Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Peningkatan Kualitas Keberagamaan melalui Pembelajaran Alquran bagi Keluarga Muda Urban Ali Maskur; Saifudin Saifudin; Khoirotin Nisa'
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol 19, No 1 (2019)
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.663 KB) | DOI: 10.21580/dms.2019.191.4140

Abstract

The Learing of the Koran for young urban families in Gondoriyo Ngaliyan Semarang includes makharij letters, tajwid, reading with tartil and additional material in the form of fiqh of worship which is carried out daily. The method of listening to the cleric read then the tikrar (imitating together and personal) followed by reading in front of the cleric is very effective. The ability of students is monitored and can be monitored directly. Koran learning options based on needs analysis with awareness must be able to read the Koran which finally can teach their children later, arrange curriculum in accordance with the ability and level of education, learning methods and selection of learning time three times a week carried out after the evening prayer or evening. One of the keys to the success of learning in urban urban societies is to align diverse needs because of their homogeneity. Personal approach, dialogue and offerings by seeing the saturation of life so that it requires a fountain of life, that is, religion properly. Pembelajaran Alquran bagi keluarga muda urban di Gondoriyo Ngaliyan Semarang meliputi makharij huruf, tajwid, membaca dengan tartil dan materi tambahan berupa fikih ibadah yang dilakukan sehari-hari. Metode mendengarkan ustadz membaca kemudian tikrar (menirukan bersama dan personal) dilanjutkan membaca dihadapan ustadz sangat efektif. Kemampuan santri terpantau dan dapat dimonitor secara langsung. Pilihan pembelajaran Alquran berdasarkan analisa kebutuhan dengan kesadaran harus bisa membaca Alquran yang akhirnya bisa mengajari anak-anaknya kelak, menyusun kurikulum yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan, metode pembelajaran dan pemilihan waktu pembelajaran seminggu tiga kali dilaksanakan setelah sholat maghrib atau isya. Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran di masyarakat urban perkotaan dengan menyelaraskan kebutuhan kebutuhan yang beragam karena homoginitasnya. Pendekat personal, dialogis dan penawaran dengan melihat jenuhnya kehidupan sehingga membutuhkan mata air kehidupan yaitu beragama secara baik dan benar.
Legal protection of KSPPS members in the use of the exoneration clause in Central Java Moh. Arifin; Ali Maskur; Afif Noor
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 4, No 1 (2020): Vol. 4, No. 1, Oktober 2020
Publisher : Sultang Agung Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v4i1.11794

Abstract

Legal protection for members of the Cooperative for Savings Loans and Sharia Financing (KSPPS) is important to protect the rights of cooperative members in accordance with Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. In loans practices, KSPPS often uses a standard agreement which includes an exoneration clause for time effectiveness and efficiency. However, the use of a standard agreement that contains an exoneration clause is more beneficial to the KSPPS and disadvantages the cooperative members as consumers because as a member of the consumer cooperative they do not have the opportunity to negotiate the contents of the standard agreement and must forcefully agree on the standard agreement so that the financing application he submits is granted by KSPPS.This research is an empirical juridical study with a conceptual and statutory approach using qualitative analysis. This research was conducted at KSPPS in Central Java by taking samples from five districts / cities based on residency areas. The results of this study indicate that the standard agreement containing the exoneration clause is still often used by KSPPS, therefore it is necessary to disseminate information to cooperative managers and cooperative members in order to minimize the use of standard agreements containing exoneration clauses so that the rights of the parties can be fulfilled and avoid elements of defects of will which is contrary to the principles in the agreement.
Enkulturasi Hukum: Pemberian Mahar Hewan Kerbau dalam Perkawinan Mustla Sofyan Tasfiq; Ali Maskur; Mahsun Mahsun; Mashudi Mashudi; Khoirotin Nisa
Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia Vol 9, No 2 (2022): Jurnal Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v9i2.7270

Abstract

Mahar is not a necessary component of marriage, but its presence is required. Marriage Law No. 1 of 1974, KHI, and Islamic Law do not address mahar in detail. Community customs are frequently used as a benchmark in determining mahar, as long as they do not conflict with national or Islamic law. In Kudus area, the provision of mahar in valuables form and as a source of initial livelihood is manifested in the form of buffalo. Throughout its history, this mahar's gift has ranged from no provision to a buffalo of unknown origin. This qualitative-empirical study in Kudus area will investigate the philosophical significance of choosing a buffalo as a marriage mahar as well as the process of law enculturation in society. The philosophical basis for selecting a buffalo is that it represents a powerful animal at work and can be used as livestock to sustain life. Because of changing times, animals are no longer able to fulfill people's desires as working animals and sources of income; the shift in changing the marriage mahar from animals to motorbikes is a new alternative form and an unavoidable choice in responding to the challenges of changing times. Keywords: Legal Enculturation; Mahar; Animal; Motorcycle; Marriage Mahar bukan rukun perkawinan tetapi keberadaannya wajib ada. Undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974, KHI dan Hukum Islam tidak mengatur secara detail tentang mahar. Adat kebiasaan yang ada dimasyarakat seringkali dijadikan patokan dalam penentuan mahar selama tidak bertentang dengan hukum nasional dan hukum Islam. Ketentuan mahar berupa barang berharga dan sebagai bentuk nafkah awal diwujudkan dalam bentuk hewan kerbau di daerah Kudus. Dalam sejarahnya pemberian mahar ini berubah dari tidak tidak ada ketentuan menjadi kerbau tidak diketahui asal usulnya. Penelitian kualitatif-empiris didaerah Kudus ini akan melihat makna filosofis dipilihnya hewan kerbau sebagai mahar perkawinan dan proses enkulturasi hukum di masyarakat. Dasar filosofis dipilihnya hewan kerbau adalah sebagai simbol hewan yang kuat dalam bekerja dan dapat dijadikan hewan ternak untuk menopang kehidupan. Perubahan zaman menjadikan hewan tidak lagi mampu memenuhi keinginan masyarakat sebagai hewan pekerja dan menopang penghasilan, pergeseran merubah mahar perkawinan hewan ke motor merupakan bentuk alternatif baru dan pilihan yang tidak bisa dielakkan dalam menjawab tantangan perubahan. Kata kunci: Enkulturasi Hukum; Mahar; Hewan; Motor; Perkawinan
The Legal Basis of Information Technology Based Cofinancing Services in Indonesia Afif Noor; Ali Maskur
Walisongo Law Review (Walrev) Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2022.4.2.13520

Abstract

The rapidly growing information technology-based co-financing service (LPBBTI) in Indonesia requires a forceful legal basis for the parties involved in information technology-based financial services. As a rule-of-law country, Indonesia must make the rule of law the commander in chief and guide behavior. This research seeks to find the legal basis of LPBBTI in the laws and regulations of Indonesia, which is carried out by document study and uses a statute approach. The data obtained were then analyzed qualitatively. This research did not find any legal basis for LPBBTI in the law, but there are several laws related to LPBBTI, such as the Civil Code and Law No. 11 of 2008. The legal basis for LPBBTI specifically only exists in the Financial Services Authority Regulation No. 10/POJK.05/2022 and  No. 13/POJK.02/2018.Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang berkembang pesat di Indonesia memerlukan landasan hukum kuat sebagai panduan para pihak yang terlibat dalam layanan keuangan berbasis teknologi informasi tersebut. Indonesia sebagai penganut negara hukum harus menjadikan hukum sebagi panglima dan pedoman dalam bertingkah laku. Penelitian ini berusaha menemukan landasan hukum LPBBTI dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dilakukan dengan studi dokumen dan menggunakan pendekatan statute. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini tidak menemukan landasan hukum LPBBTI dalam undang-undang tetapi ada beberapa undang-undang yang terkait dengan LPBBTI seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 11 tahun 2008. Dasar Hukum LPBBTI terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.05/2022 dan No. 13/POJK.02/2018.
TEKNOLOGI TERHADAP PRIVASI DAN HAM Naida Maharani Khomsah; Ali Maskur
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 1 No. 4 (2023): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : CV SWA ANUGERAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/tjis.v1i4.182

Abstract

Teknologi mengubah kehidupan manusia yang begitu pesat karena kemajuan yang sangat signifikan, namun pesatnya kemajuan ini memungkinkan berdampak dan membawa tantangan baru yang besar terhadap privasi dan hak asasi manusia (HAM) dalam hal positif maupun negative, oleh karena itu hal tersebut harus di perhatikan untuk hal yang lebih serius lagi terlebih bahwa data pribadi seharusnya dirahasiakan dan pengguna mewajibkan menjaga data tersebut dari awal mendapatkannya untuk mencegah hal yang tidak seharusnya terjadi. Terdapat sanksi tindak pidananya jika seseorang melakukan tindak kejahatan menyalahgunakan data privasi seseorang untuk kepentingan dirinya sendiri. Terdapat pada Undang-undang dari pasal 28G ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Penelitian ini memberikan Pengetahuan mendalam mengenai bagaimana teknologi berinteraksi dengan privasi dan HAM, melihat pentingnya pengertian yang seimbang dan berkelanjutan terhadap perkembangan Teknologi di era yang maju.
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KASUS EKSPLOITASI ANAK DIBAWAH UMUR YANG DI PEKERJAKAN SEBAGAI PENGEMIS Tamma Yaktafia; Ali Maskur
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 1 No. 4 (2023): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : CV SWA ANUGERAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/tjis.v1i4.184

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kasus eksploitasi anak dibawah umur yang banyak terjadi di sekitar. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya apa saja yang dapat di lakukan untuk meminimalisir terjadinya eksploitasi terhadap anak. Penelitian ini metode analisis yang digunakan penulis ialah kualitatif, dan pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan sosiologis. Dalam hal ini peneliti menggambarkan penyebab anak bisa menjadi korban eksploitasi menjadi pengemis. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa faktor yang melatar belakangi terjadinya eksploitasi karena rendahnya penghasilan orang tua, pengaruh lingkungan sekitar, rendahnya pendidikan orang tua, dan dampak dari keluarga yang tidak harmonis sehingga anak tersebut kehilangan hak – haknya. Penelitian ini berimplikasi pada perlunya sosialisasi terhadap masyarakat tentang perlindungan anak, serta penegak hukum harus memberi sanksi tegas kepada pada orang tua ataupun oknum yang memaksa anak dibawah umur untuk mengemis.