This Author published in this journals
All Journal Jurnal Mahupiki
Mohammad Eka
Unknown Affiliation

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

SISTEM PERADILAN PIDANA YANG EDUKATIF TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (STUDI DI KABUPATEN SIMALUNGUN) Dini Wahyuni Harahap; Mohammad Eka; Marlina Marlina
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.647 KB)

Abstract

Abstrak Dini Wahyuni N. Harahap*[1] Dr. Mohammad Eka Putra, SH, M.Hum** Dr. Marlina, SH, M.Hum*** Anaksangat mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya sehingga perbuatan salah yang dilakukan oleh anak tanpa adanya pengarahan dan bimbingan yang benar dapat menjadijuvenille delinquenceyang pada akhirnya membuat anak masuk dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana untuk anak dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak walaupun dalam Undang-undang Pengadilan anak telah tersirat bahwa pidana penjara diupayakan sebagai last resort namun masih belum secara detail mengatur kepentingan anak dan tetap memungkinkan anak menempuh jalur sistem peradilan. Undang-undang Sistem peradilan pidana anak yang telah dirumuskan saat ini mengatur bagaimana proses penanganan khusus untuk anak dalam setiap tahapan peradilan, mewajibkan diversi dalam setiap tahap peradilan dan memungkinkan terlaksananya restorative justice. Sistem peradilan edukatif yang dimaksud adalah pemberian tindakan khusus yang memperhatikan kepentingan anak dalam setiap tahap peradilan dengan Integrated Criminal Justice Administrasion, sejalan dengan itu permasalahan yang muncul adalah bagaimana proses penanganan yang edukatif dalam setiap tahap peradilan pidana anak, bagaimana penerapan konsep diversi dan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak, apa saja hambatan dan upaya mengatasinya dalam menerapkan sistem peradilan pidana anak. Metode yang digunakan adalah desktiptif analitis dengan metode pengumpulan data Library Research dan Field research, datadiperoleh dengan menggunakan teknik wawancara (interview guide). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penanganan anak di kabupaten simalungun masih belum mencapai tujuan dari perlindungan anak, ditunjukkan dengan tidak menurunnya laporan pengaduan tindak pidana anak di Kepolisian Kabupaten Simalungun, dan meningkatnya perkara anak yang masuk ke Pengadilan Negeri Simalungun. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah sistem peradilan pidana anak wajib memperhatikan kepentingan anak disetiap tahap peradilan yaitu prajudikasi, judikasi, dan pasca judikasi.Penerapan konsep diversi juga telah diwajibkan dalam setiap tahap peradilan sehingga kesempatan terlaksananya restorative justice semakin terbuka lebar.Hambatan yang muncul adalah dari segi penerapan peraturan, aparat penegak hukum yang belum memadai dan minimnya kepedulian masyarakat.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah dengan mengadakan sosialisasi peraturan dan mengadakan Public awareness. Kata Kunci : Sistem peradilan pidana, pidana edukatif, anak pelaku tindak pidana * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PN BINJAI NO.268/PID.B/2015/PN/BNJ) ILKHAMUDDIN RAMADHANY; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.316 KB)

Abstract

ABSTRAK Ilkhamuddin Ramadhany Siregar (* Muhammad Hamdan (** Mohammad Ekaputra (*** Hukum Positif Indonesia memandang tidak semua perbuatan yang mengandung pertaruhan ataupun perbuatan yang merupakan lucky draw (pengharapan terhadap keberuntungan)yang mengandung unsur uang didalamnya merupakan suatu tindak perbuatan yang merugikan bagi diri sendiri ataupun orang lain. Untuk itu didalam masyarakat tidak semua mengetahui bahwa tindakan berbau lucky draw(pengharapan terhadap keberuntungan) yang mengandung unsur uang didalamnya sebagai suatu perbuatan yang di anggap dan dapat di golongkan kedalam tindak pidana perjudian. Untuk itu perlu dilakukan suatu penyuluhan ataupun tindakan yang jelas dari pemerintah pembuat undang-undang mengenai bahaya dan kerugian apa yang didapatkan dari perbuatan ini. Lebih lagi semakin maraknya tindak pidana perjudian melalui internet (judi online) terutama dalam hal Judi TOGEL Online (Toto Gelap melalui internet). Pada penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui studi pustaka (Library search).Sumber hukum dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, yaitu Undang-undang, bahan hukum sekunder yaitu buku yang relevan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder yang bersumber dari skripsi, artikel, tesis, majalah, internet, dan lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya terhadap pelaku tindak pidana judi online masih diberlakukan pengaturan yang sama dengan perbuatan perjudian pada umumnya (konvensional), yakni pada Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP. Sementara seperti yang kita ketahui bersama bahwa telah ada undang-undang yang lebih khusus mengatur mengenai tindak pidana perjudian online ini, yakni yang telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) dan pidananya didalam Pasal 45 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaki Elektronik, penerapan suatu hukuman pada tindak pidana perjudian ini perlu diberikan hukuman yang berat, yang akan berakibat timbulnya efek jera bagi pelaku maupun masyarakat lain agar tidak terjadinya tindak pidana perjudian ini. Maka dari itu peran pengadilan terkhususnya pada jaksa dan hakim dituntut lebih bijaksana, adil dan jeli dalam memberikan tuntutan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian online ini, tidak hanya melihat dari sisi pelaku saja, namun dari sisi berkelanjutannya tindak pidana ini, terlebih lagi perjudian ini dapat menimbulkan tindak pidana lain apabila telah menjadi maniak didalam perjudian
TINDAKAN KEBIRI KIMIA (CHEMICAL CASTRATION) BAGI PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MENURUT PERSEPSI APARAT PENEGAK HUKUM DAN HUKUM ISLAM NURLIZA Fitriyani; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1349.94 KB)

Abstract

ABSTRAK Dr. Muhammad Hamdan, S.H.,M.H[1] Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum[2] Nurliza Fitriyani Br. Angkat[3] Anak adalah generasi penerus bangsa dan peneruspembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanapembangunan dan pemegang kendali masa depan suatunegara, tidakterkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmurberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kekerasan seksual terhadap anak perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari kekerasan seksual terhadap anak akan menyebabkan anak mengalami trauma yangberkepanjangan. Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak memaksa pemerintah berfikir keras untuk menemukan solusinya. Hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan tindakan kebiri kimia yang kini telah disahkan menjadi Undang-undang. Terkait hal ini, aparat penegak hukum selaku pihak yang memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum turut mendapat sorotan dan harapan dari masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pandangan aparatur penegak hukum terhadap tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana kesusilaan terhadap anak?, Apakah kesulitan yang akan di hadapi aparatur penegak hukum jika tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana kesusilaan terhadap anak diterapkan?, Bagaimanakah penjatuhan tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana seksual terhadap anak menurut persepsi hukum islam?. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Serta menggunakan beberapa alat bantu untuk penelitian ini berupa kuesioner dan wawancara. Adapun hasil penelitian dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah aparat penegak hukum menyatakan bahwa tindakkan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dipandang tepat untuk dijadikan sebagai hukuman atas kejahatan yang telah dilakukan. Beberapa kesulitan yang ditemukan dalam proses penegakan hukuman ini adalah sulit untuk mencari eksekutor tindakan ini, sulit untuk bekerjasama dengan masyarakat serta sinergitas antar sesama aparat penegak hukum. Sementara itu, berbeda dengan hukum positif Indonesia hukum islam dengan tegas menyatakan bahwa segala bentuk kebiri yang dilaksanakan kepada manusia adalah haram hukumnya. Karena islam juga sudah memiliki pengaturan dan hukuman yang jelas atas segala kejahatan kesusilaan yang   [1]Dosen Pembimbing I [2]Dosen Pembimbing II [3]Penulis/Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN HUKUM ISLAM ADE FAJAR REZKI; Madiasa Ablisar; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.236 KB)

Abstract

ABSTRAKSI *)Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,MS **) Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum ***)Ade Fajar Rezki   Dampak buruk yang dihasilkan oleh tindak pidana korupsi saat ini sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Permasalahan korupsi pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hukum formal dan norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Dan Hukum Islam”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam, Perbandingan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Hukum Islam. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dan Hukum Islam. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Korupsi dilarang dengan alasan apapun dan dilakukan oleh siapapun yang termasuk ke subjek hukum tindak pidana korupsi menurut undang-undang tersebut. Karena dalam peraturan yang berlaku tindakan korupsi sama saja dengan merugikan keuangan negara  dan hal seperti ini tidak dapat ditolerir oleh penegak hukum. Menurut hukum Islam, jarimah korupsi merupakan tindakan tercela dan tidak disukai oleh Allah SWT, Korupsi dalam Islam dapat dianalogikan dalam beberapa jenis yang dalam Al-Qur’an dan Hadist telah disebutkan dan tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh manusia di dunia. Namun sesuai perkembangannya pemakaian hukum islam dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih memerlukan kajian yang lebih dalam. *) Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. **) Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. ***) Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ORANG YANG MEMPEKERJAKAN SESEORANG DI KAPAL TANPA DOKUMEN YANG DIPERSYARATKAN (STUDI PUTUSAN PN RABA BIMA NOMOR 96/PID.B/2015/PN.RBI) Rayyanda Surbakti; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.16 KB)

Abstract

ABSTRAK Dr. Mohammad Ekaputra, S.H,.M.Hum* RayyandaFitraSurbakti**   Sarana transportasi terutama transportasi laut mempunyai arti penting dan strategis mengingat Indonesia adalah Negara kepulauan yang disatukan oleh wilayah perairan yang sangat luas dengan batas-batas, hak-hak dan kedaulatan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Mengingat begitu pentingnya peran transportasi, khususnya transportasi laut, maka segala kegiatan yang berkaitan dengan transportasi laut pun perlu diatur oleh Negara dikarenakan mengingat begitu tingginya intensitas pelayaran di Indonesia sering memungkinkan terjadinya tindak pidana pelayaran atau tindak pidana di laut. Berdasarkanhaltersebut, maka penulis tertarik untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pengaturan hokum tindak pidana pelayaran di Indonesia? Bagaimana pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan? Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan hokum tindak pidana pelayaran di Indonesia dan mengetahui pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hokum normative dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dengan cara penelitian pustaka. Adapun hasil penelitian dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pengaturan hokum tindak pidana pelayaran di Indonesia diatur di dalam KUHP dan diluar KUHP yaitu dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pertanggungjawaban pidana orang yang mempekerjakan seseorang di kapal tanpa dokumen yang dipersyaratkan diatur dalam Pasal 312 joPasal 145 UU RI No. 17 Tahun 2008 tentangPelayaran.   Kata Kunci :pertanggungjawabanpidana, tindakpidanapelayaran. *DosenPembimbing **Penulis/MahasiswaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA POLRI TERHADAP PELAKU PENCURIAN MOTOR (studi putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi No.75/Pid.B/2012/PN.BT) SUMIRNA LUSIANA; Madiasa Ablisar; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.959 KB)

Abstract

Abstract The Police of the Republic of Indonesia (POLRI) is an institution that performs the duties of the police as a profession, thus bringing the consequences of professional code of ethics and disciplinary rules which must be obeyed by every member of POLRI. Violation of professional code of ethics as well as police discipline regulation for POLRI members is an inevitable matter, in the execution of police duties will always deal with the rights and obligations of citizens directly. Criminal acts committed by each member of the POLRI will be processed in accordance with applicable law. They are processed and filed within the general court. The research methodology used in this paper is legal juridical normative research using secondary data through legislation approach. In assessing related offenses of ill-treatment can be referred to in Article 351, Article 352, Article 353, Article 354, Article 355, Article 356, Article 357, and Article 358. Key Word : Persecution, crime, theft. Abstrak Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota POLRI. Pelanggaran kode etik profesi maupun peraturan disiplin kepolisian bagi anggota POLRI merupakan suatu hal yang takterelakkan, menginggat dalam pelaksanaan tugas kepolisian akan selalu berhadapan dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung. Tindak pidana yang dilakukan oleh setiap angota POLRI akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidanayang berlaku. Yaitu diproses dan diajukan di dalam lingkup peradilan umum. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder melalui pendekatan perundang-undangan. Dalam mengakaji terkait tindak pidana penganiayaan dapat dirujuk pada Pasal 351, Pasal 352, Pasal 353, Pasal 354, Pasal 355, Pasal 356, Pasal 357, dan Pasal 358. Kata Kunci : Penganiayaan, Tindak Pidana, Pencurian.
PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PENYIMPANGAN SEKSUAL MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM LIGA Ginting; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.562 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Liga Saplendra Ginting* M. Hamdan** M. Ekaputra***   Skripsi ini berbicara tentang Perbandingan Tindak Pidana penyimpangan seksual menurut hukum positif di indonesia dan hukum Islam. Karena dampak buruk yang dihasilkan penyimpangan seksual saat ini sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang mempelajari berbagai norma-norma hukum. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan yang berkaitan dengan pemasalahan di dalam skripsi. Pengaturan tindak pidana penyimpangan seksual menurut hukum positif di indonesia diatur di dalam KUHP, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang  No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang  No. 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Di dalam KUHP tindak pidana penyimpangan seksual secara spesifik diatur di dalam BAB XIV tentang kejahatan Terhadap Kesopanan. Adapun tindak pidana penyimpangan seksual yang diatur di dalam BAB XIV adalah homoseksual dan Lesbian, Pedofilia, Incest(sumbang), Zina, Perkosaan dan Eksibisionisme. Pengaturan tindak pidana penyimpangan seksual menurut hukum islam diatur di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad. Tindak pidana penyimpangan seksual adalah tindak pidana yang dikategorikan ke dalam tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Hukum islam tidak memandang apakah objek tindak pidana adalah orang yang dewasa atau tidak. Nilai-nilai yang saat ini mengatur mengenai penyimpangan seksual sangat bertentangan dengan masyarakat Indonesia yang berKeTuhanan, sehingga banyak dampak buruk yang terus meningkat dari perbuatan hina ini. dan apabila masih dilanjutkan, maka dampak buruk tersebut tentunya akan terus meningkat. Maka dari itu Hukum Islam  dianggap dapat memberikan jawaban serta solusi yang relevan dan komprehensif di dalam pengaturan mengenai tindak pidana penyimpangan seksual kedepannya. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
PERANAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP KASUS PEMBUNUHAN Winda Anastasya; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.821 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Winda Anastasya D P[1] M. Hamdan[2] M. Eka Putra[3]   Skripsi yang berjudul Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman  Dalam Rangka Penyidikan Terhadap Kasus Pembunuhan. Membahas tentang sejauh mana peranan dari ilmu kedokteran kehakiman dalam membantu penyidik untuk mengungkap suatu perkara pidana khusus terhadap tindak pidana pembunuhan di tingkat penyidikan.Ada kecenderungan yang menarik untuk dikaji didalam praktik penegakan hukum di Indonesia.Peranan ilmu kedokteran kehakiman menjadi kian menonjol dan semakin seringnya di gunakan dalam mengungkap suatu perkara pidana. Hal inilah yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk menulis skripsi ini dengan beberapa permasalahan yaitu mengenai bagaimana pengaturan hukum yang mengatur tentang ilmu kedokteran pada tahap penyidikandan mengapa diperlukan ilmu kedokteran kehakiman dalam penyidikan kasus tindak pidana pembunuhan. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan diatas adalah penelitian hukum normatif.Penulis melakukan kajian berdasarkan kepada literatur yang ada dan undang-undang yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Ilmu kedokteran kehakiman disebut juga dengan Ilmu Kedokteran Forensik yang banyak berhubungan dengan bidang hukum dan peradilan.ilmu kedokteran kehakiman merupakan kumpulan ilmu hukum pengetahuan medis dan paramedis yang menunjang pelaksanaan penegak hukum. Bentuk bantuan ahli kedokteran kehakiman dapat diberikan pada saat terjadi tindak pidana (di tempat kejadian perkara, pemeriksaan korban yang luka, pemeriksaan mayat, pemeriksaan korban yang sudah dikubur dan digali kembali, pemeriksaan barang bukti, dan memberikan kesaksian dalam siang pengadilan) dan pemeriksaan barang bukti yang harus diterangkan harus secara tertulis yaitu visum et repertum. [1]Mahasiswa Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [2]Dosen Pembimbing I Dan Ketua Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara [3]Dosen Pembimbing II Dan Ketua Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara
PENERAPAN AJARAN KAUSALITAS TERHADAP TINDAK PIDANA YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988) YOGI TRIYONO; Nurmala Waty; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.783 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Yogi Triyono * Nurmalawaty, SH.,M.Hum ** Dr. M.Ekaputra, SH.,M.Hum *** Jurnal ini berbicara tentang peranan ajaran kausalitas dalam tindak pidana yang meyebabkan hilangnya nyawa orang, khususnya dalam kasus kelalaian pada saat di jalan raya yang terjadi di Purworejo. Tidak mudah untuk menentukan apa yang dianggap sebagai sebab terjadinya suatu akibat yang dilarang oleh hukum pidana, karena suatu akibat dapat timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, termasuk dalam peristiwa yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang. Permasalahan dari penulisan skripsi ini yaitu terletak pada bagaimana ajaran kausalitas dalam hukum pidana indonesia, bagaimana pengaturan tentang tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang dalam KUHP, serta bagaimana penerapan ajaran kausalitas dalam tindak pidana khususnya kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan kualitatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang di peroleh dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan. Teknik analisis data yang di gunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil. Ajaran kausalitas terbagi menjadi empat teori yaitu Teori Conditio Sine Qua non, Teori mengindividualisir, Teori Menggeneralisir dan Teori Relevansi. Hukum pidana Indonesia  tidak secara eksplisit mengacu pada salah satu ajaran yang ada, para pakar hukum lah yang membuat suatu pandangan tentang ajaran kasusalitas yang manakah yang di pakai dalam suatu tindak pidana. Dalam KUHP di atur tentang tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang yaitu kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven), kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan karena kelalaian (Culpose misdrijven) serta kejahatan terhadap jiwa (penganiayaan) yang mengakibatkan kematian. Pada kasus didalam putusan Mahkamah Agung No.1351 K/Pid/1988, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa teori kausalitas yang diterapkan oleh hakim adalah teori Relevansi. *Penulis, mahasiswa Departemen Hukum Pidana Universita Sumatera Utara **Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara  
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENEBANGAN HUTAN SECARA ILEGAL MENURUT UU NO 18 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKAN HUTAN (Studi Putusan No 212/Pid.sus/2014/Pn.Dum) Ridwanta Tarigan; Alvi Syahrin; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.119 KB)

Abstract

ABSTRAK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENEBANGAN HUTAN SECARA ILEGAL MENURUT UU NO. 18 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKAN HUTAN (Studi Putusan No. 212/Pid.sus/2014/Pn.Dum) Alvi Syahrin *) M. Eka Putra**) M. Ridwanta Tarigan ***) Aktivitas penebangan hutan secara illegal pada saat ini berjalan dengan sangat terbuka, transparan dan banyak pihak yang terlibat dan memperoleh keuntungan dari aktivitas pencurian kayu ini. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan hukum tentang penebangan hutan secara illegal di Indonesia. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penebangan hutan secara illegal dan Analisis putusan No. 212/Pid.sus/2014/Pn.Dum tentang tindak pidana penebangan hutan illegal. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Analisis data secara kualitatif. Pengaturan hukum tentang penebangan hutan secara illegal di Indonesia, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 19 tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konvervasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penebangan hutan secara illegal. Setiap orang dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah orang-perorangan dan/atau korporasi. Sanksi pidana yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 yang berkaitan dengan illegal logging telah dihapuskan, sehingga digunakan sanksi pidana dalam Undang-Undang N0. 18 tahun 2013 yang terkait tentang tindak pidana illegal logging terdapat pada Pasa; 82-85, Pasal 94 dan Pasal 98. Analisis putusan No. 212/Pid.sus/2014/Pn.Dum tentang tindak pidana penebangan hutan illegal, terdakwa di Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan, denda sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I *** ) Dosen Pembimbing II