Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

SOSIALISASI HAK MEWARIS ANAK ANGKAT BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT UNTUK MENCAPAI KEADILAN KELUARGA Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti; Linda Rachamainy
Jurnal Pengabdian Dharma Laksana Vol 3, No 2 (2021): JPDL (Jurnal Pengabdian Dharma Laksana)
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/j.pdl.v3i2.8840

Abstract

ABSTRAK             Pengangkatan anak ini memiliki tujuan yang pada awalnya adalah untuk meneruskan keturunan ketika di dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Namun seiring dengan perkembangan masyarakat, tujuan pengangkatan anak ini berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal itu dapat dikatakan bahwa pengangkatan anak pada umumnya dilakukan oleh keluarga yang tidak memiliki keturunan dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan ikatan perkawinan dan kebahagiaan keluarganya. Dalam pengabdian pada masyarakat ini nantinya akan memberikan penyuluhan hukum mengenai hak mewaris hak anak angkat menurut hukum Islam dan Hukum Adat oleh Tim Pengabdian Kepada Mayarakat (PPM) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah diskusi terarah dengan sasaran masyarakat, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang berkepentingan dengan pemahaman dan untuk memahami mengenai hak mewaris hak anak angkat menurut hukum Islam dan Hukum Adat di Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor, Sumedang dan melalui sosialisasi ini masyarakat kesadaran menjadi meningkat Kata kunci: Pengangkatan Anak, Hukum, Jatinangor
TINJAUAN PERKAWINAN PERIPARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Mega Mutiara Putri; Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2021): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v3i1.693

Abstract

ABSTRAKPerkawinan bukanlah peristiwa kemasyarakatan biasa, melainkan peristiwa yang menimbulkan akibat-akibat yang diatur oleh hukum. Dalam masyarakat terjadi berbagai bentuk perkawinan yang sangat beragam salah satunya ialah perkawinan periparan yang banyak terjadi di salah satu daerah di Kabupaten Garut dalam dua bentuk. Pertama, pernikahan antar ipar dimana pasangan suami isteri yang menikah diikuti dengan adik mereka masing-masing melangsung peknikahan juga. Bentuk kedua, yaitu suami menikah dengan saudara pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana keabsahan perkawinan periparan tersebut ditinjau berdasarkan perspektif hukum islam dan hukum adat dihubungkan dengan UUP, serta mengakaji juga bagaimanakah akibat hukum dari perkawinan periparan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa perkawinan periparan dalam bentuk yang pertama sah baik menurut hukum islam dan hukum adat, sedangkan perkawinan periparan dalam bentuk kedua sah pula menurut hukum adat, tetapi menurut hukum islam sah sepanjang dilakukan tidak dalam satu waktu yang bersamaan. Kata kunci: Hukum Adat, Hukum Islam, Perkawinan Periparan. ABSTRACT Marriage is not an ordinary social event, but an event that has consequences that are regulated by law. In society, there are various forms of marriage that are very diverse, one of which is periparan marriage, which occurs in one area in Garut Regency in two forms. First, the marriage between in-laws where a married couple is followed by their respective siblings to get married as well. The second form, namely the husband married to the spouse's brother. This study aims to examine how the legitimacy of the partner marriage is reviewed from the perspective of Islamic and customary law, and also to examine how the legal consequences of the partner marriage are. This study uses a normative juridical research method. Based on the research, it can be seen that the partner marriage in the first form is valid both according to Islamic law and customary law, while the partner marriage in the second form is also valid according to customary law, but according to Islamic law as long as it is not carried out at the same time.Keywords: Customary Law, Islamic Law, Marriage In Relation
PENYULUHAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT HUKUM ISLAM DI KECAMATAN DARMARAJA KABUPATEN SUMEDANG Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti; Linda Rachmainy
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 3 (2021): Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kumawula.v4i3.34455

Abstract

Penyelesaian sengketa Hukum Islam dilakukan dengan dua cara yaitu melalui mediasi di luar pengadilan dan melalui pengadilan negara. Namun banyak masyarakat tidak mengetahui akan tata cara dan prosedur bagaimana menyelesaikan permasalahan mereka, tujuan PKM ini untuk menyosialisasikan lembaga penyelesaian sengketa hukum Islam berdasarkan undang-undang yang berlaku. Penyuluhan hukum dilaksanakan di Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang Jawa Barat dengan metode diskusi dua arah. Para peserta penyuluhan terdiri dari perwakilan desa, kecamatan, dan tokoh masyarakat. Setelah penyuluhan hukum dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:Pertama, pada tahap pengetahuan hukum, masyarakat di Kecamatan Darmaraja mengetahui sejumlah bagaimana proses dan tahapan beracara untuk menyelesaikan sengketa di bidang hukum Islam. Kedua, masyarakat dapat mengerti apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan setelah tim penyuluh memberikan paparan mengenai materi tata beracara penyelesaian sengketa di bidang hukum Islam. Sejauh ini tingkat kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat Darmaraja menjadi meningkat. Ketiga, masih ditemukan masyarakat Darmaraja yangmerasa takut akan sanksi dan takut ketika mendengar kata “pengadilan”.
PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DALAM MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT Tyara Maharani Permadi; Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 10 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.611 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i10.p08

Abstract

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dalam penyelesaian sengketa waris berdasarkan hukum Islam dan hukum adat yang dilaksanakan masyarakat adat di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan yaitu metode analisis yuridis kualitatif, karena data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan disusun sistematis. Hasil dari penulisan ini adalah langkah awal penyelesaian sengketa masyarakat adat Kampung Naga diselesaikan dengan diadakannya musyawarah mufakat keluarga secara adat dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan dan keadilan. Perspektif hukum adat mekanisme musyawarah mufakat telah sejalan dengan asas-asas pembagian hukum waris adat, begitupun dalam perspektif hukum Islam mekanisme tersebut telah sejalan dengan Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 9 dan pasal 183 KHI mengenai asas perdamaian. The purpose of this writing is to get an overview in the settlement of inheritance disputes based on Islamic law and customary law implemented by indigenous peoples in Kampung Naga, Neglasari Village, Tasikmalaya Regency. The method used is qualitative juridical analysis method, because the data obtained through field research and literature research is organized systematically. The result of this writing is the first step in resolving the dispute of the indigenous people of Kampung Naga resolved by holding a consensus family customarily by putting forward the principle of family and justice. The perspective of the customary law of the consensus deliberation mechanism has been in line with the principles of the division of customary inheritance law, as well as in the perspective of Islamic law the mechanism has been in line with the Qur'an surah Al-Hujurat verse 9 and article 183 KHI on the principle of peace.
Perkawinan Siri Pasangan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Serang Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam Nindya Tien Ramadhanty; Djanuardi D; Eidy Sandra
Jurnal Hukum Positum Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/positum.v5i1.3483

Abstract

Perkawinan siri merupakan perkawinan yang memenuhi rukun dan syarat perkawinan serta tidak melanggar larangan-larangan perkawinan. Permasalahannya adalah ketika seseorang ingin beristri lebih dari seorang terdapat ketentuan yang harus dipenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keabsahan dan akibat hukum dari perkawinan siri yang dilakukan oleh pasangan PNS menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dan wawancara untuk mendapatkan data primer, selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode yuridis kualitatif yaitu dengan menginventarisir, menyusun secara sistematis, menghubungkan satu sama lain terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan berlakunya ketentuan peraturan yang satu tidak bertentangan dengan peraturan lainnya. Hasil dari penelitian ini perkawinan siri tidak sah menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan perkawinan siri sah menurut Hukum Islam. Akibat hukum dari perkawinan siri ini adalah anak akan dinggap sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Akibatnya anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, dan waris dengan ayah biologisnya hanya berhak atas wasiat wajibah.
Adat Court in the Context of Supply Chain Legal Pluralism Management in Indonesia Hazar Kusmayanti; Efa Laela Fakhriah; Bambang Daru Nugroho; Djanuardi Djanuardi
International Journal of Supply Chain Management Vol 9, No 6 (2020): International Journal of Supply Chain Management (IJSCM)
Publisher : International Journal of Supply Chain Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Indonesian supply chain legal system in which there are three recognized laws, namely the customary supply chain legal system, the Islamic supply chain legal system and Western law, the three laws are mutually sustainable with each other to achieve the same goal, but in the course of the three laws follow the rules contained in the law. Scholars call this supply chain legal Plurarism. The issue of supply chain legal pluralism is the resolution of customary disputes through adat courts, which formally there is no supply chain legal juridical formal in Indonesia. Researchers will try to examine the position of Adat Court in the context of supply chain legal pluralism in Indonesia and know the practice of Adat  courts in Indonesia.Supply chain legal pluralism launches criticism of what John Griffiths called the ideology of supply chain legal centralism. Supply chain legal centralism interprets the law as "state law" which applies uniformly to all people who are in the country's jurisdiction. Thus, there is only one law and its judicial institution that is enforced in a country, namely state law and state justice. As is well known, the main problems of state justice are the achievement of the principle of fast, simple and light, convoluted dispute resolution, accumulation of cases and the significant cost of the parties makes the role of adat justice very necessary. The types of problem solving offered by the formal supply chain legal system also sometimes get different views and are considered inadequate and lack the sense of justice of the people who still hold their own supply chain legal traditions. In practice, customary courts in some regions still function well, especially for areas that are very thick with customary law and their communities are still subject to customary law. As in Minangkabau, the traditional court is known as the Density of Nagari Adat, in Aceh known as the traditional court of Sarak Opat, the local government also supports the existence of a customary court by establishing regional regulations which limit the disputes which must be tried in an adat court or court country.
Keabsahan Pembatalan Perkawinan Yang Disebabkan Suami Mengalami Penyimpangan Seksual Berdasarkan Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Asri Wulandari; Djanuardi Djanuardi; Fatmi Utami Nasution
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.21220

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai istrinya. Ketidakmudahan dalam mejalani kehidupan berumahtangga menjadi suatu tantangan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut sehingga perkawinan harus dibina sebaik-baiknya guna menghindaripermasalahan dalam perkawinan yang berujung putusnya hubungan perkawinan tersebut putusnya hubungan perkawinan dapat terjadi karena pembatalan perkawinan. Beberapa kasus pembatalan perkawinan diketahui bahwa alasan pembatalan perkawinan dalam perkara tersebut adalah suami menderita penyimpangan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis alasan penyimpangan seksual dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan. Hasil dari penelitian ini adalah penyimpangan seksual dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan karena suami sengaja menutupi penyimpangan seksual yang dialaminya sehingga terjadi salah sangka pada diri suami dan penipuan sebagaimana terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal72 ayat (2) KHI.
Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Cianjur Nomor 1808/PDT.G/2018/PA.CJR tentang Pembatalan Perkawinan dikarenakan Pemalsuan Akta Cerai Elsa Nurjanah; Djanuardi Djanuardi; Sherly Ayuna Putri
Syntax Idea Vol 4 No 9 (2022): Syntax Idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/syntax-idea.v4i9.1950

Abstract

Divorce is the breakdown of the marital relationship between husband and wife. A divorce must have a compelling reason that husband and wife cannot get along again as husband and wife. In Article 65 of the Law on Religious Courts it is asserted that divorce can only be carried out before a Court hearing after the Court concerned has tried and unsuccessfully reconciled the two parties. One of the cases in the Cianjur Religious Court Number 1808/Pdt.G/2018/PA.Cjr where the Plaintiff filed a marriage annulment suit against the marriage of Defendant I and Defendant II who used the fake divorce certificate because Defendant I had never conducted a divorce trial in the Cianjur Religious Court with the Plaintiff. This study aims to determine the validity of marriage annulment because the forgery of divorce certificates and the legal consequences of marriage annulment against.
Itsbat Nikah terhadap Perkawinan di Bawah Umur tanpa Dispensasi Kawin Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam Dinada Junia Rismantika; Djanuardi Djanuardi; Rai Mantili
Syntax Idea Vol 4 No 10 (2022): Syntax idea
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/syntax-idea.v4i10.1927

Abstract

Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa perkawinan yang dilangsungkan harus dilakukan pencatatan oleh pejabat yang berwenang. Perkawinan yang belum dilakukan pencatatan, maka dapat mengajukan permohonan itsbat kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Undang-Undang Perkawinan menentukan syarat usia perkawinan sebagai salah satu syarat perkawinan. Perkawinan di bawah umur yang hendak dilaksanakan harus mendapat izin dispensasi dari Pengadilan. Pada kenyataannya seringkali terjadi perkawinan di bawah tangan dengan tidak memperhatikan syarat-syarat perkawinan. Sebagai contoh permohonan itsbat nikah terhadap perkawinan di bawah umur tanpa dispensasi kawin yang terjadi di Pengadilan Agama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai keabsahan dan akibat hukum dari itsbat nikah terhadap perkawinan di bawah umur tanpa dispensasi kawin ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan melakukan studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan narasumber terkait. Metode analisis yang digunakan yaitu secara yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, bahwa ketiadaan dispensasi kawin tidak mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan di bawah umur. Perkawinan di bawah umur tanpa dispensasi kawin dapat di itsbat kan di Pengadilan Agama dengan memperhatikan syarat-syarat itsbat nikah. Perkawinan di bawah umur tanpa dispensasi kawin yang telah di itsbat kan di Pengadilan Agama akan berakibat hukum sama dengan perkawinan pada umumnya. Status perkawinan tersebut akan berkekuatan hukum tetap yang dibuktikan dengan diperolehnya Kutipan Akta Nikah
Penyuluhan Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia (Studi Komperatif Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan) Djanuardi Djanuardi; Hazar Kusmayanti; Eidy Sandra; Linda Rachmainy
Jurnal PADMA: Pengabdian Dharma Masyarakat Vol 3, No 1 (2023): PADMA Januari 2023
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/jpdm.v3i1.28291

Abstract

Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di berbagai wilayah. Fenomena pernikahan dini bagai fenomena gunung es yang hanya tampak sebagian kecil di permukaan, sangat sedikit terekspos di ranah publik, tetapi kenyataannya begitu banyak terjadi di kalangan masyarakat luas. Ketika kita menelusuri akar sejarah tentang pernikahan dini di Indinesia, khususnya di pulau Jawa sebenarnya sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh kakek dan nenek moyang kita. Pada konteks mereka, terdapat stigma negative jika seorang perempuan menikah di usia matang dalam komunitas mereka. Dalam pengabdian pada masyarakat ini nantinya akan memberikan penyuluhan hukum mengenai pernikahan dini berdasarkan hukum Islam dan hukum perkawinan Indonesia. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah diskusi terarah dengan sasaran anak yang berusia belum dewasa, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang berkepentingan dengan pemahaman dan untuk memahami mengenai dampak pernikahan dini bagi masyarakat menurut hukum Islam dan hukum perkawinan Indonesia berlokasi di SMPN 1 Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Sumedang.