Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara yuridis tindak kejahatan perdagangan tanah dalam proyek strategis nasional Rempang Eco-City, serta implikasinya terhadap kerusakan lingkungan dan efektivitas hukum pidana di Indonesia. Pulau Rempang, yang secara historis dihuni oleh masyarakat hukum adat Melayu, ditetapkan sebagai proyek strategis nasional tanpa adanya pengakuan terhadap hak ulayat dan tanpa persetujuan bebas masyarakat terdampak. Proses pengalihan lahan dalam proyek ini diduga mengandung unsur kejahatan terorganisir, termasuk penyerobotan tanah, pemalsuan dokumen, dan perusakan lingkungan yang sistematis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang, kasus, dan konseptual. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, literatur hukum, serta kajian akademik yang relevan, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan sistematis dan interpretatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek Rempang Eco-City mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan hidup. Tidak terdapat penegakan hukum pidana terhadap aktor negara dan korporasi yang terlibat, sementara masyarakat justru dikriminalisasi. Kerusakan ekologis yang terjadi di luar kendali hukum menunjukkan lemahnya sistem pencegahan dalam hukum lingkungan nasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hukum pidana dan hukum lingkungan belum menjalankan fungsinya sebagai pelindung sosial dan ekologis, serta merekomendasikan pembentukan sistem hukum terpadu yang berpihak pada keadilan ekologis dan hak konstitusional masyarakat