mortem Information Retrieval, Reconciliation and Debriefing. Post Mortem (PM)and Ante Mortem (AM) data that are collected include finger prints, dental records and DNA as PrimaryIdentifiers and also medical records and property as a Secondary Identifiers. AM data populated into the yellowform and PM data into a pink form. In the reconciliation phase, someone stated identified, by comparing theAM and PM data. At least there is a match between one Primary Identifiers or two Secondary Identifiers.Theoretically, the five phase of DVI should be done according to DVI standard in every case ofdisaster. In fact, many obstacles and constraints are met in the field to implement the DVI guidelines. A lot ofcorpses, limited number of storages, pathologist and time, family authority, as well as lack of coordination, risemany problems in implementing DVI procedures consistently. This article will discuss the various constraintsand problems that encounters when carrying out DVI guidelines in the case of RIMBA III ship sinking, Herculesplane crash at Magetan and Earthquakes at Padang.
PROSTATE-SPECIFIC ANTIGEN (PSA) RAPID DIAGNOSTIC TESTS COMPARED WITH SRY GENE FOR DETECTING MALE COMPONENT IN VAGINAL SWABS - Henky; I G. K. N. Arijana
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS) Vol 2 (2012): Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
Publisher : Penerbit, sejak 2012 : Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia dan UPT Lab. Forensik Sain dan Kriminilogi - Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proving intercourse signs on sexual assault victims still become a major challenge for forensic physicians in Indonesia.  Many cases unsolved due to minimal evidences. One of the difficulties is evincing ejaculation in vagina.  Most of forensic laboratories only depend on spermatozoa examination to find ejaculate.  Surely, it is difficult to find spermatozoa if the perpetrators are azoospermia.  Moreover, this examination may give false negative results as well as low sensitivity, especially in women who have washed their vagina. However, nowadays, there is a rapid test to detect PSA in seminal fluid which is very practical, quick, and inexpensive.  This study will show the performance of PSA rapid test to detect male component in vaginal swabs taken from sexually assaulted victims. A cross sectional study was conducted between October 2012 and December 2012.  Sixteen vaginal swabs had been collected consecutively from raped women who were examined in gynecologic emergency ward Sanglah Public Hospital.  The vaginal swabs were tested with PSA rapid test and extracted for SRY gene analysis as a gold standard to confirm male genetic material.  The result of this study shows that PSA rapid test diagnostic values to detect male component in vaginal swabs are sensitivity 84.62%, specificity 100%, PPV 100%, NPV 60%, LR (+) 100%, LR (-) ~, and accuracy 87.5%.  These values are better than spermatozoa examination. Based on this study, PSA rapid test is highly recommended to take the place of spermatozoa examination as a new standard for proving sexual intercourse in Indonesia.
Pelayanan Etika Klinis Henky Henky
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.435 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.17

Abstract

Bioetika telah berkembang di Indonesia sejak tahun 2000, namun sampai saat ini belum banyak rumah sakit di Indonesia yang menyediakan pelayanan etika klinis. Sebagai konsekuensinya, belum ada publikasi tentang etika klinis sampai saat ini di Indonesia. Sementara itu, kemajuan teknologi medis telah memicu timbulnya berbagai dilema etis yang harus diputuskan oleh para klinisi yang berpraktik di sarana pelayanan kesehatan.  Idealnya, keputusan tersebut seharusnya didukung pendapat ahli etika. Oleh karena itu, makalah ini akan menelaah pentingnya pelayanan etika klinis di Indonesia dengan meninjau pengalaman pelayanan etika klinis yang terdapat di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Meskipun terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan etika klinis, temuan empiris telah menunjukkan manfaat dari pelayanan etika klinis. Tulisan ini mendukung pendapat bahwa pelayanan etika klinis harus dibentuk di seluruh sarana pelayanan kesehatan yang berada di Indonesia karena meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, mengurangi risiko tuntutan hukum, dan memenuhi kehendak masyarakat.
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGETAHUAN PEREMPUAN USIA REPRODUKTIF (15-49 TAHUN) DI DENPASAR MENGENAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ABORSI Wedari, Ni Nyoman Ira Santi; Rustyadi, Dudut; Henky, Henky; Alit, Ida Bagus Putu
E-Jurnal Medika Udayana Vol 13 No 4 (2024): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2024.V13.i04.P15

Abstract

Aborsi berarti penghentian kehamilan. Aborsi dapat menimbulkan efek negatif yakni risiko fisik dan psikis apabila tidak dilakukan dengan prosedur medis. Pelaksanaan abortus provocatus medicinalis diatur pada2 UU No. 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan serta PP No. 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi. Sedangkan abortus provokatus criminalis, menggunakan peraturan berdasarkan KUHP Buku II mengenai Kejahatan Terhadap Nyawa. Jenis rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan studi potong lintang (cross-sectional). Sebanyak 104 responden perempuan usia reproduktif 15-49 tahun yang bertempat tinggal di Denpasar dijadikan subjek penelitian. Data diambil menggunakan kuesioner yang berisikan identitas responden dan 20 buah pertanyaan mengenai peraturan aborsi. Tingkat pengetahuan perempuan berusia 15-49 tahun di Denpasar perihal peraturan perundang-undangan aborsi sebesar 71,6%. Beberapa faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan pada penelitian ini yaitu usia, sebagian besar responden terdiri dari perempuan berusia 20-24 tahun yakni sebanyak 43 responden (41,3%) dan tingkat pendidikan yang terbanyak yakni SMA/sederajat dengan jumlah 57 responden (54,8%). Sebagian besar responden tidak sedang bekerja yakni sebanyak 61 responden (58,7%). Serta, sebagian besar responden tidak pernah memperoleh informasi mengenai peraturan perundang-undangan aborsi yakni sebanyak 67 responden (64,4%). Kata kunci : Tingkat pengetahuan, peraturan aborsi, dan usia reproduktif