Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

KEABSAHAN PERKAWINAN DENGAN PENETAPAN WALI ADHAL DIHUBUNGKAN ASAS-ASAS PERADILAN AGAMA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Nur Fitri Melnia; Djanuardi; Hazar Kusmayanti
JURNAL ILMIAH LIVING LAW Vol. 15 No. 1 (2023): Jurnal Ilmiah Living Law
Publisher : Magister Hukum Sekolah Pascasarjana Unida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage requirements must be fullfiled by the prospective bride and groom before marriage, but when it does not fulfill the requirements one of that the refusal of the marriage guardian called Islamic law wali adhal, then marriage registration cannot be conducted. First study aims to determine the legal certainty and validity of the marriage of guardian adhal according the law of Islamic and Marriage law. The second aims to find out and analyze the implementation of the principles of the Religious Justice in determining the guardian adhal in the practice of the settlement process and the judges considerations at the Bogor Religious Court. The object of journal is determination 0242/Pdt.P/2017/PA.Bgr and 57/Pdt.P/2021/PA.Bgr. The first result study is show the marriage registration with the determination of adhal guardian which was granted by the judge valid in the point of Islamic law. Marriage Law tell the marriage registration is legal but the marriage guardian hasn’t been regulated. The second result study is stated with related number determination was inkrah because judges at the Bogor Religious Court made considerations through the relevant principles of the Judicial Law namely is Islamic personality, legality, equality and active judges providing assistance.  Keywords : Wali Adhal; Determination; Registration.
Penyuluhan Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia (Studi Komperatif Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan) Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti; Eidy Sandra; Linda Rachmainy
Jurnal PADMA: Pengabdian Dharma Masyarakat Vol 3, No 1 (2023): PADMA Januari 2023
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/jpdm.v3i1.28291

Abstract

Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di berbagai wilayah. Fenomena pernikahan dini bagai fenomena gunung es yang hanya tampak sebagian kecil di permukaan, sangat sedikit terekspos di ranah publik, tetapi kenyataannya begitu banyak terjadi di kalangan masyarakat luas. Ketika kita menelusuri akar sejarah tentang pernikahan dini di Indinesia, khususnya di pulau Jawa sebenarnya sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh kakek dan nenek moyang kita. Pada konteks mereka, terdapat stigma negative jika seorang perempuan menikah di usia matang dalam komunitas mereka. Dalam pengabdian pada masyarakat ini nantinya akan memberikan penyuluhan hukum mengenai pernikahan dini berdasarkan hukum Islam dan hukum perkawinan Indonesia. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah diskusi terarah dengan sasaran anak yang berusia belum dewasa, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang berkepentingan dengan pemahaman dan untuk memahami mengenai dampak pernikahan dini bagi masyarakat menurut hukum Islam dan hukum perkawinan Indonesia berlokasi di SMPN 1 Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Sumedang.
Tinjauan Hukum Mengenai Penetapan Pengadilan Negeri Yang Mengabulkan Izin Perkawinan Pasangan Beda Agama Dihubungkan Dengan Peraturan Perundang-Undangan Terkait Rizky Prameswari; Djanuardi Djanuardi; Betty Rubiati
Hakim Vol 1 No 3 (2023): Agustus : Jurnal Ilmu Hukum dan Sosial
Publisher : LPPM Universitas Sains dan Teknologi Komputer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51903/hakim.v1i3.1230

Abstract

The right to marry and to find a family through legal marriage is the right of every citizen guaranteed in the Indonesian state constitution. In Indonesia's positive law, a valid marriage is a marriage that takes place based on the laws of each religion and belief. Indonesia is a plural country consisting of various tribes, races, and religions. As a result of this pluralism, interfaith marriages occur like it can see in the Court Decree No. 512/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Tim and Court Decree No. 71/Pdt.P/2017/PN.Bla. Interfaith marriages are unwanted marriages in Islam, Christianity, and Catholicism. Likewise, the Law on Marriage does not regulate interfaith marriages. However, since the promulgation of the Law on Population Administration, it has provided an opportunity for interfaith marriages to occur through a Court Decree. The purpose of this research is to find out the validity of interfaith marriage and the validity of court decree about approval interfaith marriage associated with related laws and regulations. This research was conducted using a normative juridical approach based on applicable legal concepts and theories. Then, the data analysis method used is qualitative juridical. Based on the results of the study, the validity of interfaith marriages, when linked to the Law on Marriage, is invalid. However, the registration of marriages through a court order is a method that is recognized by law as an introduction so that interfaith marriages whose registration is rejected can be registered so as to obtain legal certainty for interfaith couples.
Tinjauan Legalitas Pengizinan Permohonan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Pengadilan Negeri Arista Indriana Farihah; Djanuardi Djanuardi; Kilkoda Agus Saleh
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 10 (2024): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i10.1189

Abstract

Perkawinan beda agama menjadi sebuah fenomena yang sudah banyak terjadi di Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang melakukan perkawinan di luar negeri untuk dapat melakukan perkawinan beda agama. Dalam agama Islam, perkawinan beda agama adalah suatu hal yang dilarang. Hal ini menimbulkan kebingungan karena adanya ambiguitas dari makna Pasal 35 huruf a UU Adminduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan pengizinan pencatatan perkawinan beda agama pada Pengadilan Negeri dan dampak negatifnya dalam hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitiannya bersifat deskriptif analisi. Berdasarkan hasil penelitian, pencatatan perkawinan beda agama seharusnya tidak diperbolehkan bagi masyarakat yang dalam aturan agamanya melarang perkawinan beda agama. Hal ini tetap mengacu kepada aturan agama masing-masing pihak yang bersangkutan, terkhusus bagi umat agama Islam. Dalam analisis pula, menemukan adanya beberapa dampak negatif secara Islam, yang mana pencatatan perkawinan beda agama ini akan berpengaruh pada hubungan antara istri dan suami, kedudukan anak sebagai anak tidak sah dan kedudukan ahli waris yang memiliki perbedaan agama dalam satu keluarga.  
Tinjauan Pembatalan Penetapan Hak Asuh Anak Dihubungkan dengan Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan Edwina Alyssa Putri; Djanuardi Djanuardi; Linda Rachmainy
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 11 (2024): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i11.1253

Abstract

Penetapan hak asuh anak yang belum mummayyiz atau belum berusia 12 (dua belas) tahun pasca terjadinya perceraian menjadi hak ibunya menurut Pasal 105 KHI. Dalam beberapa kasus, hak asuh anak yang belum mumayyiz tersebut berdasarkan putusan pengadilan diberikan kepada ayah seperti Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 115/Pdt.G/2021/PTA.JK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hukum pada Putusan Nomor 115/Pdt.G/2021/PTA.JK dan akibat hukum yang timbul terhadap hak ibu dalam mengasuh anak-anaknya yang belum mumayyiz. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi bersifat deskriptif. Metode yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah pendekatan teori-teori dan konsep-konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis hakim membatalkan hak asuh anak yang belum mumayyiz dari pihak ibu karena adanya perpindahan agama dan pengaruhnya terhadap anak-anak. Ini sejalan dengan prinsip hukum Islam dan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa agama menjadi syarat penting dalam pengasuhan anak. Analisis juga menyoroti kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan anak, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perlindungan Anak. Kesimpulan dari penelitian ini meskipun hak asuh berpindah kepada ayah, ibu tetap memiliki hak untuk menjalankan kewajibannya sebagai orang tua, seperti menemui dan membawa anak-anaknya untuk memberikan kasih sayang dalam pengasuhan ayah.
Kedudukan dan Pembagian Waris Bagi Ahli Waris yang Mengubah Status Jenis Kelamin Dikarenakan Kelamin Ganda (Khuntsa) Ditinjau dari Hukum Islam Aurell Safira Izzati; Eman Suparman; Djanuardi Djanuardi
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 1: Desember 2024
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i1.6362

Abstract

Manusia terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, namun ada kondisi tertentu disebut ambiguous genitalia atau khuntsa, di mana status kelamin tidak jelas. Ulama Fiqih membagi khuntsa menjadi dua jenis: Khuntsa Musykil, yang sulit ditentukan jenis kelaminnya meskipun dengan berbagai cara, dan Khuntsa Ghairu Musykil, yang status kelaminnya masih dapat diketahui. Ketidakjelasan ini berdampak hukum, terutama dalam menentukan hak waris. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis melalui studi pustaka dan lapangan. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak dan kewajiban ahli waris khuntsa mengikuti kecondongan jenis kelaminnya. Fatwa MUI No. 2 Tahun 1980 dan No. 3/MUNAS-VII/2010 mendukung operasi kelamin bagi khuntsa untuk mempertegas identitas kelamin. Pembagian waris khuntsa yang telah melakukan operasi penyesuaian kelamin dan memperoleh kejelasan status kelamin mengikuti ketentuan QS. An-Nisa ayat 11 dan Pasal 176 KHI. Jika status kelamin tetap diragukan, Mazhab Syafi’i mengusulkan pemberian bagian terkecil dengan menyimpan sisanya, sementara Mazhab Maliki menawarkan pembagian dengan dua kemungkinan yang dihitung dan dibagi dua. Pendekatan ini memastikan hak waris dapat diberikan tanpa menunda pembagian, meskipun status kelamin belum sepenuhnya jelas.
Keabsahan Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam Airis Aslami; Djanuardi Djanuardi; Fatmi Utarie Nasution
ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 2 No. 10: September 2023
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jim.v2i10.2201

Abstract

The legal system currently in force in Indonesia prohibits the practice of interfaith marriages. The Constitutional Court has twice rejected requests for judicial review regarding interfaith marriages; the Indonesian Ulema Council also firmly stated that interfaith marriages are considered haram and illegitimate. However, in its practice, a lot of interfaith couples are able to get married through the assistance of an institution called Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Thus, this research aims to examine and determine the legality of interfaith marriages. This research uses a normative juridical approach with an analytical descriptive method. The results of this research show that the Marriage Law views interfaith marriages as illegitimate even though they have been registered at the Civil Registry Office and have obtained an Excerpt of Marriage Certificate, while the Islamic Law views interfaith marriages as haram and illegitimate.