Indah Asikin Nurani
Unknown Affiliation

Published : 36 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

LANSKAP HUNIAN KALA PLESTOSEN – AWAL HOLOSEN KAWASAN GUNUNG SEWU: PENGARUH LINGKUNGAN ALAM DALAM BERTAHAN HIDUP: Settlement Landscapes of The Pleistocene – The Early Holosen of The Gunung Sewu Area: The Influence of The Natural Environment in Survival Indah Asikin Nurani; Hari Wibowo
Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat 2021: PROSIDING SEMINAR ARKEOLOGI 2020
Publisher : Balai Arkeologi Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.6

Abstract

Kawasan Gunung Sewu menunjukkan adanya pola okupasi tertentu pada kurun waktu sejak Kala Plestosen hingga Awal Holosen. Pola okupasi manusia di kawasan Gunung Sewu baik hunian tempat tinggal maupun sebaran lokasi beraktivitas lainnya memberikan petunjuk utama adanya aktivitas manusia. Pengembangan teknologi sangat dipengaruhi ketersediaan sumber daya alam sekitarnya, terutama bahan baku (batu, cangkang kerang, tulang). Oleh karena itu, hubungan antara manusia dengan lokasi keberadaan sumber daya bahan baku menjadi petunjuk yang penting sebagai tempat beraktivitas manusia. Tulisan ini akan mengungkap adanya perubahan alam yang signifikan antara alam kala Plestosen dengan mengembangkan teknologi paleolitik dengan alam Kala Holosen yang mengembangkan teknologi mesolitik – neolitik. Hubungan antara okupasi, teknologi, dan lingkungan alam akan dikaji melalui pendekatan lanskap arkeologi dan sistem setting. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bentuk lahan dengan ketersediaan bahan baku dan sumber makanan menunjukkan adanya pola keruangan manusia dalam mempertahankan hidup.
PENGARUH MORFOLOGI DAN LITOLOGI KAWASAN KARST KABUPATEN REMBANG TERHADAP POTENSI HUNIAN GUA PRASEJARAH [THE INFLUENCE OF MORPHOLOGY AND LITHOLOGY OF REMBANG KARST ON THE POTENTIAL OF PREHISTORIC CAVE DWELLINGS ] Hari Wibowo; J.S.E. Yuwono; Indah Asikin Nurani
Naditira Widya Vol 14 No 1 (2020): NADITIRA WIDYA VOLUME 14 NOMOR 1 APRIL 2020
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v14i1.404

Abstract

Kawasan karst di Kabupaten Rembang adalah bagian dari Karst Perbukitan Rembang yang membentang dari Jawa Tengah hingga ke Pulau Madura. Di bagian Jawa lainnya terdapat pula barisan karst Gunung Sewu sebagai salah satu kawasan karst Pegunungan Selatan Jawa. Tidak seperti situs-situs arkeologi di Gunung Sewu yang telah diteliti secara intensif, kawasan karst Rembang di gugusan utara belum banyak diteliti. Hal inilah yang menggaris bawahi pentingnya penelitian arkeologi di kawasan karst di perbukitan Rembang, yaitu untuk menjajaki potensi gua-guanya sebagai hunian prasejarah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan penalaran induktif, dengan memakai variabel potensi gua, dan dilakukan dengan teknik survei gemorfologis dan arkeologis. Hasil survei kemudian dibagi menjadi tiga variabel pengharkatan, yaitu kandungan arkeologis gua, aksesibilitas, dan morfologi gua. Dalam penelitian lapangan terdapat 41 titik gua yang menjadi objek pengamatan, dan beberapa di antara gua-gua tersebut memenuhi tingkat probabilitas untuk dihuni. Namun demikian, tentu saja untuk membuktikan gua-gua ini benar-benar dihuni atau tidak pada masa prasejarah diperlukan penelitian lebih lanjut. Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan segmen-segmen di sebelah barat dan timurnya, potensi arkeologi kawasan karst Rembang, dalam pengertian situs-situs guanya, termasuk rendah. The karst region in Kabupaten Rembang is part of the Rembang Karst Zone that stretches from Central Java to Madura Island. Another mountain range of karst, the Gunung Sewu, lies on the southern region of Java. Unlike the archeological sites of Gunung Sewu that have been intensively investigated, the Rembang karst region in the northern ranges has not been much studied. This underlines the importance of archeological research in the karst region of Rembang, which is to explore the potentiality of its caves as prehistoric dwellings. This research employs descriptive method with inductive reasoning, using potential variables of a cave, and carried out with geomorphological and archaeological survey techniques. Survey results are further divided into three criteria, i.e. archaeological findings in caves, accessibility, and cave morphology. The field observation was focussed on 41 caves, and several of them indicated the probability of inhabitation. Nevertheless, further researches are required to prove whether these caves were inhabited or not during the prehistoric period. Furthermore, in terms of cave sites when compared to the west and east segments, the archaeological potency of Rembang karst regions is low.
TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 36 No 1 (2016)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1792.014 KB) | DOI: 10.30883/jba.v36i1.222

Abstract

Gua Kidang is a prehistoric settlement that provides a complete description on the life pattern and the development of technology, as well as the adaptation strategy of the dwellers to survive. The development of technology was supported by the intelligence of the artist and the raw material provided in its neighbourhood. The manufacturing technique of tools and jewellery, found in Gua Kidang, demonstrated the effectivity aspect and unique innovation. Artifacts made from clamshell and bone, along with dental remains provide the insight on the variety of tools type  and advance manufacturing technique compared to the type found in other prehistoric cave dwelling in Java as well asIndonesial. Based on the analysis of the manufacturing technique and geoarchaeological aspect, the cultural character of Gua Kidang’s dwellers was shown through the development of technology. This paper uses descriptive methods - explanatory with inductive reasoning.
Persebaran Tradisi Beliung Persegi dan Kapak Lonjong : Perpaduan di Kalumpang Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 13 No 1 (1993)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (989.955 KB) | DOI: 10.30883/jba.v13i1.561

Abstract

DI antara alat-alat batu yang paling menonjol dari masa bercocoktanam di Indonesia adalah kapak lonjong dan beliungc persegi. Secara tekno-morfologts maupun stratlgrafi alat yang paling tua dari kedua tradisi ini adalah tradisi kapak lonjong atau sering disebut neolithikum Papua, karena terutama sekali ditemukan di lrian. Tom Harrison telah membuktikan secara stratigrafis dalam ekskavasi yang dilakukan di Gua Niah, Serawak (Soejono, 1984: 180). Persebaran kapak lonjong meliputi banyak tempat di Indonesia bagian timur seperti di Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanimbar, dan lrian. Sedangkan di luar Indonesia kapak lonjong dltemukan tersebar luas meliputl Burma, Cina, Mancuria, Taiwan, Jepang, Phlliphina dan juga di India.
Pola Adaptasi Penghuni Gua Budaya Toala Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 13 No 2 (1993)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3044.586 KB) | DOI: 10.30883/jba.v13i2.573

Abstract

Kehidupan penghuni gua Budaya Toala berlangsung sejak Kala Pasca Plestosen hingga awal masehi. Kehidupan Budaya Toala ini berlangsung cukup lama dan mampu bertahan beratus-ratus tahun lamanya. Kehidupan budaya tersebut masih sangat bergantung pada potensi ekologi sumber alam sekitarnya. Hal ini menarik perhatian untuk diungkap lebih dalam, terutama mengenai pola adaptasi yang diterapkan oleh penghuni gua sehingga budaya ini mampu bertahan cukup lama.
Pola Permukiman Gua-Gua Di Kaki Gunung Watangan: Suatu Hipotesis Permukiman Gua Kawasan Timur Jawa Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 15 No 3 (1995): Edisi Khusus
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.741 KB) | DOI: 10.30883/jba.v15i3.676

Abstract

The way of life in caves in Indonesia occurred during the Post-Plestocene (early Holocene) period, which in prehistoric terms belongs to the period of hunting and gathering food. At this time the cave or rock shelter served as a shelter and a place to carry out daily activities. In maintaining their life, humans at that time still depended on the natural environment around them, which was an adaptative step in managing and using available natural resources. The exploitation of the ecological potential by humans is influenced by the level of technology and human "intelligence" in processing natural resources around it.
Teknologi Alat Batu Dan Konteksnya Pada Komunitas Gua Gunung Watangan Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 16 No 1 (1996)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2432.476 KB) | DOI: 10.30883/jba.v16i1.741

Abstract

In connection with the stone tool technology products, so far research on prehistoric cave life has always been associated with mesolithic technology as a cultural product. Specifically for the main findings from the Sampung site in East Java, a more specific mesolithic culture was found, namely the culture of bone tools. This industry is highlighted by the bone tools products in the form of abundant spatula, stone tools (predominantly non-massive tools), beaded jewelry made of shells, and folded graves. One thing that needs to be questioned here is: do the cultural products of the caves in the East Java region always show the characteristics of the mesolithic culture that have been broadly formulated as mentioned above? This paper will try to display new data that is not in line with these assumptions, namely the Mount Watang Cave Site, which is located in Lojejer Village, Wuluhan District, Jember Regency, East Java. Data obtained from the excavation of Yogyakarta Archaeology Center.
Hunian Berulang Situs Gua Macan (Tinjauan Berdasarkan Data Arkeologi dan Geologi) Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 16 No 2 (1996)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1436.477 KB) | DOI: 10.30883/jba.v16i2.750

Abstract

Penghuni Gua Macan dalam pola huniannya dipengaruhl oleh faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia merupakan faktor yang dilakukan berdasarkan tuntutan hidup mereka dengan ketersediaan potensi ekologis sekitarnya. Sementara itu faktor alam, merupakan faktor yang sama sekali tidak melibatkan campur tangan manusia dan tak dapat dikendalikan manusia.
Bentuk Pemanfaatan Lahan Gua Macan Suatu Kajian Pemukiman Skala Mikro Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 17 No 2 (1997)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1613.924 KB) | DOI: 10.30883/jba.v17i1.758

Abstract

Dalam tulisan ini akan diterapkan kajian pemukiman tingkat skala mikro pada kondisi dan permasalahan pada Gua Macan yaitu salah satu gua pada himpunan gua di daerah Jember. Diharapkan tulisan ini dapat menjelaskan mengenai bagaimana pemukiman skala mikro yang terjadi pada Gua Macan dan tata ruang yang diterapkan dalam lahan gua yang tersedia guna mendukung aktivitas penghuninya.
Pendekatan Keruangan Dalam Kajian Permukiman Gua Indah Asikin Nurani
Berkala Arkeologi Vol 17 No 1 (1997)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (910.557 KB) | DOI: 10.30883/jba.v17i1.765

Abstract

Sebagaimana telah diketahui bersama, suatu lahan gua yang tersedia sangatlah terbatas, sehingga menarik untuk ditelaah lebih mendalam. Ruangan gua yang terbatas tersebut diharapkan dapat dijadikan patokan sebagai awal dalam kajian mengenai pola permukiman dengan pendekatan melalui arkeologi ruang. Selama ini penelitian mengenai pola permukiman gua dilakukan dalam tahap penentuan tipe aktivitas penghuni gua, yang dititikberatkan pada unit analisis tertentu seperti artefak dan ekofak yang terkandung dalam gua tersebut. Sementara itu penelitian mengenai rekonstruksi pola dan cara hidup serta pemanfaatan lahan gua yang tersedia belwn pernah dilakukan. Dengan demikian pola serta model yang dilakukan dan telah dikenal manusia pada masa itu menarik perhatian untuk dikaji dan dicermati.