Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Vyavahara Duta

IMPLEMENTASI PENGATURAN HAK KONSTITUSIONAL ANAK DALAM PEMENUHAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI PROVINSI BALI Yuliartini Griadhi, Ni Made Ari
VYAVAHARA DUTA Vol 13, No 2 (2018): SEPTEMBER 2018
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.148 KB)

Abstract

Pembangunan sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus diperhatikan dan dirancang dengan seksama berdasarkan pemikiran yang matang. Program wajib belajar 12 tahun merupakan kebijakan yang diambil Pemerintah untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Perlu kiranya  dipikirkan hal­hal yang dapat menunjang serta masalah ­ masalah apa saja yang akan timbul, mulai dari perencanaan serta payung hukum yang jelas, sosialisasi pada masyarakat, sampai dengan pelaksanaan di lapangan, hal tersebut harus terencana  dengan  sebaik­baiknya.  Penulisan ini  mengkaji  sejauh  mana  regulasi  serta pengimplementasian pengaturan terhadap  hak konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di Provinsi Bali pasca diterbitkannya Peraturan Gubernur Bali No. 40 Tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah sosiolegal menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dengan menggunakan teknik analisis yaitu teknik deskriptif, evaluasi dan argumentasi serta kemudian mengelaborasi terhadap fakta­fakta yang terjadi.  Peraturan secara Nasional  yang terkait dengan pengaturan dibidang pendidikan diantaranya: Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tap MPR No.9 tahun 2007 Tentang Anggaran Dana Pendidikan, Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Nasional Pendidikan, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategic Pembangunan Provinsi, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi serta Permendiknas No 17 Tahun 2017 tentang Prosedur dan Tata Cara Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2017/2018. Pengimplementasian pengaturan terhadap  hak konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di Provinsi Bali pasca diterbitkannya Peraturan Gubernur No. 40 Tahun 2017 sudah terpenuhi. Dimana diterbitkanya Peraturan Gubernur tersebut untuk mengatasi kendala dari pengimplementasian Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017. Dengan adanya Pergub tersebut calon siswa yang tercecer dari ketentuan zonasi dalam Permendiknas bisa tercover lagi dengan membuka pendaftaran gelombang kedua. Serta Pergub tersebut telah mengakomodir terpenuhinya hak Konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di provinsi Bali dimana diberikan peluang bagi anakanak yang berasal dari keluarga kurang mampu diterima di sekolah­sekolah negeri menurut ketentuan yang berlaku serta bagi siswa yang berprestasipun diberikan peluang untuk diterima disekolah­sekolah negeri
AFFIRMATIVE ACTION UNTUK PENINGKATAN KESETARAAN BAGI KAUM DISABILITAS TUNARUNGU DALAM PEMENUHAN HAK MENIKMATI ACARA TELEVISI Griadhi, Ni Made Ari Yuliartini
VYAVAHARA DUTA Vol 14, No 2 (2019): SEPTEMBER 2019
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.995 KB)

Abstract

Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan struktur atau fungsi anatomi. Ketika penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.Pengembangan bahasa isyarat bagi yang berkebutuhan khusus yaitu penyandang disabilitas sangat dibutuhkan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa di Indonesia. Kekurangan ini tentunya memberikan hambatan serta menyulitkan penyandang disabilitas salah satunya dalam menikmati beritamaupun hiburan pada siaran televisi. Undang-UndangNomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjamin bahwa hak memperoleh informasi adalah hak mutlak bagi setiap warga negara tanpa memandang kelompok. Jaminan ini harusnya juga diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda atau kaum disabilitas seperti tuna rungu. Pasal 39 ayat(3) UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 menyatakan jaminan akan hak informasi dengan ketersediaan penerjamahan. Akan tetapi pasal dalam UU tersebut tidak tegas mewajibkanserta tidak adanya pengaturan sanksi bilamana tidak menerapkannya dengan baik terhadap kepastian pemenuhan secara maksimal bagi kaum disabilitas dalam menikmati siaran televisi. Berdasarkanpemaparantersebut di atas, makadapatdirumuskanpermasalahansebagaiberikut, 1. Pengaturan bagi kaum disabilitas dalam memperoleh informasi; 2. Urgensi perlindungan serta Affirmative Action terkait kepastian dalam pemenuhan hak menikmati acara televisi bagi kaum disabilitas. UU telah memberikan jaminan kepada penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses; dan menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi augmentatif dalam interaksi resmi, serta mewajibkan Pemerintah serta Pemerintah Daerah utk menjaminnya.UU Penyiaran didalamnya belum secara tegas mengatur mengenai kewajiban stasiun televisi untuk menyediakan aksesuntuk kaum disabilitas tuna rungu untuk menikmati semua acara di televisi sangat urgen untuk memberikan pengaturan yang lebih menjamin pemenuhan hak menikmati acara televisi bagi kaum disabilitas tuna rungu dengan menentukan suatu Affirmative Action yang mewajibkan bagi stasiun TV untukmenyertakan Bahasa Isyarat dalam setiap siarannya.
IMPLEMENTASI PENGATURAN HAK KONSTITUSIONAL ANAK DALAM PEMENUHAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI PROVINSI BALI Yuliartini Griadhi, Ni Made Ari
VYAVAHARA DUTA Vol 13, No 2 (2018): SEPTEMBER 2018
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/vd.v13i2.686

Abstract

Pembangunan sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus diperhatikan dan dirancang dengan seksama berdasarkan pemikiran yang matang. Program wajib belajar 12 tahun merupakan kebijakan yang diambil Pemerintah untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Perlu kiranya  dipikirkan hal­hal yang dapat menunjang serta masalah ­ masalah apa saja yang akan timbul, mulai dari perencanaan serta payung hukum yang jelas, sosialisasi pada masyarakat, sampai dengan pelaksanaan di lapangan, hal tersebut harus terencana  dengan  sebaik­baiknya.  Penulisan ini  mengkaji  sejauh  mana  regulasi  serta pengimplementasian pengaturan terhadap  hak konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di Provinsi Bali pasca diterbitkannya Peraturan Gubernur Bali No. 40 Tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah sosiolegal menggunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dengan menggunakan teknik analisis yaitu teknik deskriptif, evaluasi dan argumentasi serta kemudian mengelaborasi terhadap fakta­fakta yang terjadi.  Peraturan secara Nasional  yang terkait dengan pengaturan dibidang pendidikan diantaranya: Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tap MPR No.9 tahun 2007 Tentang Anggaran Dana Pendidikan, Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Nasional Pendidikan, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategic Pembangunan Provinsi, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi serta Permendiknas No 17 Tahun 2017 tentang Prosedur dan Tata Cara Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2017/2018. Pengimplementasian pengaturan terhadap  hak konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di Provinsi Bali pasca diterbitkannya Peraturan Gubernur No. 40 Tahun 2017 sudah terpenuhi. Dimana diterbitkanya Peraturan Gubernur tersebut untuk mengatasi kendala dari pengimplementasian Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017. Dengan adanya Pergub tersebut calon siswa yang tercecer dari ketentuan zonasi dalam Permendiknas bisa tercover lagi dengan membuka pendaftaran gelombang kedua. Serta Pergub tersebut telah mengakomodir terpenuhinya hak Konstitusional anak dalam pemenuhan wajib belajar 12 tahun di provinsi Bali dimana diberikan peluang bagi anakanak yang berasal dari keluarga kurang mampu diterima di sekolah­sekolah negeri menurut ketentuan yang berlaku serta bagi siswa yang berprestasipun diberikan peluang untuk diterima disekolah­sekolah negeri
AFFIRMATIVE ACTION UNTUK PENINGKATAN KESETARAAN BAGI KAUM DISABILITAS TUNARUNGU DALAM PEMENUHAN HAK MENIKMATI ACARA TELEVISI Griadhi, Ni Made Ari Yuliartini
VYAVAHARA DUTA Vol 14, No 2 (2019): SEPTEMBER 2019
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/vd.v14i2.1254

Abstract

Disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan tubuh dalam melakukan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang normal pada umumnya yang disebabkan oleh kondisi ketidakmampuan dalam hal fisiologis, psikologis dan kelainan struktur atau fungsi anatomi. Ketika penyandang disabilitas berhadapan dengan hambatan maka hal itu akan menyulitkan mereka dalam berpartisipasi penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan kesamaan hak.Pengembangan bahasa isyarat bagi yang berkebutuhan khusus yaitu penyandang disabilitas sangat dibutuhkan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa di Indonesia. Kekurangan ini tentunya memberikan hambatan serta menyulitkan penyandang disabilitas salah satunya dalam menikmati beritamaupun hiburan pada siaran televisi. Undang-UndangNomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjamin bahwa hak memperoleh informasi adalah hak mutlak bagi setiap warga negara tanpa memandang kelompok. Jaminan ini harusnya juga diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda atau kaum disabilitas seperti tuna rungu. Pasal 39 ayat(3) UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 menyatakan jaminan akan hak informasi dengan ketersediaan penerjamahan. Akan tetapi pasal dalam UU tersebut tidak tegas mewajibkanserta tidak adanya pengaturan sanksi bilamana tidak menerapkannya dengan baik terhadap kepastian pemenuhan secara maksimal bagi kaum disabilitas dalam menikmati siaran televisi. Berdasarkanpemaparantersebut di atas, makadapatdirumuskanpermasalahansebagaiberikut, 1. Pengaturan bagi kaum disabilitas dalam memperoleh informasi; 2. Urgensi perlindungan serta Affirmative Action terkait kepastian dalam pemenuhan hak menikmati acara televisi bagi kaum disabilitas. UU telah memberikan jaminan kepada penyandang disabilitas untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses; dan menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi augmentatif dalam interaksi resmi, serta mewajibkan Pemerintah serta Pemerintah Daerah utk menjaminnya.UU Penyiaran didalamnya belum secara tegas mengatur mengenai kewajiban stasiun televisi untuk menyediakan aksesuntuk kaum disabilitas tuna rungu untuk menikmati semua acara di televisi sangat urgen untuk memberikan pengaturan yang lebih menjamin pemenuhan hak menikmati acara televisi bagi kaum disabilitas tuna rungu dengan menentukan suatu Affirmative Action yang mewajibkan bagi stasiun TV untukmenyertakan Bahasa Isyarat dalam setiap siarannya.