Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN PENGUMUMAN IDENTITAS PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK desi amelia; Henny Yuningsih
Lex LATA Volume 2 Nomor 2, Juli 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v2i2.1014

Abstract

Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak membutuhkan pemberatan ancaman dan penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku. Salah satunya dengan penerapan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Tetapi, hingga saat ini belum terdapat norma mengenai tata cara pelaksanaan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dasar pengaturan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak adalah ketentuan Pasal 82 ayat (5) UUPA Perubahan II juncto Pasal 76E UUPA-Perubahan I, dan Pasal 81 ayat (6) UUPA-Perubahan II juncto Pasal 76D UUPA-Perubahan I. Di sisi lain, tidak terdapat peraturan pelaksana tentang tata cara pelaksanaan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, sedangkan terdapat putusan yang menjatuhkan sanksi pidana tambahan sebagaimana dimaksud. Dalam penerapannya, terdapat perbedaan dalam penjatuhan sanksi pidana, karena pada Putusan Pengadilan Negeri Curup Nomor : 116/Pid.Sus/2016/PN.Crp terpidana hanya dijatuhi sanksi pidana pokok, sedangkan pada Putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor : 82/Pid.Sus/2017/PN.Son terpidana selain dijatuhi sanksi pidana pokok tetapi juga dijatuhi sanksi pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Walaupun demikian, demi keadilan bagi korban, keluarga korban, dan perlindungan bagi anak-anak lain di masa mendatang, seyogyanya terhadap para pelaku tindak pidaa yang serupa haruslah dijatuhi pula sanksi pidana tambahan
PELAKSANAAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA Ronaldo - Ronaldo; Joni Emirzon; Henny Yuningsih
Lex LATA Volume 4 Nomor 1, Maret 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v4i1.1296

Abstract

ABSTRAK: Dalam profesi pegawai negeri sipil kejaksaan, peranan jaksa diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Jaksa sering menindak pidana khusus yang salah satunya adalah tindak pidana narkotika sesuai hukum.  Ketentuan pidana tindak pidana narkotika diatur oleh Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan minimal menjalani rehabilitasi dan maksimalnya bandar atau pengedar dikenakan pidana mati. Selain Narkotika, Tindak Pidana Pencucian Uang pun merupakan tindak pidana khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembuktian tindak pidana pencucian uang dari hasil tindak pidana narkotika, penerapan sanksinya, dan pengaturan pembuktian terhadap tindak pidana pencucian uang dari hasil tindak pidana narkotika di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif in concreto dengan tambahan data pendukung berupa wawancara yang bertujuan untuk menemukan apakah hukumnya sesuai untuk diterapkan in concerto. Bahan hukum diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan berupa kitab undang-undang, buku-buku Literatur, atikel, juga Kamus Bahasa Indonesia dan kamus istilah hukum. Hasilnya menjelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang yang diindikasikan dari hasil tindak pidana narkotika harus dibuktikan keduanya menurut unsur subjektif (mengetahui, patut menduga dan bermaksud) dan objektifnya. Diberlakukannya sistem beban pembuktian terbalik (omkering van het bewijslast). Juga adanya aturan bahwa undang – Undang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya Pasal 69 perlu dilakukan revisi.  Kata kunci: Jaksa, Pencucian Uang, Pidana Narkotika 
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA GRATIFIKASI DI INDONESIA Arraeya Arrineki Athallah; KN Sofyan Hasan; Henny Yuningsih
Lex LATA Vol 6, No 1 (2024): Maret 2024
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v6i1.2854

Abstract

Praktik gratifikasi yang merupakan salah satu bentuk rumusan delik dari tindak pidana korupsi sesuai UU Tipikor. Selain penggelapan dalam jabatan, suap menyuap dan gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi yang menarik perhatian karena suap menyuap dan gratifikasi ini menurut penulis merupakan sebuah kesatuan yang sulit dibedakan. Hal tersebut karena gratifikasi dapat terjadi karena didahului adanya suap yang dilakukan oleh pelaku, tetapi bukan merupakan kesepakatan awal dari kedua belah pihak. Terdapat beberapa permasalahan yang timbul semenjak diaturnya perbuatan ini yang disebabkan oleh beberapa faktor. Oleh karena hambatan tersebut, penegakan mengenai tindak pidana gratifikasi ini menjadi tidak optimal, sehingga membutuhkan kajian lebih lanjut mengenai penegakannya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif. Hasil dari penelitian ini menampilkan fakta bahwa berdasarkan penegakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada praktik gratifikasi ini memiliki beberapa hambatan yang menyebabkan penegakannya tidak maksimal. Dengan berlandaskan hambatan tersebut, timbul kajian terhadap beberapa pilihan yang bisa dipilih dan dilaksanakan oleh pemerintah kedepannya agar dapat mengoptimalkan penegakan terhadap perilaku tersebut dan mendapat hasil yang diharapkan.
Analisis Kriminologis Terhadap Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi Di Sektor Publik Ramdani, Rahmat Memo; Henny Yuningsih
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 30 No. 4 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v30i4.131

Abstract

Corruption in the public sector is a serious legal and social issue, potentially damaging the integrity of the government, hindering development, and reducing public trust in state institutions. Corruption Not Only Harms the State, But Also Affects Social Justice and Destroys Social Order Through the Culture of Nepotism and Collusion. In the Perspective of Criminology, the Criminogenic Factors that Encourage Corruption Can Be Seen from Personal, Organizational and Structural, Economic, Cultural, and Social Factors. Corruption also hinders the allocation of resources for development that should improve the welfare of the community, such as education, health, and infrastructure. Therefore, combating corruption must be carried out through a comprehensive approach, including bureaucratic reforms to enhance transparency and accountability, as well as changes in organizational culture that support integrity and ethics. Through these steps, it is hoped that a more transparent, efficient, and fair public sector will be created, which in turn will improve development and restore public trust in the government.
Upaya Penguatan Regulasi Untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi Hariwangsa, Tridian; Henny Yuningsih
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 30 No. 4 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v30i4.132

Abstract

Corruption is a major problem that hinders the progress and stability of a country, including Indonesia. The entrenched practice of corruption in various sectors of government and social life not only undermines public trust but also causes significant losses for the country, both financially and socially. Not only the government should receive fair public services, but also ordinary people who feel the loss. The main challenge is poor inter-agency coordination, which leads to overlap and a lack of efficiency in handling corruption cases. Political interference that disrupts the independence of law enforcement agencies often causes investigations and prosecutions of corruption cases to be suboptimal. The deeply rooted culture of corruption complicates efforts to eradicate corruption. Corruption does not only occur at the level of high officials, but has also spread to lower levels within the government bureaucracy. Strengthening anti-corruption regulations is essential through better collaboration between the community and law enforcement agencies. Transparency in law enforcement and adequate protection for whistleblowers of corruption cases are also very important to encourage the public to be more courageous in reporting the corruption crimes they are aware of. To address this issue, active community participation and the enhancement of law enforcement agency capacities will be very important. With strong support from the government, strict regulations, and a good legal culture, the eradication of corruption in Indonesia can be more effective and have a positive impact on national development.
RESTORATIVE JUSTICE ON BLASPHEMY CASES: OVERVIEW OF THE PROSECUTORS ROLE AND LEGAL REFORM Ikhsan, RD. Muhammad; Hamonangan Albariansyah; Neisa Ang rum Adisti; Henny Yuningsih; Banjarani, Desia
Bengkoelen Justice : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14 No. 2 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jbengkoelenjust.v14i2.32363

Abstract

The absence of a clear definition and limitation of blasphemy can threaten justice in law enforcement in Indonesia. This has an impact on the process of resolving the blasphemy cases. Thus, the settlement of the penal or the courts in the settlement of blasphemy cases is considered ineffective. Based on that background, the problems that will be raised in this research are: How is the criminal law reform related to blasphemy in Indonesia based on the concept of restorative justice? How can the Prosecutor's Office play a role in the reformulation of blasphemy based on the concept of restorative justice? This study uses a descriptive normative research method with a qualitative approach. The research approach used is the statutory approach.The results of the study show that law enforcement in blasphemy tends to lead to pros and cons. This is due to problems with the regulation of blasphemy in Indonesia. There is no concrete definition of blasphemy and limitation on blasphemy in various laws in Indonesia. Therefore, there is a need for reformulation of blasphemy in Indonesia, one of which is through non-penal ways based on the concept of restorative justice by Law Enforcement Officials in Indonesia, one of which is the Prosecutor's Office. The reformulation is by: reforming legal regulations and provisions in the National Criminal Code and Draft of Criminal Procedure (RKUHAP); reformulation of administrative sanctions; and reformulation through penal mediation. Keywords: Blasphemy, Prosecutor's Office, Restorative Justice.  
UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK (STUDI DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN) Reno Wardono; KN. Sofyan Hasan; Henny Yuningsih
Lex LATA Vol. 7 No. 1 (2025): MARET 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v7i1.3667

Abstract

Kemajuan informasi & manusia mendapat pengaruh besar dari teknologi, khususnya anak-anak. Kemajuan ini berdampak negatif & positif terhadap kehidupan didalam hal membantu. Tujuan penelitian: 1) Mengkaji & memperjelas hubungan kriminogenisitas dengan penyalahgunaan narkoba pada anak. 2) Untuk mengkaji & menjelaskan hambatan-hambatan yang dihadapi Polri didalam melaksanakan upaya preventif pemberantasan penyalahgunaan Narkoba di Kabupaten Musi Banyuasin. 3) Untuk mengkaji & menjelaskan gagasan optimal didalam pengendalian penyalahgunaan narkoba oleh anak di bawah umur di masa depan. Penelitian semacam ini dikenal dengan penelitian hukum empiris. Tinjauan literatur & studi lapangan ialah dua metode pengumpulan data. Didalam penelitian ini analisis kuantitatif digunakan untuk analisis data. Berdasarkan temuan penelitian, Polres Musi Banyuasin telah berupaya mencegah & menindas kasus penyalahgunaan narkoba pada anak sesuai dengan tugas pokok & fungsi Unit Bina Lingkungan. Termasuk dalamnya keterlibatan Satres Narkoba baik didalam upaya pencegahan maupun penindakan.