Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGENDALIAN HAMA KUTU DAUN PERSIK Myzus persicae, Sulz DENGAN MENGGUNAKAN INSEKTISIDA NABATI PADA TANAMAN CABAI RAWIT Capsicum frutescens L Ma'ruf, Amal; Sayang, Yulis; Azis, Asti Irawanti
Journal Agroecotech Indonesia (JAI) Vol. 3 No. 01 (2024): Januari
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59638/jai.v3i01.89

Abstract

Tujuan penelitian untuk mengetahui jenis ekstrak tanaman yang efektif sebagai insektisida nabati dalam mengendalikan kutu daun persik (Myzus persicae. Sulz) pada tanaman cabai rawit. Penelitian dilaksanakan di Desa Cenrana Baru, Kabupaten Maros yang berlangsung selama 3 (tiga) bulan yaitu mulai Februari sampai April 2023. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan (kontrol, ekstrak tanaman sirsak, pepaya, bebadotan, dan kemangi) dan 4 ulangan. Parameter yang diamati yaitu populasi hama, intensitas serangan hama dan produksi buah cabai rawit. Aplikasi insektisida nabati yaitu 7 hari dan 14 hari setelah tanam. Pengamatan populasi dan intensitas serangan hama yaitu 14 hari, 21 hari, 28 hari, 35 hari dan 42 hari setelah tanam. Produksi cabai diamati pada panen pertama yaitu 90 hari setelah tanam. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak daun kemangi (T4) sebagai insektisida nabati, lebih efektif dalam mengendalikan kutu daun persik (Myzus persicae, Sulz) pada tanaman cabai rawit.
Konsep Permakultur Sebagai Metode Pengendalian Serangan Tikus pada Jagung Manis di Pertanian Perkotaan: Permaculture Concept as Control Method of Rats Attack on Sweet Corn in Urban Farming Azis, Asti Irawanti; Ratih, Ratih; Andraini, Dea Ekaputri
Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan Vol. 11 No. 3 (2023): Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/perbal.v11i3.2953

Abstract

Jagung merupakan sumber pangan terpenting setelah padi yang mudah dikembangkan pada pertanian di perkotaan (urban farming). Kendala yang sering dijumpai dalam pertanian di perkotaan adalah serangan tikus. Penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan tikus masih menjadi cara yang paling banyak digunakan tetapi menjadi penyebab pencemaran lingkungan dan kesehatan. Permakultur merupakan konsep pertanian yang inovatif dan sinergis berdasarkan keanekaragaman tanaman, ketahanan, produktivitas alami, dan berkelanjutan yang dapat diterapkan sebagai upaya pengelolaan hama terpadu. Keunggulan lain dari permakultur adalah menghasilkan berbagai jenis hasil pangan tanpa memerlukan lahan yang luas, sehingga konsep ini dapat menjadi solusi untuk keterbatasan lahan dan upaya pemenuhan pangan di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep permakultur dapat diterapkan pada pertanaman urban farming yang mampu mencegah serangan tikus khususnya pada jagung manis. Serangan tikus pada jagung manis di pertanaman monokultur dimulai pada 21 HST dan mencapai 53% pada pengamatan 49 HST sedangkan pada pertanaman permakultur tidak terdapat serangan tikus (0%). Gejala serangan yang ditunjukkan berupa adanya bekas gigitan pada pangkal bawah batang jagung yang menyebabkan tanaman jagung manis patah, roboh, dan akhirnya mati. Corn is the most important food crops after rice which is easy to grow in urban farming. Obstacles encountered in urban farming are rat attacks. The use of chemical pesticides to control rats is still the most widely used method, but it becomes environmental and health pollution. Permaculture is an innovative and synergistic agricultural concept based on plant diversity, resilience, natural productivity and sustainability which can be applied as an integrated pest management effort. Another advantage of permaculture is that it produces various types of food without requiring large areas of land, so this concept can be a solution for limited land and efforts to fulfill food needs in urban areas. The results showed that the concept of permaculture can be applied to urban farming which is able to prevent rat attacks, especially on sweet corn. Rat attacks on sweet corn in monoculture plantings started at 21 DAP and reached 53% at 49 DAP observations, while there was no rat attack on permaculture plantations (0%). Symptoms of the attack are shown in the form of bite marks on the lower base of the corn stalks which cause the sweet corn plants to break, collapse, and eventually die.
Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Tanaman Kakao Klon Lokal Kota Polewali Sulawesi Barat: Rhizosferic Fungal Exploration of Local Clone Cocoa (Theobroma cacao L.) from Polewali West Sulawesi Azis, Asti Irawanti; Dewi, Vien Sartika; Erna, Erna; Rosmana, Ade
Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan Vol. 13 No. 2 (2025): Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30605/perbal.v13i2.6402

Abstract

Mikroorganisme tanah, khususnya yang berasal dari daerah rhizosfer, merupakan salah satu komponen penting dalam ekosistem pertanian yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman secara alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi potensi cendawan rhizosfer dari tanaman kakao klon lokal asal Kota Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Sebanyak 13 isolat cendawan berhasil diisolasi dari tanah rhizosfer tanaman kakao sehat. Selanjutnya, dilakukan uji patogenisitas terhadap daun kakao untuk mengetahui potensi patogenik isolat. Hasil menunjukkan bahwa 2 dari 13 isolat berpotensi patogenik dan tidak digunakan pada pengujian lanjutan. Sebanyak 11 isolat non-patogenik diuji lebih lanjut untuk mengetahui potensinya dalam merangsang pertumbuhan tanaman uji (jagung varietas rentan), baik dengan maupun tanpa perlakuan fungisida. Pengujian ini menghasilkan data bahwa 4 isolat memiliki potensi tinggi, yaitu dua isolat (EG dan EX) mampu merangsang pertumbuhan tanaman hingga 90%, sedangkan dua isolat lainnya (EF dan EW) hingga 80%. Temuan ini menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan karena mampu memperbaiki ekosistem tanah, meningkatkan efisiensi pemupukan, dan memperkuat ketahanan fisiologis tanaman terhadap stres lingkungan. Soil microorganisms, particularly those originating from the rhizosphere, are among the most important components of agricultural ecosystems due to their natural role in promoting plant growth. This study aimed to explore and evaluate the potential of rhizospheric fungi isolated from local-clone cocoa plants in Polewali City, Polewali Mandar Regency, West Sulawesi, as plant growth promoters. This study aimed to explore and evaluate the potential of rhizospheric fungi from local cocoa clones originating from Polewali City, Polewali Mandar Regency, West Sulawesi, as biological control agents and plant growth-promoting fungi. A total of 13 fungal isolates were successfully obtained from the rhizosphere of healthy cocoa plants. Pathogenicity tests on cocoa leaves revealed that 2 out of 13 isolates exhibited pathogenic characteristics potentially and were excluded from further analysis. The remaining 11 non-pathogenic isolates were subsequently tested for their growth-promoting effects on a susceptible maize variety, both with and without fungicide treatment. The results demonstrated that four isolates showed promising potential: two isolates (EG and EX) stimulated plant growth up to 90%, while two others (EF and EW) stimulated up to 80%. These findings indicate that the selected isolates have promising potential for development as plant growth-promoting agents. This approach aligns with the principles of sustainable agriculture, as it contributes to improving soil ecosystems, enhancing nutrient use efficiency, and strengthening the physiological resilience of plants to environmental stress.