Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

OKULAR SIFILIS YANG DISERTAI HERPES ZOSTER OFTALMIKUS : LAPORAN KASUS Juanarta, Pieter; Heryati, Susi; Fajriansyah, Angga; Mustaram, Arief Akhdestira; Muslima, Patriotika; Idrus, Elfa Ali
Jurnal Medika Malahayati Vol 8, No 2 (2024): Volume 8 Nomor 2
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jmm.v8i2.14302

Abstract

Sifilis dapat menyerang seluruh bagian mata, menjadikannya “great masquerade” dan harus dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan sistem imun. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan serologis dapat membedakan sifilis okular dari etiologi lain. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan diagnosis dan penatalaksanaan sifilis mata yang disertai dengan Herpes Zoster Ophthalmic. Pada laporan kasus ini, seorang pasien laki-laki berusia 27 tahun mengeluh erupsi vesikel yang disertai nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri sejak dua hari yang lalu, serta pandangan kabur pada kedua mata sejak tujuh bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan ruam makulopapular pada kedua telapak tangan. Ditemukan sel vitreus dan kabut serta diskus optik bilateral yang kabur. Hasil laboratorium menunjukkan reaktivitas pada VDRL/RPR dan TPHA. Pasien didiagnosis menderita Uveitis Intermediate karena Sifilis, Herpes Zoster Ophthalmic Sinistra, dan Optik Neuritis Atipikal Bilateral. Pasien diberikan Benzatin Penisilin intramuskular, Valasiklovir oral, kortikosteroid sistemik, steroid topikal, dan dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin. Herpes Zoster Ophthalmic pada usia muda dapat menjadi tanda kondisi immunocompromised. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium penting dalam menentukan penyebab uveitis. Pasien dengan Okular sifilis akan mendapat manfaat dari terapi antibiotik dini. Kesalahan diagnosis akan menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan mempengaruhi tajam penglihatan.
Bilateral Herpes Simplex Keratoconjungtivitis: A Case Report Said, George Raden Mas; Mustaram, Arief Akhdestira
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 4 No 3 (2022): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v4i3.41

Abstract

Introduction: Herpes Simplex Virus (HSV) is one of the DNA viruses known to infect the human eye. Herpes simplex keratitis is, in general, a unilateral disease. In patients with weakened immune systems, simultaneous bilateral involvement is an uncommon event.Purpose: To report a case of bilateral herpes simplex keratoconjunctivitisCase Report: A 22-year-old man arrives with the primary complaint of redness in both eyes in the last four days. The patient complained of blurred vision, tearing, and foreign body sensations. Ophthalmology examination of both eyes revealed a visual acuity of 1.0 in the right eye and 0.8 in the left eye, a dendritic lesion, and decreased corneal sensation. The patient was diagnosed with bilateral keratoconjunctivitis HSV and was treated with acyclovir ointment, levofloxacin eye drops, acyclovir 400 mg five times daily, and vitamin C 500 mg.Discussion: Bilateral herpes simplex keratitis can occur in both immunocompromised and immunocompetent individuals. Recurrence of HSV infectious keratitis is common. Factors such as emotional stress, fever, postoperative tear dysfunction, ultraviolet (UV-A) radiation exposure, and ocular (accidental or surgical) trauma have also been related to the reactivation of the herpes simplex virus. History, physical, and laboratory examinations support the patient’s diagnosis to get the appropriate treatment.Conclusion: Due in part to the virus's increased virulence or changed host vulnerability, concurrently occurring bilateral herpetic keratitis has a high incidence of consequences. Delaying the advancement of corneal damage and lessening the intensity and frequency of viral assaults necessitates the timely administration of medicine upon diagnosis.
MANIFESTASI KLINIS DAN TATALAKSANA OPERATIF DEGENERASI KORNEA NODULAR SALZMANN Nisa, Viendri Firhand; Mustaram, Arief Akhdestira
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 5 No 1 (2023): Jurnal Oftalmologi
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v5i1.45

Abstract

Introduction: Salzmann nodular degeneration (SND) is an idiopathic and degenerative noninflammatory condition of the cornea. SND is characterized by a grayish-white or blue-white subepithelial nodule. Mild symptoms may improve with lubrication and topical anti-inflammatory therapy. Visual disturbances may occur and surgery may be required. Purpose: To explain clinical manifestations and operative management of corneal Salzmann nodular degeneration. Case Report: A 63-year-old woman came with the chief complaint of a nodule in her left eye since 4 months ago. Complaints accompanied by blurry vision, watery eyes and glare. Ophthalmological examination revealed a regression of visual, a nodule in the corneal stroma was grayish white. After examination, the patient was diagnosed with Salzmann OS nodular degeneration and ODS immature senile cataract. Debridement keratectomy and amniotic membrane transplantation (AMT) were performed as the management of this patient. Anatomical pathology results clinically support Salzmann's nodular degeneration. Discussion: Slow-progressive, yellowish-white nodules are characteristic of SND. SND can be asymptomatic, mild symptoms, or until there is a decrease in visual function. It depends on the location and depth of the nodule. Several treatment options can be done ranging from conservative with topical drugs to surgery. Surgical treatment options have the goal of reducing the worsening symptoms of nodule recurrence. Conclusions: A complete history, comprehensive ophthalmological examination can help establish the diagnosis of SND. The appearance of nodules causes complaints of foreign body sensation, decreased visual function and other accompanying symptoms. Treatment needs to be given according to the patient's condition and indications, especially the selection of surgical therapy.
Karakteristik Penderita Trauma Kimia di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung pada Tahun 2020-2022 Nadeem, Emirdha Sarahsyeika; Fajriansyah, Angga; Mustaram, Arief Akhdestira
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 6 No 2 (2024): Oftalmologi: Jurnal Kesehatan Mata Indonesia
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v6i2.70

Abstract

Pendahuluan: Trauma kimia mata merupakan salah satu kegawatdaruratan pada mata yang membutuhkan penanganan segera dan intensif. Trauma kimia mata disebabkan karena adanya paparan bahan kimia yang bersifat asam (acid) atau basa (alkali). Menurut World Health Organization (WHO) sekitar 11,5% - 22,1% dari trauma mata mengalami trauma kimia. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang atau cross sectional dan menggunakan data dari rekam medis elektronik pasien. Subjek penelitian ini adalah pasien trauma kimia di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung pada tahun 2020 - 2022. Sampel penelitian ditetapkan dengan menggunakan metode total sampling. Hasil: Dari 497 pasien trauma kimia, mayoritas berjenis kelamin laki-laki (72,23%) dengan usia 26-45 tahun (40,24%), bekerja (73,84%), berdomisili di Bandung (71,83%), dan sebanyak 72,84% menderita trauma kimia hanya pada salah satu mata. Pasien trauma kimia terbanyak disebabkan oleh bahan kimia basa (65,75%). Pasien dengan waktu paparan trauma paling banyak adalah < 24 jam (74,80%), dan derajat trauma kimia paling banyak menurut klasifikasi Ropper Hall adalah derajat I (78,15%). Kesimpulan: Terdapat 497 pasien yang mengalami trauma kimia dimana mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki dan bahan kimia basa menjadi penyebab trauma kimia mata paling banyak.
Karakteristik Pasien Ulkus Kornea Infeksi di PMN RS Mata Cicendo Bandung Tahun 2020 Putranto, Mohammed Uriel Reizo; Fajriansyah, Angga; Mustaram, Arief Akhdestira
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 6 No 2 (2024): Oftalmologi: Jurnal Kesehatan Mata Indonesia
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v6i2.68

Abstract

Pendahuluan: Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, gangguan kekeruhan kornea memiliki prevalensi sekitar 5,5%. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pasien dan karakteristik klinis penyakit ulkus kornea di PMN RS Mata Cicendo Bandung. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Subjek penelitian ini yaitu pasien ulkus kornea di PMN RS Mata Cicendo pada tahun 2020 dan diambil dari data rekam medis elektronik pasien. Hasil: Dari 159 pasien, mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (66,04%). Kategori dewasa (19-59 tahun) memiliki proporsi terbesar (69,81%). Buruh merupakan pekerjaan yang mendominasi dari pekerjaan lainnya (33,96%). Ulkus kornea paling banyak disebabkan oleh agen etiologi bakteri (63,52%). Hampir seluruh pasien mengalami penyakit ini hanya di satu bagian mata (98,74%). Lokasi ulkus paling banyak terletak di bagian sentral (44,03%) dan dengan ukuran ringan (<6 mm) (13,84%). Mayoritas penderita mengalami kebutaan dengan visus <0,05 (67,92%). Ulkus kornea dengan derajat keparahan ringan dan berat memiliki proporsi yang hampir sama (masing-masing 54,09% dan 45,91%). Kesimpulan: Ulkus kornea paling banyak terjadi pada usia produktif, laki-laki, dan dengan pekerjaan yang menghabiskan banyak waktu di luar ruangan seperti buruh. Ulkus kornea paling banyak disebabkan oleh bakteri, terjadi pada satu mata, dengan lokasi ulkus sentral, dan ukuran ulkus <6 mm. Mayoritas mengalami kebutaan, tetapi proporsi derajat keparahan ringan dan berat hampir sama besar.
Karakteristik Penderita Pseudophakic Bullous Keratopathy di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Dinata, Namira Azzahra; Mustaram, Arief Akhdestira; Fajriansyah, Angga
Oftalmologi : Jurnal Kesehatan Mata Indonesia Vol 6 No 2 (2024): Oftalmologi: Jurnal Kesehatan Mata Indonesia
Publisher : Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/ojkmi.v6i2.69

Abstract

Pendahuluan: Pseudophakic bullous keratopathy (PBK), adalah penyakit komplikasi yang terjadi setelah operasi katarak yang ditandai dengan penurunan jumlah sel endotel kornea. Insidensi dari PBK memiliki persentase sebesar 0,1 - 0,2%. Penelitian mengenai karakteristik pasien PBK di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung masih terbatas. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang dan menggunakan data dari rekam medis pasien. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pasien PBK di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung pada 1 Januari 2021 - 31 Desember 2022. Sampel penelitian ditentukan dengan metode total sampling. Hasil: Dari 141 pasien, mayoritas pasien berusia ≥ 60 tahun (70,92%), memiliki jenis kelamin laki-laki (58,16%), memiliki tingkat pendidikan SD dan sederajat (43,97%), berdomisili di luar Bandung (55,32%), unilateral (91,49%), dengan lokasi operasi katarak di luar Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung (85,11%), tanpa penyakit penyerta (51,77%), serta jumlah kontrol pascaoperasi katarak sebanyak 1-10 kunjungan (69,5%). Dari 153 mata, mayoritas pasien memiliki tajam penglihatan Close to Face Finger Counting (CFFC) (30,72%) dan posisi lensa intraokular di bilik mata belakang (71,9%). Kesimpulan: Mayoritas pasien PBK adalah laki-laki berusia ≥ 60 tahun yang menjalani operasi katarak di luar Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung dengan tajam penglihatan CFFC dan posisi lensa intraokular di bilik mata belakang.
Keratitis Eksposur Hingga Gangguan Penglihatan: Spektrum Dampak Keterlambatan Rujukan Pasien Tiroid Ke Dokter Mata: Laporan Kasus Wardani, Sabrina Indri; Idrus, Elfa Ali; Mustaram, Arief Akhdestira; Kartiwa, Raden Angga
Jurnal Medika Malahayati Vol 9, No 2 (2025): Volume 9 Nomor 2
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jmm.v9i2.19602

Abstract

Distiroid Eksoftalmus atau penyakit mata tiroid (Thyroid Eye Disease; TED) merupakan komplikasi penyakit Graves pada mata. Pasien dapat menunjukkan berbagai gejala, termasuk terganggunya fungsi penglihatan yang ireversibel dan keterbatasan aktivitas harian jika tidak diobati. Kami menyajikan seri kasus yang terdiri dari dua kasus TED. Kasus pertama adalah anak berusia 14 tahun dengan penyakit Graves yang rutin kontrol di unit endokrinologi, dengan keluhan eksoftalmus dan lagoftalmus bilateral, serta keterbatasan gerakan mata pada mata kiri. Penglihatan mata kiri menurun akibat infeksi. Kasus kedua adalah seorang pria berusia 32 tahun dengan TED dengan temuan keratitis eksposur, keratopati, dan prolaps iris. Mata kanan tidak memiliki persepsi cahaya dan mata kiri terancam prolaps isi bola mata. Pendekatan multidisiplin dan penilaian klinis yang komprehensif, termasuk pemeriksaan mata, pada pasien gangguan hormon tiroid wajib dilakukan untuk mencegah komplikasi yang tidak dapat dipulihkan.