Witono Adiyoga
Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Persepsi Publik terhadap Keberadaan Pertanian Ur ban di Ja karta dan Bandung Adiyoga, Witono; Dimyati, Ahmad; Soetiarso, Thomas Agoes; Ameriana, Mieke; Suherman, Rahman
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 2 (2004): Juni 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-No vem ber 2001 di dua daerah ur ban di Ja karta dan Bandung.Kegiatan survai dilakukan untuk menghimpun persepsi dan pengetahuan responden mengenai keberadaanpertanian ur ban, melalui wawancara menggunakan kuesioner. Responden sejumlah 39 orang (Ja karta) dan 41orang (Bandung) dipilih secara sengaja dari beberapa institusi terkait, perguruan tinggi, dan lembaga swadayamasyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memberikan tanggapan positif terhadapkeberadaan pertanian ur ban. Sementara itu, jenis kegiatan yang menjadi preferensi sebagian besar responden adalahpengusahaan hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), tidak saja dari sisi produksi, tetapi juga termasukpengolahannya. Sebagian besar responden mendukung penempatan kegiatan pertanian ur ban hampir di setiap lokasiyang secara teknis memenuhi syarat dan secara ekologis maupun estetis tidak mengganggu/merusak atau mengarahpada kegiatan yang bersifat kontra produktif. Responden juga berpendapat bahwa sebaiknya ada ar eal khusus di daerahur ban yang dialokasikan maupun yang dilarang untuk kegiatan pertanian. Menurut persepsi responden, tanggung jawabpembinaan yang perlu dilaksanakan secara terpadu oleh institusi pertanian, penataan kota, dan perencanaan harusmeliputi (a) memberikan pelayanan penyuluhan dan bantuan teknis bagi pelaku pertanian ur ban, (b) mengidentifikasilokasi yang memungkinkan untuk kegiatan pertanian ur ban, (c) menyusun formulasi kebijakan atau peraturanmenyangkut kegiatan pertanian ur ban, (d) memonitor kegiatan pertanian ur ban, dan (e) melakukan registrasi danpemberian ijin untuk kegiatan pertanian ur ban. Namun demikian, pengamatan dan pengalaman pribadi respondenmengindikasikan bahwa peranan institusi terkait dalam melakukan fasilitasi pengembangan pertanian ur ban di Ja -karta dan Bandung masih perlu terus ditingkatkan. Dua isu penting yang dipersepsi responden membatasiperkembangan pertanian ur ban adalah isu akses dan ketersediaan lahan, serta isu kelembagaan berhubungan dengandukungan kebijakan, regulasi, dan perencanaan. Strategi promosi yang harus dilakukan oleh berbagai instansi terkait(pertanian, penataan kota, dan perencanaan) menurut pendapat responden pada dasarnya, mengarah pada berbagaiupaya untuk melembagakan (institutionalization) pertanian ur ban ke dalam perencanaan pengembanganperkotaan. Secara berurutan, responden berpendapat bahwa prioritas tindakan yang perlu dilakukan berkenaan denganpengembangan pertanian ur ban adalah (1) menetapkan kebijakan yang jelas mengenai keberadaan pertanian ur ban sertaketerpaduannya dengan perencanaan pengembangan perkotaan yang dituangkan ke dalam peraturan daerah, (2)melakukan sosialisasi pertanian ur ban ke semua tingkatan masyarakat, tidak saja menyangkut potensi manfaatnya,tetapi juga mengenai kemungkinan dampak negatifnya (ekonomis dan ekologis), (3) memberikan pelatihan/penyuluhanteknologi tepat guna untuk mendukung kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran beserta pro grampercontohannya, dan (4) memberikan fasilitasi, terutama kemudahan memperoleh lahan garapan dan kredit, kepadapelaku pertanian ur ban.Pub lic per -cep tion of ur ban ag ri cul ture ex is tence in Ja karta and Bandung. This study was con ducted from Au gust to No -vem ber 2001 in ur ban Ja karta and Bandung. A sur vey was car ried out to col lect in for ma tion re gard ing pub licper cep tion and knowl edge on the ex is tence of ur ban ag ri cul ture, through in ter views by us ing a questionaire.Respondents (39 and 41 from Ja karta and Bandung, re spec tively) were se lected pur pos ively from some in sti tu -tions, such as ag ri cul tural of fices, city plan ning of fices, uni ver si ties, and non-gov ern men tal of fices. Re sults in di -cate that all re spon dents show pos i tive opin ion and re sponse with re gard to the ex is tence of ur ban ag ri cul ture.Ag ri cul tural ac tiv ity pre ferred by most re spon dents is hor ti cul ture (veg e ta bles, fruits, and ornamentals), not onlyfrom pro duc tion side, but also on pro cess ing. Most re spon dents sup port all lo ca tions that sat isfy the tech ni cal re -quire ments for car ry ing out ag ri cul tural ac tiv i ties as long as they are eco log i cally and aes thet i cally sound. Re spon -dents sug gest not only the al lo ca tion of spe cial area for con duct ing ag ri cul tural ac tiv i ties, but also the pro hi bi tionof par tic u lar area to be used that may lead to coun ter pro duc tive ac tiv i ties. Most re spon dents per ceive that the re -spon si bil ity for guid ing the de vel op ment of ur ban ag ri cul ture should be car ried out as an in te grated ef fort from ag -ri cul tural and city plan ning of fices that may in clude (a) pro vid ing ser vices, ex ten sion, and tech ni cal as sis tance tour ban ag ri cul ture ac tors, (b) iden ti fy ing lo ca tions most fea si ble for ur ban ag ri cul ture ac tiv i ties, (c) for mu lat ingpol i cies or legislations to reg u late ur ban ag ri cul ture ac tiv i ties, (d) mon i tor ing ur ban ag ri cul ture ac tiv i ties, and (e)con duct ing reg is tra tion and pro vid ing per mits for ur ban ag ri cul ture ac tiv i ties. How ever, re spon dents’ per sonal ob -ser va tion and ex pe ri ence in di cate that the ef fec tive ness of these in sti tu tions in car ry ing out their roles still needssome im prove ments. Two im por tant is sues con sid ered im por tant by most re spon dents that may limit or ham per thede vel op ment of ur ban ag ri cul ture are land ac cess/avail abil ity and in sti tu tional as pects re lated to pol icy, reg u la tionand plan ning sup ports. Most re spon dents per ceive that the pro mo tion strat egy of ur ban ag ri cul ture should beaimed at in sti tu tion al iz ing the in te gra tion of ur ban ag ri cul ture plan ning into ur ban/city de vel op ment plan ning.There are some pri or ity ac tions re spec tively sug gested by re spon dents in de vel op ing ur ban ag ri cul ture, those are(1) formulating clear policies regarding the existence of urban agri culture and its integration to the city development planning that is documented in regional legis lation/regulation, (2) socializing the existence of urban agri culture to alllev els, not only its po ten tials, but also its neg a tive im pacts, eco nom i cally, and eco log i cally, (3) pro vid ing train ing/ex -tension on appropriate technol ogy to support production, processing and marketing activities, including its dem onstra -tion programs/plots, and (4) providing facil itation, especially access to land and credit to urban agri culture producers.
Aspek Nonteknis dan Indikator Efisiensi Sistem Pertanaman Tumpang Sari Sayuran Dataran Tinggi Adiyoga, Witono; Suherman, Rachman; Gunadi, Nikardi; Hidayat, Achmad
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 3 (2004): September 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup aspek non-teknis dan indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsaripada komunitas sayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas sayuran utama yangdiusahakan secara monokultur maupun tumpangsari di Pangalengan adalah kentang, kubis, petsai, cabai dan tomat.Petani mempersepsi kentang sebagai komoditas sayuran yang teknik budidayanya pal ing dikuasai serta pal ing dapatdiandalkan/menguntungkan. Sementara itu, tomat dan kubis dikategorikan sebagai jenis sayuran yang memiliki risikoproduksi pal ing tinggi (terutama dikaitkan dengan risiko kehilangan hasil panen akibat serangan hama penyakit).Sebagian besar petani responden cenderung lebih sering memilih sistem pertanaman tumpangsari berdasarkanpertimbangan (a) memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi petani untuk menghindarkan kemungkinankehilangan hasil secara to tal serta kerugian finansial yang disebabkan oleh rendahnya harga salah satu komoditas yangditanam, (b) memanfaatkan lahan dan energi sinar matahari secara lebih efisien, (c) instabilitas hasil yang disebabkanoleh cekaman lingkungan maupun serangan hama penyakit secara keseluruhan dapat dikurangi oleh karena sistemterdiri dari dua atau lebih spesies tanaman yang berbeda, (d) memungkinkan penggunaan tenaga kerja dan modalproduksi secara lebih efisien, dan (e) dua atau lebih cabang usaha (jenis tanaman) yang menopang sistem tersebutdapat saling menutupi jika salah satu di antaranya mengalami kerugian. Sebagian besar petani responden cenderungmemberikan penilaian positif terhadap sta tus sistem pertanaman tumpangsari berkaitan dengan kemungkinanpeningkatan pendapatan usahatani, pengurangan risiko harga/hasil dan pemeliharaan/perbaikan kelestarianlingkungan. Evaluasi produktivitas sistem pertanaman tumpangsari menunjukkan bahwa nisbah kesetaraan lahanuntuk berbagai kombinasi tanaman, berkisar antara 1,13-2,10. Berdasarkan urutan kepentingannya, petanimempersepsi fluktuasi harga, ketersediaan modal dan insiden hama penyakit sebagai tiga kendala terpentingkeberhasilan sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran tinggi. Secara berturut-turut kemudian diikuti olehketersediaan lahan, ketersediaan pupuk/pestisida, ketersediaan air/pengairan, erosi tanah atau kesuburan tanah,ketersediaan informasi teknis dan ketersediaan tenaga kerjaABSTRACT. Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi dan A. Hidayat. 2002. Nontechnical aspects and efficiencyindicators of highland vegetable multiple cropping systems. This study was carried out in November 2001, in thehigland vegetable production center, Pangalengan, West Java. Field observation and formal survey to interview 23respondents were aimed to obtain information on non-technical aspects and efficiency indicators of highlandvegetable multiple cropping systems. Results indicate that potato, cabbage, chinese cabbage, hot pepper and tomatoare the most common vegetable crops grown in monocropping and multiple cropping systems. Farmers perceivepotato as the most familiar/manageable, in terms of cultural practices, and the most profitable crop. Tomato andcabbage are perceived as crops that have highest risk, in relation to pest and disease yield losses. There is an increasingtrend of the use of multiple cropping by farmers since (a) it may avoid the yield and financial total loss, (b) it couldutilize land and lights more efficiently, (c) it may reduce the yield instability caused by environmental stress andpests/diseases incidence, and (d) it may use labor and capital more efficiently. Most respondents are in favor of or inagreement with the multiple cropping system’s potential in increasing net income, reducing price and yield risks, andmaintaining and improving environmental conservation. Productivity evaluation of multiple cropping systems showsthat the land-equivalent ratio for some crop combinations is quite high (1.13-2.10). Based on its relative importance,farmers perceive price fluctuation, working capital availability and pest and disease incidence as the main threeconstraints that hamper the succesfulness of the highland vegetable multiple cropping systems. The other secondarycontraints are related to the availability of land, fertilizer and pesticide, water and irrigation, technical information,labor, and soil fertility and ero sion.
Kelayakan Teknis dan Ekonomis Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada Sistem Tanam Tumpanggilir Bawang Merah dan Cabai Moekasan, Tony Koestony; Suryaningsih, Euis; Sulastri, Ineu; Gunadi, Nikardi; Adiyoga, Witono; Hendra, A.; Martono, M. A.; Karsum, -
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 3 (2004): September 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Percobaan lapangan menggunakan metode perbandingan perlakuan berpasangan telah dilaksanakan di Desa BojongNagara, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (± 5 m dpl), dari bulan Juni sampai Desember 2002.Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomis penerapan teknologi pengendalian hamaterpadu (PHT) yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran dibandingkan dengan teknologi yang umumdigunakan oleh petani. Tiap perlakuan diulang empat kali, dengan ukuran petak perlakuan adalah 5 x 20 m = 100 m2.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan rakitan komponen teknologi PHT pada bawang merah dan cabai yangdihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem petani, karena nilai nisbah R/C di petak PHT sebesar 1,47 sedangkan nilai nisbah R/C di petak petani sebesar0,84. Secara ekologi, penerapan PHT pada sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai lebih menguntungkankarena dapat menekan penggunaan insektisida dan fungisida masing-masing sebesar 61,53 dan 100% pada tanamanbawang merah dan 72,72 dan 90,90% pada tanaman cabai, sehingga residu insektisida di dalam tanah menurunsebesar 23,06% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 50,72% inhibisi, sedangkan di petak petani residu insektisidadi dalam tanah meningkat sebesar 8,14% inhibisi dan fungisida menurun sebesar 20,37% inhibisi. Sementara populasipred a tor di petak PHT lebih tinggi (11,54-55,55%) dibandingkan dengan populasinya di petak petani. Populasi agenshayati, yakni Bacillus sp. dan Trichoderma sp. pada petak PHT lebih tinggi, masing-masing sebesar 35,31 dan 58,35%dibandingkan populasi di petak petani. Residu insektisida dan fungisida pada hasil panen bawang merah dan cabai dipetak PHT masih di bawah ambang batas yang diijinkan, sedangkan residu pada hasil panen bawang merah dan cabaipada petak petani berada di atas ambang batas yang diijinkan.AB STRACT. Moekasan, T.K., E. Suryaningsih, I. Sulastrini, N. Gunadi, W. Adiyoga, A. Hen dra, M.A.Martono, and Karsum. 2004. Tech ni cal and eco nom i cal fea si bil ity of in te grated pest man age ment tech nol ogyon intercropping sys tem of shal lot and hot pep per. A field ex per i ment us ing a paired treat ment com par i son methodwas con ducted at Bojong Nagara vil lage, Ciledug sub dis trict, Cirebon dis trict, West Jawa (±5 m asl) from June un tilDe cem ber 2002. The pur pose of this study was to com pare the tech nique and eco nomic fea si bil ity of in te grated pestman age ment (IPM) tech nol ogy found by In do ne sian Veg e ta bles Re search In sti tute with farmer’s sys tem on shal lotand hot pep per in re lay plant ing sys tem. The ex per i ment used com par i son de sign with four rep li ca tions. The plot sizewas 100 m2. The re sults on shal lot showed that IPM im ple men ta tion gave more eco nom i cally ad van tages than thefarmer’s sys tem, be cause R/C ra tio on IPM plot was 1.47 and R/C ra tio on farmer’s plot was 0.84 re spec tively. On hotpep per, the plant dam age in IPM plot was lower that the dam age in farmer’s plot, but the yield on IPM plot was lowerthan the yield on farmer’s plot. Implementation of IPM could sup press the use of in sec ti cides and fun gi cides ca. 61.53and 100% re spec tively on shal lot and 72.72 and 90.90% re spec tively on hot pep per. In IPM plot, in sec ti cide and fun gi -cide res i due in the soil de creased ca. 23.06% in hi bi tion and 50.72% in hi bi tion re spec tively. In the other hand, the in -sec ti cide res i due in the soil in farmer’s plot in creased ca. 8.14% in hi bi tion, but the fun gi cide res i due de creased ca.20.37% in hi bi tion. Di ver sity of fauna in the plan ta tion in IPM plot was higher (22.03%) than the di ver sity in farmer’splot. Pred a tors pop u la tion in IPM plot was higher (11.54-55.55%) than the pop u la tion in farmer’s plot. Pop u la tion ofBa cil lus sp. and Trichoderma sp. in IPM plot higher (35.31 and 58.35% re spec tively) than the pop u la tion in farmer’splot. Pes ti cide res i due in shal lot bulbs and hot pep per fruits in IPM plot was at the lower level than thresh old level, butthe res i due in farmer’s plot sur passed the thresh old level.
Karakteristik Teknis Sistem Pertanaman Polikultur Sayuran Dataran Tinggi Adiyoga, Witono; Suherman, Rachman; Gunadi, Nikardi; Hidayat, A.
Jurnal Hortikultura Vol 14, No 4 (2004): Desember 2004
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup karakteristik teknis sistem pertanaman polikultur pada komunitassayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari penggunaansistem pertanaman polikultur. Kombinasi tanaman yang pal ing sering dipilih petani adalah cabai + petsai, kemudiandiikuti oleh tomat + petsai, cabai + siampo, kubis + petsai, dan cabai + kentang + petsai. Secara umum, pemilihan jenissayuran yang dikombinasikan telah sejalan dengan prinsip dasar polikultur yang mengisyaratkan maksimisasisinergisme dan minimisasi kompetisi antartanaman. Petani pada umumnya memilih tanaman kombinasi yangcenderung berumur lebih pendek dan memiliki kanopi lebih sempit dibandingkan dengan tanaman utama.Pengalaman petani mengindikasikan bahwa (a) tomat+petsai dikategorikan memiliki hubungan kompetitif, (b)cabai+petsai dikategorikan tidak saja memiliki hubungan komplementer, tetapi juga hubungan suplementer, (c)tomat+cabai, kentang+tomat, tomat+siampo, dikategorikan memiliki hubungan komplementer/kompetitif, dan (d)cabai+tomat dikategorikan memiliki hubungan suplementer/kompetitif. Kemungkinan kekurangan air ataukekeringan dipersepsi memiliki bobot pengaruh terpenting terhadap keberhasilan sistem pertanaman polikultur.Berdasarkan urutan kepentingannya, bobot pengaruh tersebut diikuti oleh curah hujan per tahun, efek naungan daritanaman lain yang dapat mengurangi radiasi sinar matahari, to tal kebutuhan air, curah hujan efektif per tahun dan efeklindungan. Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifat teknis mencakup optimasi penataan spasial dan tem po ral(waktu tanam), optimasi kombinasi tanaman berdasarkan potensi sinergi dan kompetisi, seleksi, dan pemuliaantanaman spesifik untuk tumpangsari, aplikasi pemupukan dan pemulsaan, serta pengendalian hama penyakit secarabiologis, masih sangat diperlukan agar diperoleh suatu acuan atau bahan pembanding yang dapat digunakan untukmelakukan evaluasi, konfirmasi, dan pengembangan sistem polikultur lebih lanjut.Kata kunci: Polikultur; Sayuran dataran tinggi; Sinergisme; KompetisiAB STRACT. Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi, and A. Hidayat. 2004. Tech ni cal char ac ter is tics ofpolyculture sys tem of high land vegetables. This study was car ried out in No vem ber 2001, in the high land veg e ta blepro duc tion cen ter, Pangalengan, West Jawa. Field ob ser va tion and for mal sur vey to in ter view 23 re spon dents wereaimed to ob tain data tech ni cal char ac ter is tics of veg e ta ble mul ti plecrop ping sys tems in the high land. Re sults sug gestthat there is an in creas ing trend the use of multiplecropping by veg e ta ble farm ers. The most fre quent crop com bi na tioncho sen by farm ers is hot pep per + chi nese cab bage, fol lowed by to mato + chi nese cab bage, hot pep per + chi nese mus -tard, cab bage + chi nese cab bage, and hot pep per + po tato + chi nese cab bage. In gen eral, the choice of crop com bi na -tion has been in agree ment with the ba sic re quire ment of multiplecropping that is max i miz ing syn er gism, whilemin i miz ing com pe ti tion be tween crops. Farm ers usu ally choose a com pan ion crop that is early ma tur ing and haslower/smaller can opy than the main crop. Farm ers’ ex pe ri ence sug gests that (a) to mato+chi nese cab bage tends to havea com pet i tive re la tion ship, (b) hot pep per+chi nese cab bage, not only has a com ple men tary, but also a sup ple men taryre la tion ship, (c) to mato+hot pep per; po tato+to mato; and to mato+chi nese mus tard have a com ple men tary/com pet i tivere la tion ship, and (d) hot pep per+to mato has a sup ple men tary/com pet i tive re la tion ship. The pos si bil ity of wa ter short -age is per ceived to be the most sig nif i cant fac tor that may af fect the suc cess of multiplecropping sys tems. This is fol -lowed by other fac tors, such as rain fall per year, shad ing ef fect, to tal wa ter re quire ment, ef fec tive rain fall per year, andshel ter ef fect. The sup port of tech ni cal ba sic re search that in cludes the op ti mi za tion of spa tial and tem po ral ar range -ments, op ti mi za tion of crop com bi na tion that con sid ers syn er gism and com pe ti tion as pects, se lec tion of and breed ingof crop va ri et ies which are par tic u larly suited to mul ti ple crop ping, fer til iza tion and mulch ap pli ca tion, and biologicalpest and disease control, is still needed to establish a guidance for evaluating, con firm ing, and further developing theadvantages of multiplecropping sys tem.
MODEL MANAJEMEN KAPASITAS PRODUKSI TOMAT PADA SENTRADI KABUPATEN GARUT Marina, Ida; Perdana, Tomy; Insan Noor, Trisna; Adiyoga, Witono
Proceeding SENDI_U 2017: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.486 KB)

Abstract

Tomat merupakan salah satu komoditas yang harganya selalu berubah-ubah selain cabai. Jika cabai pernah mengalami harga yang dikatakan paling tinggi justru untuk tomat pernah mengalami harga terendah sampai para petani lebih memilih untuk tidak melakukan pemanenan karena biaya operasional untuk memanen lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang akan mereka peroleh. Hal tersebut dikarenakan produksi tomat yang sangat melimpah sedangkan tidak diimbangi dengan permintaan di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model manajemen kapasitas produksi pada komoditas tomat dalam upaya memenuhi permintaan pasar di Kabupaten Garut dengan pendekatan dinamika sistem. Kabupaten Garut sebagai sentra produksi tomat Propinsi Jawa Barat dengan fokus penanaman Kecamatan Cikajang dan Surupan, menjadi wilayah kerja penelitian ini. Identifikasi kebutuhan untuk model manajemen kapasitas produksi dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan pakar dari pemangku kepentingan, yaitu praktisi dan pemangku kebijakan yang terlibat dalam prosedur penyediaan input, produksi, serta pemasaran. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.Formulasi model dilakukan dengan softwareVeneta Simulation(Vensim DSS), yang dilanjutkan dengan simulasi. Hasil Penelitian Menunjukan bahwa tomat yang dihasilkan petani di sentra produksi Kabupaten Garut untuk pasokan ke pasar tradisional dan Industri belum sepenuhnya terpenuhi sesuai dengan permintaan yang dinginkan. Kata Kunci :Dinamika Sistem Kapasitas Produki Rantai Pasok