Micro, small, and medium enterprises (MSMEs), including street vendors, contribute significantly to the national economy, both in terms of employment and local economic turnover. However, MSMEs often face various obstacles, particularly in terms of access to financing and sustainable business management. The COVID-19 pandemic has exacerbated this situation with a decline in people's purchasing power, disruption of supply chains, and reduced turnover, causing many businesses to struggle to meet their credit obligations. As a result, there has been an increase in non-performing loans (NPLs), which not only harm financial institutions but also threaten the survival of MSMEs themselves. In the context of resolving non-performing loans, the conventional approach of using physical collateral such as land and buildings is often inaccessible to MSMEs with minimal assets. Therefore, trademark certificates can be offered as an alternative solution. Legally registered trademarks have economic value as intellectual property that can be used as fiduciary collateral or credit restructuring instruments. By utilizing trademark certificates, MSMEs not only have the opportunity to strengthen their business identity and competitiveness, but also gain a new instrument for resolving non-performing loans. This approach opens up innovative space in inclusive financing while expanding recognition of intellectual property-based assets in the national financial system.ABSTRAKUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) termasuk Pedagang Kaki Lima (PKL) memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun perputaran ekonomi lokal. Namun, UMKM kerap menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal akses pembiayaan dan pengelolaan usaha yang berkelanjutan. Pandemi COVID-19 memperburuk kondisi ini dengan menurunnya daya beli masyarakat, terganggunya rantai pasok, serta berkurangnya omset yang menyebabkan banyak pelaku usaha kesulitan memenuhi kewajiban kreditnya. Akibatnya, muncul fenomena kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang tidak hanya merugikan pihak lembaga keuangan, tetapi juga mengancam kelangsungan usaha UMKM itu sendiri. Dalam konteks penyelesaian kredit bermasalah, pendekatan konvensional melalui jaminan fisik seperti tanah dan bangunan sering kali tidak dapat diakses oleh UMKM yang minim aset. Oleh karena itu, sertifikat merek dapat ditawarkan sebagai alternatif solusi. Merek yang telah terdaftar secara hukum memiliki nilai ekonomi sebagai kekayaan intelektual yang dapat dijadikan jaminan fidusia atau instrumen restrukturisasi kredit. Dengan memanfaatkan sertifikat merek, UMKM tidak hanya memiliki peluang untuk memperkuat identitas usaha dan daya saing, tetapi juga memperoleh instrumen baru dalam penyelesaian kredit bermasalah. Pendekatan ini membuka ruang inovatif dalam pembiayaan inklusif sekaligus memperluas pengakuan terhadap aset berbasis kekayaan intelektual dalam sistem keuangan nasional.