Wismaningsih Wismaningsih
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

SIKAP ANGGOTA DPRD KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Noer Indriati; Muhammad Taufiq; Wismaningsih Wismaningsih
Jurnal Idea Hukum Vol 5, No 1 (2019): Jurnal Idea Hukum
Publisher : MIH Unsoed

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jih.2019.5.1.111

Abstract

The community has the authority to regulate and resolve the matter themselves according to local aspirations. It is clear that the position of trying to reassert the community is the subject of autonomy is not the object of autonomy. The decentralization policy explicitly also uncover the essence of autonomy as authorities set up and take care of his household. The aim’s to analyze the against public participation in rulemaking. The method of the research is socio legal approach, the data sources used are primary data and secondary data, with analysis in quantitative diskriptif.Results of the research as follows: the participation of youth in the formation of Regulatory Region of Pilkades 50% of respondents indicate a very high participation,. Participation of mothers PKK/dawis high participation 43.54 and the general public towards 35.51% showed very high participation, 60.98% of respondents participated in height and 2.91% of respondents indicating participation is quite high. The participation of notable clerics against Perda Pilkades 42.4% of respondents indicate a very high participation, 46.40% of respondents indicate high participation and 7% of respondents indicating participation is quite high.
MODEL OF SISTER CITY COOPERATION IN ORDER TO IMPROVE REGIONAL DEVELOPMENT IN BANYUMAS REGENCY Noer Indriyati; S Sanyoto; Aryuni Yuliantiningsih; Agus Mardianto; W Wismaningsih
Jurnal Dinamika Hukum Vol 16, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2016.16.2.562

Abstract

The world has entered an era of openness, the nation that choose to close from international relations will be excluded from modern civilization. Sister city is the concept of coupling of two different cities and political administration with the aim of establishing relationships of cultural and social contact between people. This paper used statutory approach, with a qualitative analysis of the juridical. Cooperation with overseas regions are snowball, which mean begins with one thematic cooperation and can be resume in other fields. Sister city cooperation can increase foreign exchange thereby increasing regional development. Cooperation in the Regency of Banyumas has yet to be realized, and reach new level of offerings to the country's area contact.Keywords: Authority, Banyumas Regency, Sister City.
The International Health Regulation 2005 and Indonesia’s Actions in Handling the Covid-19 Outbreak as the State’s Responbility Noer Indriati; Aryani Yuliantiningsih; Wismaningsih Wismaningsih
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 4 (2022)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v16no4.2566

Abstract

An increase in international trip results in health risks and problems that can be solved through cooperation between countries and international organizations. This study aimed to analyze legal phenomena using certain methods, systematics, and thoughts juridical and statute approaches. The data were analyzed using the normative-qualitative technique. International Health Regulation 2005 is a legal framework of the World Health Organization (WHO) and soft law that requires no ratification. This regulation forms the basis for achieving global health goals, necessitating compliance from countries in line with Articles 2, 3, and 6 of the 2005 IHR. The State's obligations under national and international law in protecting citizens include respecting and fulfilling government implementations. Furthermore, it is expected to issue several laws and provide health facilities and services. The Government continues to increase various efforts to control the spike in active cases, such as through vaccination programs..
Penyelesaian Sengketa antara Qatar V. Uni Emirat Arab Mengenai Tindakan Diskriminasi Rasial (Studi Tentang Putusan Mahkamah Internasional Nomor 172 Tahun 2018) Puspo Sari Sulastri; Noer Indriati; Wismaningsih Wismaningsih
Soedirman Law Review Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.1.21

Abstract

Uni Emirat Arab melakukan blokade terhadap Qatar dengan memutus hubungan  diplomatik  pada  2017.  Ketegangan  ini  terjadi  karena  adanya dugaan Qatar mendukung kelompok Islam radikal seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan Front al Nusra, yang berafiliasi dengan al-Qaida. Qatar menuntut Uni Emirat Arab atas diskriminasi rasial dan pelanggaran hak asasi manusia dan telah melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial atau International Convention  on  the  Elimination  of  All  Forms  of  Racial  Discrimination (ICERD) 1969. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan hukum internasional  universal  dan  regional  yang  mengatur  tentang  diskriminasi rasial dan menganalisis penyelesaian sengketa antara Qatar v. Uni Emirat Arab mengenai tindakan diskriminasi rasial berdasarkan Putusan Mahkamah Internasional Nomor 172 Tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.  Data dalam penelitian  ini berasal dari data sekunder  yang  disusun secara sistematis dan dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Berdasarkan  hasil  penelitian  dan  pembahasan,  disimpulkan  bahwa UEA telah  melanggar  kewajibannya  berdasarkan  Pasal  2,  4,  5,  6,  dan  7 ICERD. Sengketa ini diselesaikan melalui Mahkamah Internasional dengan mengeluarkan  Keputusan  Sementara  (Provisional  Measure)  berdasarkan Pasal 41  Statuta  Mahkamah  Internasional setelah  sebelumnya  diupayakan melalui mediasi. Keputusan Sementara tersebut berisi: keluarga Qatar yang dipisahkan agar dipersatukan kembali, siswa Qatar diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan mereka di Uni Emirat Arab, warga Qatar diizinkan mengakses ke pengadilan di Uni Emirat Arab, kedua pihak harus menahan diri dari tindakan apa pun yang dapat memperburuk perselisihan.Kata   Kunci :   Penyelesaian   sengketa;   diskriminasi   rasial;  Mahkamah Internasional 
TINJAUAN YURIDIS PELANGGARAN HAK HIDUP DALAM EXTRAJUDICIAL KILLING BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL (Studi Tentang Pembunuhan Tanpa Proses Peradilan Kebijakan War on Drugs Pada Pemerintahan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, 2016) Novia Findy Kartika; Ade Maman Suherman; Wismaningsih Wismaningsih
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.138

Abstract

Sejak pemilihan presiden pada 2016, Filipina dipimpin oleh Rodrigo Duterte.Saat awal kedudukannya sebagai Presiden Filipina, Duterte berusahamembasmi perdagangan obat-obatan terlarang di Filipina melalui kebijakanWar on Drugs dalam bentuk operasi double barrel. Presiden Dutertememerintahkan aparat Kepolisian Nasional Filipina untuk menangkap danmenembak mati di tempat para penyalahguna narkoba yang menolak untukditahan. Hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar. NegaraFilipina sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik1966 pada 1986 dan dalam lingkup nasional jaminan perlindungan hak hidupdiatur di dalam Konstitusi Republik Filipina 1987, namun dalam praktiknyanegara tersebut melakukan tindakan pembunuhan tanpa proses hukum.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hak hidup dalam hukuminternasional serta mengetahui pemberlakuan extrajudicial killing dalamkebijakan War on Drugs di Filipina ditinjau dari hukum internasional.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis yang menggunakan pendekatanperudang-undangan. Data yang digunakan adalah data sekunder. Data-datatersebut diperoleh, dianalisis, dan dijabarkan berdasarkan norma hukum yangberkaitan dengan objek penelitian. Analisis penelitian dilakukan denganmetode normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,diketahui bahwa pengaturan hak hidup dalam hukum internasional diaturdalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik 1966. Hasil penelitian juga menunjukkan pemberlakuan extrajudicial killing kebijakan War on Drugs yang dijalankan oleh Presiden Duterte telah melanggar ketentuan internasional tentang hak hidup yaitu Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan Pasal 6 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 serta hukum nasional Filipina yaitu Pasal 3 Konstitusi Republik Filipina 1987.Kata Kunci: : Hak Hidup, Extrajudicial Killing, War On Drugs, HukumInternasional
IMPLEMENTASI PRINSIP KEMANUSIAAN OLEH PALANG MERAH INDONESIA SEBAGAI PERHIMPUNAN NASIONAL PALANG MERAH MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PADA MASA REVOLUSI FISIK 1945 – 1949 Candra Adji Waskito; Wismaningsih Wismaningsih; Lynda Asiana
Soedirman Law Review Vol 3, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.3.153

Abstract

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 1945, masih terjadi peperangan antara bangsa Indonesia melawan Belanda sehingga banyak korban yang berjatuhan. Peristiwa tersebut dikenal dengan masa Revolusi Fisik 1945 sampai dengan 1949. Palang Merah Indonesia dibentuk untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa keberadaan negara Indonesia adalah suatu fakta nyata sebagai negara yang berdaulat setelah proklamasi kemerdekaan pada 1945. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan prinsip kemanusiaan dalam hukum humaniter internasional dan untuk mengetahui peran Palang Merah Indonesia dalam mengimplementasikan prinsip kemanusiaan hukum humaniter internasional di Indonesia pada masa revolusi fisik 1945 sampai dengan 1949. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis dengan metode pendekatan perundang- undangan dan sejarah. Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang perlindungan korban perang adalah suatu pengaturan atau ketentuan hukum, yang mengatur tentang prinsip kemanusiaan hukum humaniter internasional dalam isi pasal-pasalnya. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 merupakan semua pokok-pokok utama atau inti dari Konvensi Jenewa 1949 tentang perlakuan kemanusiaan bagi korban perang, maka pasal ini sering disebut dengan Konvensi Mini (mini convention). Keberadaan PMI di Indonesia sejak terbentuknya hingga selama masa revolusi fisik 1945 sampai dengan 1949 banyak membantu para korban perang, baik penduduk sipil maupun kombatan yang terluka baik dari pihak Indonesia maupun pihak lawan. Pelaksanaan kegiatan PMI pada masa revolusi fisik berdasarkan Anggaran Dasar PMI dan prinsip kemanusiaan dalam kepalangmerahan. Melalui kegiatan yang dilakukan PMI pada masa revolusi fisik tersebut merupakan bentuk perwujudan dari implementasi prinsip kemanusiaan hukum humaniter internasional.Kata Kunci : Prinsip kemanusiaan, Palang Merah Indonesia, revolusi fisik 
Tinjauan Yuridis Konsul Kehormatan (Honorary Consul) dalam Hukum Internasional dan Praktiknya di Indonesia Holji Pratama Cakra Dewa; Wismaningsih Wismaningsih; Lynda Asiana
Soedirman Law Review Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2019.1.1.32

Abstract

Hubungan antarnegara secara umum dibagi dalam dua lembaga yaitu lembaga diplomatik dan lembaga konsuler. Hubungan konsuler diatur didalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler dan telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982. Pada Konvensi Wina 1963 pejabat konsuler dibagi menjadi dua yaitu pejabat konsuler karir/tetap dan pejabat konsul kehormatan. Konsul Kehormatan tidak memiliki pengertian yang sama menurut hukum di setiap negara. Demikianjuga untuk kekebalan dan hak istimewa sudah melekat secara otomatis pada konsul karir, tetapi mengenai pelaksanaan pemberian kekebalan untuk konsul kehormatan belum diatur secara rinci oleh hukum internasional terutama dalam Konvensi Wina 1963. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan konsul kehormatan dalam hukum internasional dan dalam hukum nasional Indonesia serta praktiknya di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundangundangan. Data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang disusun secara sistematis dan dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai konsul kehormatan dalam hukum internasional terdapat di dalam Konvensi Wina 1963 Bab III Pasal 58 sampai dengan Pasal 68, perjanjian internasional bilateral antara negara yang mengadakan hubungan konsuler tersebut, dan praktik hukum kebiasaan. Pengaturan konsul kehormatan dalam hukum nasional Indonesia terdapat di dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur secara spesifik tentang konsul kehormatan. Pada praktiknya Indonesia sendiri telah membuka konsul kehormatan di beberapa tempat, antara lain di Ramallah, Palestina serta di Auckland, Selandia Baru.Kata Kunci: Hubungan konsuler; konsul kehormatan; kekebalan dan hakistimewa