Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KENDALA DALAM PELAKSANAAN PELIMPAHAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING (IMTA) DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH KOTA SEMARANG Efi Yulistyowati; Endah Pujiastuti; Tri Mulyani
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 18, No 1 (2016): Juni
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.393 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v18i1.558

Abstract

Pungutan Retribusi Perpanjangan IMTA sebelumnya merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dengan PP No. 97 Th. 2012 ditetapkan sebagai retribusi, yang pemungutannya diserahkan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan pelimpahan pemungutan retribusi tersebut terdapat kendala, oleh karena itu penelitian ini akan membahas kendala tersebut, khususnya di Kota Semarang. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, spesisifikasi penelitiannya diskriptif analitis, metode pengumpulan datanya studi lapangan, studi pustaka dan studi dokumentasi, dan metode analisis datanya kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut :Jangka waktu peralihan pelimpahan kewenangan terlalu singkat, sehingga menimbulkan adanya kekosongan hukum, walaupun Pemerintah Kota Semarang sudah berusaha dengan cara tidak membuat peraturan daerah baru tetapi hanya merubah peraturan yang sudah.Dalam pembuatan perda tersebut dianggap kurang melibatkan kelompok kepentingan, meskipun wakil kelompok telah dilibatkan.Peserta dalam pembahasan pembuatan perda tidak dapat memberikan masukan secara maksimal, karena bahan baru dibagikan kepada peserta pada saat peserta menandatangani daftar hadir.Peraturan yang sudah dibuat dianggap kurang disosialisasikan kepada kelompok kepentingan terkait.Kurang ada keterbukaan informasi penggunaan hasil pemungutan retribusi perpanjangan IMTA.
PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITICA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA : STUDI KOMPARATIF ATAS UNDANG–UNDANG DASAR TAHUN 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Efi Yulistyowati; Endah Pujiastuti; Tri Mulyani
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 18, No 2 (2016): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (434.961 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v18i2.580

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan konsep Trias Politica dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini dapat di lihat dalam konstitusi negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehubungan dengan amandemen 4 (empat) kali, yang dilakukan oleh pemerintah, untuk kesempurnaan, maka penelitian ini disajikan secara komparatif, baik sebelum dan sesudah amandemen. Metodelogi penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya: metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian deskriptif analitis, sumber data terdiri data sekunder, metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian kepustakaan, Metode analisis data yaitu kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia secara implisit, baik sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menerapkan konsep Trias Politica Montesquieu, namun penerapannya tidak obsolut. Hasil dari studi komparatif dapat diketahui bahwa pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen ternyata tidak hanya Legislatif (MPR, DPR), Eksekutif (Presiden) dan Yudikatif (MA), namun selain dari 3 (tiga) fungsi tersebut, masih di bagi lagi yaitu ke dalam Kekuasaan Konsultatif (DPA) dan Kekuasaan Eksaminatif (BPK). Sedangkan sesudah amandemen ternyata juga tidak hanya Legislatif (MPR, DPR, DPD), Eksekutif (Presiden) dan Yudikatif (MA, MK), namun masih di bagi lagi ke dalam Kekuasaan Eksaminatif (BPK).
Menelisik Prinsip Beneficial Ownership dalam Kebijakan Pembaruan Hukum Pidana Subaidah Ratna Juita; Efi Yulistyowati; Supriyadi
Prosiding Seminar Hukum Aktual Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Vol. 2 No. 4 JULI 2024
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The principle of beneficial ownership relating to criminal acts committed by corporate administrators is something that is relatively new in Indonesia, so it is interesting to analyze. Analysis regarding this matter cannot be separated from the policy of reforming criminal law with criminal liability for corporations which has been formulated in Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code and has become a reference and refinement in special criminal law provisions. The focus of this research is related to the development of criminal law policy, especially regarding the principle of beneficial ownership. Beneficiary Ownership is of particular concern because often in law enforcement related to criminal acts committed by corporations, these Beneficial Owners are not touched by the law. The aim of the research carried out by the author is how to identify parties who can be qualified as beneficial owners and what the criminal liability of these beneficial owners is in crimes committed by corporations. This research uses a juridical-normative approach as the main approach. The main object of this research is secondary data which includes primary legal materials and secondary legal materials. Meanwhile, data analysis was carried out using qualitative analysis methods. The results of the discussion of the problems in this research show that there is a close relationship between beneficial owners (Beneficiary Ownership) and corporate legal actions as legal subjects, often beneficial ownership through orders to corporate management to carry out legal actions in their interests. The legal actions carried out by the corporate management reflect the actions of a corporation so that all its implications can make the corporation a legal subject that can be held criminally liable.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2022 DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A SEMARANG Maulida Sasy Kirana; Efi Yulistyowati; Agus Saiful Abib
Semarang Law Review (SLR) Vol. 6 No. 1 (2025): April
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v6i1.11674

Abstract

Supreme Court Regulation Number 7 of 2022 aims to realize the principle of fast, simple, and low-cost justice implementation. This article will discuss the effectiveness of the implementation of the Supreme Court Regulation in resolving divorce cases at the Class 1A Religious Court of Semarang, and the factors that influence the effectiveness of the implementation of the Supreme Court Regulation. This type of research is empirical juridical, with analytical descriptive research specifications. The sample is the implementation of Supreme Court Regulation Number 7 of 2022 in resolving divorce cases at the Class 1A Religious Court of Semarang in 2023-2024. The data used are primary data and secondary data, which are collected through interviews, literature studies, and documentation studies. The data is then analyzed qualitatively. The results of the study indicate that the Implementation of Supreme Court Regulation Number. 7 of 2022 in resolving divorce cases at the Class 1A Religious Court of Semarang is quite effective, but not yet optimal. The factors that influence the effectiveness of the implementation of the Supreme Court Regulation are: (1) Internal factors: the availability of adequate facilities and infrastructure to support the implementation of E-Court, but there are still shortcomings in socialization, there are no pamphlets, guidebooks, brochures, visual media, and trial applications that can be accessed to practice using E-Court, (2) External factors: many people do not yet understand the procedures and benefits of E-Court, not all advocates have been able to adapt to the E-Court system, internet network access is uneven in various regions, and the background of human resources is diverse.   Abstrak Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 7 Tahun 2022 bertujuan untuk mewujudkan prinsip pelaksanaan peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan. Artikel ini akan membahas efektivitas pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung  tersebut dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung  tersebut. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian diskriptif analitis. Sampelnya adalah pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 7 Tahun 2022 dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang tahun 2023-2024. Data yang dipakai adalah data primer dan data sekunder, yang diambil dengan cara wawancara, studi Pustaka, dan studi dokumentasi. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung  Nomor. 7 Tahun 2022 dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang, cukup efektif, tetapi belum optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung  tersebut adalah : (1) Faktor internal : tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung penyelenggaraan E-Court, namun masih ada kekurangan dalam sosialisasi, tidak ada pamflet, buku panduan, brosur, media visual, dan aplikasi percobaan yang dapat diakses untuk berlatih menggunakan E-Court, (2) Faktor eksternal :  banyak masyarakat yang belum memahami prosedur dan keuntungan E-Court,  para advokat belum seluruhnya bisa beradaptasi dengan sistem E-Court, akses jaringan internet yang tidak merata di berbagai daerah,  dan  latar belakang SDM yang beragam.
Sosialisasi Legalitas Usaha dan Pentingnya Sertifikasi Halal Bagi UMKM di Trimulyo Genuk Khaidar Alifika El Ula; Amri Panahatan Sihotang; Wafda Vivid Izziyana; Efi Yulistyowati
KADARKUM: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 6 No. 2 (2025): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/7yc5v726

Abstract

Sertifikat halal pada produk merupakan instrumen penting untuk menjamin keamanan, kenyamanan, dan ketenteraman batin konsumen, khususnya masyarakat Muslim. Tanpa sertifikat halal resmi yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk berisiko kehilangan kepercayaan pasar. Namun, masih banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencantumkan label halal tanpa memiliki sertifikat sah, serta belum melengkapi legalitas usaha seperti Nomor Induk Berusaha (NIB). Kondisi ini juga ditemukan di Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, yang memerlukan intervensi melalui sosialisasi dan pendampingan hukum. Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini diikuti 28 pelaku UMKM, dilaksanakan pada 7 Juli 2025 di aula kelurahan. Tahapan kegiatan meliputi pengisian kuesioner awal (pre-test), penyampaian materi tentang legalitas usaha dan prosedur sertifikasi halal, sesi tanya jawab, serta pengisian kuesioner akhir (post-test). Materi disampaikan dengan pendekatan partisipatif melalui studi kasus dan diskusi interaktif. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan signifikan pemahaman peserta, dari 43% sebelum kegiatan menjadi 91% setelah kegiatan, atau meningkat sebesar 48%. Peserta memberikan respons positif, menilai kegiatan ini relevan dan bermanfaat bagi pengembangan usaha mereka. Secara keseluruhan, PkM ini dinilai berhasil mencapai tujuan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pelaku UMKM akan pentingnya kepemilikan legalitas usaha dan sertifikat halal sebagai upaya meningkatkan daya saing di pasar. Kata kunci: Legalitas; Sertifikasi Halal; Sosialisasi.
ANALISIS SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2023 DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Sthela Maris Belinda Setyo Widiastuti; Dian Septiandani; Efi Yulistyowati
Semarang Law Review (SLR) Vol. 6 No. 2 (2025): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v6i2.12849

Abstract

The registration of interfaith marriages in Indonesia raises legal issues, prompting the Supreme Court to issue Circular Letter Number 2 of 2023 to ensure legal certainty. Based on this, this study will analyze the Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 from a Positive Law Perspective in Indonesia and its legal implications in the Indonesian justice system. This type of research is normative juridical with a statutory approach. The research specifications are descriptive analytical. The data used are secondary data, collected through library research and documentation studies. The data are then analyzed using qualitative analysis methods. The results of the study indicate that: The Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 from a positive law perspective in Indonesia is a commitment that marriage can only be carried out by couples with the same religion and beliefs, thus creating legal certainty, because the court will not grant requests for registration of marriages between people of different religions and beliefs. The legal implications of Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 in the Indonesian judicial system are to provide guidelines for judges in handling applications for registering interfaith marriages, as well as providing legal clarity for couples of different religions and beliefs.   Abstrak Pencatatan perkawinan beda agama di Indonesia menimbulkan permasalahan hukum, sehingga mendorong Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 agar ada kepastian hukum. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini akan menganalisis Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia dan implikasi yuridisnya dalam sistem peradilan di Indonesia. Jenis/tipe penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Spesifikasi penelitiannya diskriptif analitis. Data yang dipakai adalah data sekunder, yang diambil dengan cara studi Pustaka dan studi dokumentasi. Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 dalam perspektif hukum positif di Indonesia adalah merupakan komitmen bahwa perkawinan hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan dengan agama dan kepercayaan yang sama, sehingga menciptakan kepastian hukum, karena pengadilan tidak akan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Implikasi yuridis dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 dalam sistem peradilan di Indonesia adalah memberikan pedoman bagi hakim untuk menangani permohonan pencatatan perkawinan beda agama dan kepercayaan, serta memberikan kejelasan hukum bagi pasangan yang berbeda agama dan kepercayaan.
Implementasi Prinsip Mempersulit Perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan : Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Semarang Asfita Marina Palupi; Dian Septiandani; Efi Yulistyowati
Jurnal Hukum Ekonomi Islam Vol. 5 No. 1 (2021): Jurnal Hukum Ekonomi Islam (JHEI)
Publisher : Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.34 KB) | DOI: 10.55577/jhei.v5i1.71

Abstract

Law Number 16 Year 2019 adheres to the principle of “complicate divorce”. Thus, the researcher conducted a research in Religious Court of Semarang City, Central Java, focusing on the implementation of the principle to complicate divorce based on Law Number 16 Year 2019 concerning Marriage, the obstacle faced in implementing the principle to complicate divorce under Law Number 16 of 2019 and how to solve the obstacle. This is a is sociological juridical research as this study will discuss the implementation of the principle to complicate divorce as adhered in Law Number 16 of 2019 on Marriage, the obstacles in implementing the principle and how to overcome the problems. Moreover, the specification of this study is qualitative one conducted by a field research and a library research. The method usedincludes primary dataand supported data secondary. The method of data analysis used in this study is a qualitative one and the approach used is statute approach.The results of the study indicate that has implemented the principle of “complicate divorce” as mandated in the general explanation of Law Number 16 of 2019 on Marriage since a divorce claim to be filed before a Religious court must be based on valid reasons and the reason must able to be proven based on Article 19 Government Regulation Number 9 Year 1975. The obstacles found in the implementation of the principle “complicate divorce” in are a strong willingness from the parties or one of the parties to divorce which makes the judge difficult to strive for peace to the parties, the absence of the divorce defendant on the set trial day makes the mediation efforts cannot be carried out, and a limited time possessed by the panel of judges in resolving and reconciling the divorce litigating parties. The solutions for these problems are the support of the judges and providing a special room for mediation. Keywords: Implementation, Principles of “Complicate Divorce”, Law Number 16 Year 2019, Religious Court of Semarang City. Abstrak Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan menganut prinsip “mempersulit perceraian“. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian di Pengadilan Agama Kota Semarang dalam mengimplementasikan prinsip mempersulit perceraian berdasarkan UU Perkawinan. Tipe/jenis penelitian ini adalah yuridis sosiologis Spesifikasi penelitian adalah penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan meliputi data primer dan didukung data sekuder. Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah mengimplementasikan prinsip mempersulit perceraian sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan umum UU Perkawinan, karena suatu gugatan perceraian atau talak untuk diajukan di muka sidang pengadilan Agama harus disertai alasan-alasan yang sah dan alasan tersebut harus dapat dibuktikan sesuai dengan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan prinsip mempersulit terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Semarang adalah kemauan keras dari para pihak atau salah satu pihak untuk tetap bercerai. Upaya mengatasinya adalah adanya dukungan para hakim, dan ada ruangan khusus untuk mediasi. Kata Kunci: Implementasi, Prinsip, Mempersulit Perceraian, UU No. 16 tahun 2019, PA Semarang.