Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Jihad Bunuh Diri menurut Hadis Nabi SAW Adynata, Adynata
Jurnal Ushuluddin Vol 16, No 2 (2013): Juli - Desember 2013
Publisher : Jurnal Ushuluddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada zaman sekarang sering kita mendengar dan melihat di media massa banyaknya terjadi bom bunuh diri, baik di tempat-tempat fasilitas umum seperti hotel, rumah ibadah, tempat pertemuan ataupun yang terjadi di daerah peperangan seperti di Palestina ketika perang antara tentara Israel dan Palestina. Para ulama telah mengkaji tentang hukum melakukan bom bunuh diri.Mereka berbeda pendapat tentang hukumnya; ada yang membolehkan dan ada pula yang melarang secara mutlak.Ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah SAW yang terkait dengan persoalan ini, secara zahir tampak bertentangan. Dalam sebuah hadis Beliau melarang membunuh diri dengancara apapundan nanti di dalam neraka Jahannam pelakunya akan disiksa dengan cara yang dilakukannya ketika membunuh dirinya serta kekal di dalamnya. Sementara dalam Hadis yang lain disebutkan Rasulullah SAW menawarkan kepada satu orang sahabatnya untuk melawan musuh yang banyak yang diyakini akan membawa kematiannya pada perang Uhud sehingga terkesan sahabat tersebut mengorbankan dirinya.Hadis-hadis yang tampak bertentangan ini perlu dikaji lebih mendalam untuk ditemukan relevansinya dengan peristiswa bom bunuh diri yang banyak terjadi sekarang. Penulis memahami bahwa bom bunuh diri pada prinsipnya diharamkan, tetapi jika dilakukan dalam kondisi terpaksa dalam medan peperangan untuk menyelamatkan pasukan dan menghindarkan bahaya yang lebih besar lagi maka boleh dilakukan asalkan atas perintah pemimpin perang. Tetapi jika dilakukan tidak dalam kondisi perang maka tidak boleh dilakukan dan termasuk sikap putus asa melihat kemaksiatan yang terjadi
STUDI HADIS-HADIS MUKHTALIF TENTANG MENGUMUMKAN KEMATIAN (AL-NA’Y) Adynata, Adynata
Jurnal Ushuluddin Vol 23, No 1 (2015): Januari - Juni
Publisher : Jurnal Ushuluddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Quran. Dalam memahaminya diperlukan ilmu-ilmu tertentu agar tidak terjadi kekeliruan, sebab hadis-hadis tersebut kadang kala terlihat bertentangan satu sama lain, padahal jika hadis itu sahih bersumber dari Rasulullah SAW maka mustahil terjadi pertentangan padanya. Oleh karena itu, para ulama hadis mengkaji jenis hadis ini dan merumuskan metode penyelesaiannya dengan sebuah ilmu yaitu Ilmu Mukhtalif al-Hadis. Di antara permasalahan yang terjadi di sebagian masyarakat yang berkaitan dengan kesalahan memahami hadis mukhtalif adalah tentang mengumumkan kematian (al-na’y) antara hadis yang membolehkan dan melarang. Kedua versi hadis tentang mengumumkan kematian (al-na’y) tersebut terlihat bertentangan satu sama lain atau mukhtalif yang mesti dipahami berdasarkan metode Ilmu Mukhtalif al-Hadis. Pada hadis yang melarang al-na’y, Rasulullah SAW. menyebutkan alasan atau illat pelarangan itu, yakni tindakan mengumumkan kematian seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah. Sedangkan pada hadis yang membolehkan al-na’y di mana Rasulullah SAW. dan sahabatnya melakukannya tidak mengandung tata cara Jahiliyah, tetapi sebaliknya mengandung kemaslahatan yang banyak. Oleh karena itu, pelarangan al-na’y itu terkait dengan tata caranya, yaitu tata cara Jahiliyah, Berdasarkan kajian ini, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kedua versi hadis tersebut tidaklah bertentangan
EFFECTIVENESS OF RUQYAH SYAR’IYYAH ON PHYSICAL DISEASE TREATMENT IN RIAU PROVINCE Adynata Adynata; Idris Idris
Jurnal Ushuluddin Vol 24, No 2 (2016): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v24i2.1525

Abstract

Ruqyah Syar’iyyah is one of Sunnah Prophet Muhammad in treating diseases and disorders syaithan, that is by reciting Al-Qur’an verses and praying. Most Muslims understand that ruqyah Syar’iyyah is only effectively treat non-medical disease or illness caused by psychiatric disorders and jin, whereas medical illness to be treated by medical means, Though al-Qur’an Surat al-Isra’ verses 82 mentions that al-Qur’an is as a bidder (a cure) and a mercy for believers without distinction of medications for non-medical or medical illness. Based on the research of writer in 2015, there are two methods ruqyah Syar’iyyah in Riau Province, which is manual method and practical Qur’anic Healing method. In fact, there are many chronic medical illnesses cannot be treated by doctors, but these diseases can be treated and cured by ruqyah without being accompanied by medication. Thus, ruqyah Syar’iyyah is not only effectively treat mental illness, but also effectively treat medical ailments
Jihad Bunuh Diri Menurut Hadis Nabi SAW Adynata Adynata
Jurnal Ushuluddin Vol 20, No 2 (2013): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v20i2.927

Abstract

Pada zaman sekarang sering kita mendengar dan melihat di media massa banyaknya terjadi born bunuh diri, baik di tempat-tempat fasilitas umum seperti hotel, rumah ibadah, tempat pertemuan ataupun yang terjadi di daerah peperangan seperti di Palestina ketika perang antara tentara Israel dan Palestina. Para ulama telah mengkaji tentang hukum melakukan bom bunuh diri. Mereka berbeda pendapat tentang hukumnya; ada yang membolehkan dan ada pula yang melarang secara mutlak. Ayat-ayat al­ Quran dan hadis Rasulullah SAW yang terkait dengan persoalan ini, secara zahir tampak bertentangan. Dalam sebuah hadis Beliau melarang membunuh diri dengan cara apapun dan nanti di dalam neraka Jahannam pelakunya akan disiksa dengan cara yang dilakukannya ketika membunuh dirinya serta kekal di dalamnya. Sementara dalam Hadis yang lain disebutkan Rasulullah SAW menawarkan kepada satu orang sahabatnya untuk melawan musuh yang banyak yang diyakini akan membawa kematiannya pada perang Uhud sehingga terkesan sahabat tersebut mengorbankan dirinya. Hadis-hadis yang tampak bertentangan ini perlu dikaji lebih mendalam untuk ditemukan relevansinya dengan peristiswa born bunuh diri yang banyak terjadi sekarang. Penulis memahami bahwa bom bunuh diri pada prinsipnya diharamkan, tetapi jika dilakukan dalam kondisi terpaksa dalam medan peperangan untuk menyelamatkan pasukan dan menghindarkan bahaya yang lebih besar lagi maka boleh dilakukan asalkan atas perintah pemimpin perang. tetapi jika dilakukan tidak kondisi perang maka tidak boleh dilakukan dan termasuk sikap putus asa terhadap kemaksiatan yang terjadi
STUDI HADIS-HADIS MUKHTALIF TENTANG MENGUMUMKAN KEMATIAN (AL-NA’Y) Adynata Adynata
Jurnal Ushuluddin Vol 23, No 1 (2015): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v23i1.1083

Abstract

Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Quran. Dalam memahaminya diperlukan ilmu-ilmu tertentu agar tidak terjadi kekeliruan, sebab hadis-hadis tersebut kadang kala terlihat bertentangan satu sama lain, padahal jika hadis itu sahih bersumber dari Rasulullah SAW maka mustahil terjadi pertentangan padanya. Oleh karena itu, para ulama hadis mengkaji jenis hadis ini dan merumuskan metode penyelesaiannya dengan sebuah ilmu yaitu Ilmu Mukhtalif al-Hadis. Di antara permasalahan yang terjadi di sebagian masyarakat yang berkaitan dengan kesalahan memahami hadis mukhtalif adalah tentang mengumumkan kematian (al-na’y) antara hadis yang membolehkan dan melarang. Kedua versi hadis tentang mengumumkan kematian (al-na’y) tersebut terlihat bertentangan satu sama lain atau mukhtalif yang mesti dipahami berdasarkan metode Ilmu Mukhtalif al-Hadis. Pada hadis yang melarang al-na’y, Rasulullah SAW. menyebutkan alasan atau illat pelarangan itu, yakni tindakan mengumumkan kematian seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah. Sedangkan pada hadis yang membolehkan al-na’y di mana Rasulullah SAW. dan sahabatnya melakukannya tidak mengandung tata cara Jahiliyah, tetapi sebaliknya mengandung kemaslahatan yang banyak. Oleh karena itu, pelarangan al-na’y itu terkait dengan tata caranya, yaitu tata cara Jahiliyah, Berdasarkan kajian ini, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kedua versi hadis tersebut tidaklah bertentangan
Penerapan Sunnah Nabi Shallallahualaihi Wasallam., Ruqyah Syariyyah, di Klinik Surabaya Ruqyah Center Adynata Adynata
An-Nida' Vol 38, No 2 (2013): July - December 2013
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v38i2.335

Abstract

Ruqyah is one of the way of treatment of the disease, both physical and non-physical illness that existed before the advent of Islam. In the last ten years, ruqyah Syar’iyyah in Indonesia is growing rapidly with the implementation of a mass ruqyah by some Muslim groups. During its development, to meet the needs of the community will ruqyah, it is necessary to set up a clinic that specializes in serving the needs of the community and one of ruqyah experienced and intense clinics serving ruqyah until now is Ruqyah Surabaya Clinical Center which was founded in 2004. In the implementation of ruqyah, the ruqyah in Surabaya Ruqyah Center ruqyah can be made to either the human believers and disbelievers, and can also be carried out on a place like homes, shops, schools, dormitories, and others.
PENYAKIT MASYARAKAT DI KECAMATAN BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR Jhon Afrizal & Adynata
MENARA RIAU Vol 13, No 2 (2014): Juli - Desember 2014
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.215 KB) | DOI: 10.24014/menara.v13i2.848

Abstract

Kabupaten Kampar dikenal dengan sebutan “serambi Mekkah-nya” propinsi Riau, gelar sebutan ini bukan tanpa alasan. Sebutan ini diberikan karena masyarakat kabupaten Kampar semenjak zaman dahulu sampai sekarang sudah dikenal dengan kehidupan masyarakat yang agamis. Sebagai bukti nyata di antaranya adalah keberadaan para ulama atau ustazd terutama di provinsi Riau banyak yang berasal dari salah satu kabupaten tertua di Riau ini. Belum lagi keberadaan sekolah-sekolah agama seperti pondok pesantren dan sekolah madrasah lainnya banyak tersebar di kabupaten Kampar. Dalam kehidupan masyarakat yang agamis, keberadaan generasi muda muda sangat diperhatikan, karena generasi muda adalah generasi yang diharafkan memberikan pengruh yang baik bagi masyarakat dan agama. Namun seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, kehidupan masyarakat yang dulunya kental dengan nilai dan pengaruh agama yang kuat sudah mulai luntur dan berkurang. Berbagai fenomena kehidupan masyarakat yang negatif yang terlihat, terutama dalam hal akhlak generasi muda sudah mulai memperlihatkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Penyakit masyarakat seperti perzinahan, judi, mabuk-mabukan, mengkonsumsi narkoba, pencurian, pemerkosaan, tawuran dan berbagai tindak kejahatan lainnya menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat yang agamis sudah mulai hilang. Berbagai faktor dan sebab sudah dikenali bahwa faktor-faktor penyebab utama dari penyakit masyarakat ini, antara lain adalah: kurangnya pengetahuan dan pengamalan dibidang agama yang kurang memadai, kurangnya perhatian atau kepedulian dari para orang tua, ekonomi dan pendidikan masyarakat yang tergolong rendah di tambah lagi dengan faktor media tekonologi informasi yang ada tidak digunakan sebagaimana mestinya. Keberadaan internet, play station, handphone dan media-media teknologi lainnya menyebabkan penyakit masyarakat sangat sering terjadi. Peran aktif dari semua pihak sangat diperlukan dalam menghilangkan penyakit masyarakat ini, terutama dari pemerintah daerah dan peran para ulama atau ustazd dan pihak-pihak lainnya
The Settlement of Contradictory Hadith on Mahram Status for Man due to Al-Radhāah Zikri Darussamin; Rahman Rahman; Adynata Adynata
Jurnal Ushuluddin Vol 30, No 1 (2022): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v30i1.14200

Abstract

This study examined the hadith regarding the determination of mahram status for adult men due to breastfeeding (al-radhāah). It was needed to be conducted because the hadiths are contradictory to one another. Using the mukhtalif al-hadith science method, this study tried to find the right and correct understanding, avoiding visible outward contradictions, with two forms of settlement, namely non-compromising and compromise. The majority of scholars prioritize a compromise settlement first, then a non-compromising one. The determination of the hadith "maqbul-ma'mulbih" and "maqbul-ghayru ma'mulbih" is a consequence of the application of non-compromising settlement through the nasakh or tarjih method approach. The findings show that contradictory hadiths on adult breastfeeding due to al-radhāah can be resolved by the compromise method (al-jam'u) using takhshis al-'am. The Prophet's command to Sahlah bint Suhail to breastfeed the adult Salim so that he becomes a mahram because of al-radhaah, is only a form of the Prophet's specialness to Salim and not for other adult men
Analisis Normalisasi Pemukulan Suami terhadap Istri Perspektif Hukum Islam (Studi terhadap Pendapat Seorang Da’iyah di Media Sosial) Adynata Adynata; Sulaiman Sulaiman
An-Nida' Vol 46, No 1 (2022): January - June
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v46i1.19244

Abstract

Pernikahan merupakan wadah legal yang diberikan Islam untuk menciptakan kehidupan yang tenang dan bahagia di dunia, sekaligus ladang amal untuk menggapai kebahagiaan akhirat. Namun kehidupan berumah tangga tidak selalu mendatangkan kebahagiaan. Adakalanya istri melakukan pembangkangan terhadap suami, sehingga suami melakukan pemukulan yang dalam hukum negara dipandang sebagai tindakan terlarang. Namun Islam tidak sepenuhnya melarang tindakan pemukulan tersebut karena sebagian bentuk pemukulan suami terhadap istri disyariatkan. Dalam hal ini terjadi pertentangan hukum syariat dengan Undang-undang RI nomor 23 tahun 2004. Pertentangan ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat ketika seorang Da’iyah menyampaikan  kebolehan suami memukul istrinya sehingga mendapat respon kontroversial dari para ustadz dan tokoh agama di berbagai media. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan metode content analysis terhadap isu pemukulan suami di media elektronik dan sumber rujukan hukum dari al-Quran dan al-Sunnah. Hasil dari pembahasan ini menyebutkan bahwa dalam Islam terdapat pemukulan suami terhadap istri yang dibenarkan, yaitu ketika istri melakukan nusyuz dan suami memukul dengan pukulan yang tidak melukai serta didahului dengan memberikan nasehat dan pisah tempat tidur, sedangkan pemukulan yang tidak memenuhi kriteria tertentu dilarang oleh Islam dan termasuk kezhaliman, maka tidak boleh dinormalisasi.
Analisis Hadis-Hadis ‘Ashâbah dalam Konteks Kewarisan Islam (Studi Terhadap Pemaknaan dan Implementasi) Darussamin, Zikri; Adynata, Adynata; Zailani, Zailani; Armansyah, Armansyah; Zikri, Ahmad
AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis Vol. 7 No. 2 (2023)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29240/alquds.v7i2.6652

Abstract

Analysis of 'Ashâbah Hadiths in the Context of Islamic Inheritance (A Study of Interpretation and ImplementationThe concept of 'asabah which is based on hadith “give the inheritance to the rightful people” (zāwul furϋd) and give the rest to the more primal of the male relatives” is considered discriminatory by many parties as well as it’s reducing the percentage of women's inheritance rights as heirs of dzawul furûdh which have been determined in absolute terms (qaht'i). This paper aims to analyze the hadith about 'ashabah through the ma'anil hadith approach using the takhrîj method as well as textual, contextual and intertextual interpretations. The results of the study concluded that the hadiths of 'ashabah are categorized as valid (sahih) hadiths and can be used as evidence (hujjah) regarding the legitimacy of the 'ashabah system in Islamic inheritance. The application of the ‘asabah inheritance system does not have discriminatory implications. On the contrary, it actually contains the value of distributive justice, because justice in inheritance is not always measured by the similarity of designation between heirs, but is also determined by proportionality based on the size of the burden of responsibility assigned to each heir, the balance between rights and obligations and the balance between what is obtained with needs and uses. In order to measure the aspect of justice, the 'ashabah inheritance system must be understood integrally by placing the position of inheritance as a sub-system of the overall family law system within the Islamic legal system which is intact and comprehensive.