Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Berbasis Pertanggungjawaban Kepala Desa Suci flambonita; Vera Novianti; Putu Samawati; Artha Febriansyah; Lusi Apriyani
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 2 No 1 (2022): JPMI - Februari 2022
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.477

Abstract

Pengelolaan keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan atas asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Sedangkan pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Diperlukan Peraturan Bupati/Walikota untuk mengatur mengenai Pengelolaan Keuangan Desa. Pada dasarnya tulisan ini membahas salah satu siklus dari pengelolaan Keuangan desa yaitu Pertanggungjawaban Keuangan Desa. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan pengetahuan bagi aparatur desa yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa, terutama Kepala Desa sebagai tampuk pimpinan di desa serta pertanggungjawabannya. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi. Pembahasan pada tulisan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemeritahan desa, dimana kepala desa bertanggung jawab kepada camat, tetapi setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, maka kepala desa langsung bertanggungjawab kepada Bupati/walikota, yaitu terkait bagaimana pengelolaan dana desa secara baik.
DEMONOPOLISASI PT. KAI (PERSERO) DAN PT. PELINDO (PERSERO) PENGUATAN SISTEM EKONOMI DEMOKRASI Putu Samawati Saleh
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 31, No. 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.732 KB) | DOI: 10.22146/jmh.43140

Abstract

AbstractDemonopolization of PT KAI (Persero) and PT Pelindo (Persero), intend to make State Owned Enterprise (SOEs) as an independent corporation by balancing between  profit motives and running a business for public benefit. The opening up of opportunities for private companies to become competitors of SOEs which is a company that has been running a monopoly business, aiming to make SOEs as large corporations that are survive and compete, also remain an agent of development. Strengthening SOEs was done through normative by using documentary research. SOEs is expected to be the main business entity that plays a role in national development, by combining corporate/business and public service principles, which are able to be independent and compete globally but still rely on the concept of economic democracy as a distinctive feature of the Indonesian nation. IntisariDemonopolisasi BUMN Persero yang dilakukan terhadap PT KAI (Persero) dan PT Pelindo (Persero), menghendaki BUMN Persero sebagai korporasi yang mandiri yang mampu menyeimbangkan antara tujuan kegiatan usaha untuk profit motif sekaligus menjalankan usaha untuk kemanfaatan umum. Dibukanya peluang perusahaan swasta menjadi kompetitor BUMN Persero yang selama ini menjalani usaha secara monopoli, bertujuan untuk menjadikan BUMN Persero sebagai korporasi besar yang kuat bertahan dan bersaing, serta tetap menjadi agent of development. Penguatan terhadap BUMN Persero dilakukan melalui penelitian normatif dengan mengguakan documentary research. BUMN Persero diharapkan dapat menjadi badan usaha utama yang berperan dalam pembangunan nasional, dengan memadukan prinsip-prinsip korporat/bisnis dan pelayanan publik, yang mampu mandiri dan bersaing secara global tetapi tetap berpijak pada konsep ekonomi demokrasi sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Demokratisasi Kewarganegaraan Ganda Terbatas bagi Perkawinan Campuran dalam Perspektif Nilai-nilai Pancasila Febrian Febrian; Putu Samawati
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan Vol. 2 No. 2 (2022): VOLUME 2 NOMOR 2 OKTOBER 2022
Publisher : Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52738/pjk.v2i2.111

Abstract

Perkawinan Campuran yang terjadi antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) berlaku dua sistem hukum yang berbeda. Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal. Kepemilikan warga negara tunggal memiliki banyak persoalan hukum mulai dari persoalan pelanggaran hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan hak sosial. Wacana pemberlakuan kewarganegaraan ganda terbatas bagi perkawinan campuran merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi persoalan hukum tersebut. Hal mendasar yang harus dikaji adalah apakah wacana kewarganegaraan terbatas bagi perkawinan campuran tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara. Kajian tersebut dilakukan dengan metode normatif melalui penelitian kepustakaan yang bersumber pada data primer (bahan hukum) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan filsafat. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan teknik penarikan kesimpulan secara induktif. Pancasila sebagai dasar negara memberikan patokan dalam nilai-nilainya yang pada dasarnya berupaya memberikan perlindungan yang utuh bagi setiap warga negaranya. Jaminan kesejahteraan dan perlindungan bagi warga negara menjadi dasar bagi dimungkinkannya keberlakuan status kewarganegaraan ganda terbatas bagi perkawinan campuran.
PEMANFAATAN PEER GROUP SEBAGAI UPAYA MENEKAN JUMLAH PERKAWINAN CAMPURAN SECARA SIRRI Putu Samawati; Wahyu Ernaningsih; Suci Flambonita; Vera Novianti
Ekasakti Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 3 No. 1 (2022): (EJPP) Ekasakti Jurnal Penelitian & Pegabdian (November 2022 - April 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ejpp.v3i1.412

Abstract

Abstract: The increasing number of mixed marriages without document (nikah sirri) in Muaraenim Regency, South Sumatra Province is a main note, especially with regard to the issue of legal protection for women and children who was born from such marriages. Globalization is a major factor in increasing the number of mixed marriages. The formation of peer groups in adolescents as agents of change that can assist in providing socialization and at the same time help provide understanding and protection for their peers is one strategy that can be done to reduce the number of mixed marriages in a sirri manner. The FH-UNSRI Extension Team carried out community service with mentoring training methods for youth groups and mosque youth associations in Muaraenim. The aim is to provide an understanding and insight into the regulation of mixed marriages and the impact of mixed marriages that are more detrimental to women and children. In addition, assistance mechanisms are also provided for victims of mixed marriages who wish to claim their rights. It is hoped that this peer group can help provide socialization and protection for people who are disadvantaged in their community, especially for victims of mixed marriages. Socialization is the key to reduce the number of mixed marriages, which are mostly unknown to teenagers. Abstrak: Meningkatnya jumlah perkawinan campuran secara sirri di Kabupaten Muaraenim Provinsi Sumatera Selatan menjadi catatan tersendiri, khususnya berkaitan dengan persoalan perlindungan hukum bagi para wanita dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Globalisasi menjadi faktor utama dalam peningkatan jumlah perkawinan campuran sirri. Pembentukan peer group pada remaja sebagai agen perubahan yang dapat membantu dalam memberikan sosialisasi dan sekaligus membantu memberikan pemahaman dan perlindungan bagi teman sebayanya merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah perkawinan campuran secara sirri. Tim Penyuluh FH-UNSRI melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan metode pelatihan pendampingan kepada kelompok remaja karang taruna dan ikatan remaja masjid di Muaraenim. Tujuannya memberikan pemahaman dan wawasan mengenai pengaturan perkawinan campuran dan dampak perkawinan campuran sirri yang lebih banyak merugikan wanita dan anak-anak. Selain itu juga diberikan mekanisme pendampingan bagi korban perkawinan campuran sirri yang ingin menuntut haknya. Harapannya peer group ini dapat membantu memberikan sosialisasi dan perlindungan bagi orang-orang yang dirugikan dalam lingkungan masyarakat mereka, khususnya bagi korban perkawinan campuran. Sosialisasi menjadi kata kunci untuk menekan jumlah perkawinan campuran sirri yang sebagian besar tidak diketahui dampaknya oleh para remaja.
DEMOKRASI EKONOMI PADA KEBIJAKAN HAK KONSESI PELABUHAN DI INDONESIA DAMPAK DEMONOPOLISASI PT.PELINDO (PERSERO) Putu Samawati Saleh; Wahyu Ernaningsih; Suci Falmbonita
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 7, No 1 (2023): VOLUME 7 NUMBER 1, JANUARY 2023
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v7i1.51756

Abstract

AbstractThe demonopolization policy towards PT.Pelindo (Persero) through Law No.17 Year 2008 concerning Shipping, is carried out by the government based on the demands of globalization in order to create perfect competitive market conditions, efficiency and effectiveness in corporate management. Demonopolization has an impact on the change in the status of PT. Pelindo (Persero), which was previously a regulator and operator by monopolizing port business activities, and become a port operator in the format of a Port Business Enterprise (PBE). As PBE PT.Pelindo (Persero) has the same status as a Private PBE, where the exploitation of ports is done through concession rights granted by the Port Authority (PA). The fundamental issue is to examine whether the concession rights which are the impact of demonopolization are in line with the concept of economic democracy based on the Indonesian constitution. The study was conducted using a normative juridical research method and a legislative approach. The results of the study are anticipatory strategies that can be considered by the government in determining policies that prioritize the principles of democracy economy in accordance with the Constitution of the Republic of Indonesia. Determination of the choice to determine the granting of the port concession rights to the private sector must be able to be decided on carefully consideration. The most important thing is to ensure that the economic democratic system must be able to be implemented in the performance of ports even though managed by the private sector, not to override the protection function of the lives of many people in order to achieve the demands of the maximum profit of the company.AbstrakKebijakan demonopolisasi terhadap PT.Pelindo (Persero) melalui Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dilakukan oleh pemerintah atas dasar tuntutan globalisasi demi menciptakan kondisi pasar persaingan sempurna, efisiensi serta efektifitas dalam pengelolaan korporasi. Demonopolisasi berdampak pada perubahan status PT.Pelindo (Persero) yang semula berkedudukan sebagai regolator dan operator dengan memonopoli kegiatan usaha kepelabuhanan, berubah hanya menjadi operator pelabuhan dalam format Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Sebagai BUP PT.Pelindo (Persero) memiliki status yang sama dengan BUP Swasta, dimana pengusahaan atas pelabuhan dilakukan melalui hak konsesi yang diberikan oleh Otoritas Pelabuhan. Persoalan mendasar yang menjadi bahasan dalam artikel ini adalah untuk menguji apakah hak konsesi yang merupakan dampak dari demonopolisasi sejalan dengan konsep demokrasi ekonomi berdasarkan konstitusi Indonesia. Kajian dilakukanlah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian berupa strategi antisipasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan yang mengutamakaprinsip-prinsip perekonomian kerakyatan sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. Penentuan pilihan untuk menetapkan pemberian hak konsesi pelabuhan kepada swasta harus mampu diputuskan dengan dasar pertimbangan yang kuat. Hal terpenting adalah memastikan bahwa sistem demokrasi ekonomi harus mampu diterapkan dalam pelaksanaan kinerja pelabuhan meskipun dikelola oleh swasta, jangan sampai mengenyampingkan fungsi perlindungan akan hajat hidup orang banyak demi mencapai tuntutan keuntungan maksimal perusahaan.
MONOPOLISTIC PORT BUSINESS ACTIVITIES POST-DEMONOPOLIZATION OF PT.PELINDO (PERSERO) BASE ON BUSINESS COMPETITION LAW Putu Samawati Saleh
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 24, No 3 (2022): Vol. 24, No. 3, December 2022
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v24i3.24230

Abstract

Since the implementation demonopolization of port business activities in 2008, the condition of Indonesian port business competition still dominates of PT.Pelindo (Persero) with market share od 84%. Even though the state has imposed a demonopolization policy with the aim of opening up opportunities for private port business entities to become competitors for PT.Pelindo (Persero). The monopolistic condition of PT Pelindo (Persero) is the reason to discuss in this paper. Finding mind problem in normative construction to get some solution are also be a purpose of this article. A normative juridical research and a statutory approach was carried out to find legally what was wrong in the port management mechanism. The expected results are in the form of normative improvement efforts that can be made in an effort to increase competition in port services, particularly in regards to restoring the role of port authorities and affirming the regulation of the separation of roles between port authorities and port business entities. This improvement is necessary, given the important role of ports as connectivity and mobility in Indonesia.
Kehadiran Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Swasta Dalam Meningkatkan Persaingan Pengusahaan Kepelabuhanan Di Indonesia Samawati, Putu
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.335

Abstract

Abstrak Undang-undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran melepas kedudukan monopoli PT.Pelindo (Persero) sebagai pengusaha pelabuhanan. Peran PT.Pelindo (Persero) sebagai regulator juga dicabut dan dialihkan kepada otoritas pelabuhan. Hal mendasar adalah dibukanya peluang Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Milik Swasta untuk berpartisipasi dalam pengusahaan pelabuhan yang akan bersaing dengan PT.Pelindo (Persero). Keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan pelabuhan menjadi salah satu alasan dibutuhkannya investasi swasta. Skema kerjasama antara pemerintah dan BUP dilengkapi dengan pemberian hak konsesi oleh otoritas pelabuhan. Ada 223 BUP di Indonesia dan baru 15 BUP yang telah mendapatkan konsesi. Artinya masih banyak BUP yang belum memiliki hak konsesi, padahal hak ini merupakan syarat utama bagi BUP untuk menjalankan kegiatan usaha kepelabuhanan. Persoalan pemberian hak konsesi ini menjadi masalah dalam menghadirkan BUP yang dapat mengoptimalkan persaingan usaha kepelabuhanan. Artikel ini akan membahas permasalaan tersebut dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undanngan dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan ditarik kesimpulan yang bersifat induktif yang memberikan pemahaman tentang semakin banyak BUP yang mampu mengusahakan kepelabuhanan maka akan semakin terciptanya persaingan usaha kepelabuhanan yang dapat membantu percepatan pencapaian target pembangunan dan pengembangan pelabuhan di Indonesia. Kata Kunci: Persaingan Usaha, PT.Pelindo (Persero), Badan Usaha Pelabuhan, Hak Konsesi. Abstract Law No.17 of 2008 concerning Shipping relinquished the monopoly position of PT Pelindo (Persero) as a port operator. The role of PT Pelindo (Persero) as a regulator was also revoked and transferred to the port authority. The basic thing is the opening of the opportunity for Port Business Entities (PBE) to participate in the exploitation of ports that will compete with PT Pelindo (Persero). The limited state has for port establish and development is one of the reasons it was needed for private investment. The cooperation scheme between the government and PBE is complemented by granting concession rights by the port authority. There are 223 PBE in Indonesia and only 15 PBE that have obtained concessions. This means that there are still many PBE that do not yet have concession rights, even though this right is the main requirement for PBE to carry out port business activities. The issue of granting concession rights is a problem in presenting a PBE that can optimize port business competition. This article will be carried out using the doctrinal method, through a legislative approach and analyzed qualitatively, so that an inductive conclusions will be drawn which provide an understanding of the more PBE are able to work on ports, the more it will create port business competition that can help accelerate achievement of development targets and port development in Indonesia.
Pembatalan Sepihak Akta Kuasa Khusus Dari Pemberi Kuasa Kepada Penerima Kuasa Terkait Dengan Kredit Modal Kerja Konstruksi Aldisahr, M. Dafi Siddiq; Yahanan, Annalisa; Samawati, Putu
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 2 (2024): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v10i2.934

Abstract

Regarding the legal consequences of unilaterally canceling a power of attorney in the case of working capital loans for construction, special requirements must be met by the bank when lending working capital for construction projects so that it is not canceled and sued unilaterally. This can be done with a power of attorney if it can be proven that the person giving the power of attorney is not carrying out their duties properly. The legal consequences of unilaterally revoking the special authority law are administrative sanctions and judicial revocation of the special authority law. Special requirements for granting working capital credit are met with two-way verification, especially for parties who provide special authority. This is to avoid further legal problems and the principal has the right to take legal action if his representative does not meet the requirements.
Ambiguitas Aturan Kewajiban Notaris Membubuhkan Sidik Jari Para Pihak Penghadap pada Minuta Akta Turatmiyah, Sri; Samawati, Putu; Handayani, Sri; Firsta, Efka
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 18, No 1 (2024): March Edition
Publisher : Law and Human Rights Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2024.V18.1-16

Abstract

Ambiguitas ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UU No. 2 Tahun 2014 tentang JabatanNotaris (UUJN) berkaitan kewajiban notaris membubuhkan sidik jari penghadap padaminuta akta menimbulkan banyak penafsiran dalam prakteknya di lapangan. Pengaturanini sangat penting untuk dianalisis terkait bagaimana implementasi pembubuhan sidik jaripenghadap pada minuta akta serta implikasi hukumnya. Penelitian normative ini dianalisissecara deskriptif kualitatif dilengkapi wawancara dengan beberapa orang notaris. Hasilpenelitian bahwa pembubuhan sidik jari jempol kanan, jempol kiri dan sepuluh jarilangsung ditempel di atas tanda tangan penghadap, ditempel di lembar kertas terpisah,serta langsung dibunyikan dalam bentuk kalimat pada bagian penutup minuta akta.Kesimpulan implementasi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN belum ada kesamaanpendapat di kalangan notaris. Notaris yang tidak mematuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1)huruf c tersebut dikenakan sanksi dalam Pasal 16 ayat (11) berupa peringatan tertulis,diberhentikan sementara, diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan secara tidakhormat. Kepastian hukum pembubuhan sidik jari penghadap pada minuta akta tepatnyajempol kanan atau kiri dibunyikan dalam bentuk kalimat pada bagian penutup minutaakta sebagai perlindungan hukum pihak notaris. Peneliti merekomendasikan kepadaKemenkumham untuk membuat regulasi berupa Kepmenkumham terkait mekanismekewajiban pembubuhan sidik jari pada minuta akta bagi notaris.
Efforts To Increase The Locally Generated Revenue of Palembang: Access To Incentives And Investment Flambonita, Suci; Samawati, Putu; Ahmaturrahman, Ahmaturrahman
Nurani Vol 23 No 2 (2023): Nurani: jurnal kajian syari'ah dan masyarakat
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v23i2.17013

Abstract

Regional Original Revenue (PAD) is income obtained by the region, collected based on Regional Regulations by statutory regulations that are sourced from regional taxes, regional levies, separated regional wealth management results, and others including one the incentives and investment. as a measure to stimulate economic growth. If examined based on discussions with the four commissions, they approved the 2022 APBD of the Palembang City Government of IDR 3.84 trillion with a target of IDR 1.07 trillion of Original Regional Revenue (PAD). Efforts to increase investment must be supported by the development of quality infrastructure, professional apparatus, and the bureaucratic system as well as a safe and peaceful condition of the city of Palembang. The method used in this research is empirical with a statutory approach. Using the tools of analytical prescriptive analysis. To increase Regional Original Income (PAD) there are 2 (two) social implications that can be enjoyed by the region. First, the investment provides opportunities for potential economic resources to be processed into real economic forces that can encourage local economic dynamics, which in the end will also lead to economic growth and improvement of community welfare. Second, the investment will be followed by economic activities that can create new job opportunities. The availability of new jobs will certainly increase people's income and encourage the realization of prosperity and reduce poverty.