Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

OPTIMALISASI KPU DALAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU DUDI WARSUDIN
JURNAL LITIGASI (e-Journal) Vol 14 No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pasundan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.18 KB) | DOI: 10.23969/litigasi.v14i2.88

Abstract

It was undoubtedly  that  in  the modern state, Election is the entry point for the establishment of a democratic government. Within this framework , the principle of sovereignty has become the spirit for election in every move. The implementation of direct elections, public, free, confidential, honest and fair, is not an easy job. As it is mandated by the constitution , which is in essence a public policy in the fields of politics and governance, it is clear that the implementation will be influenced by various factors. One of the factor is organizing institution, thus it is must be carefully study by each of  election management official at various levels. Among the several types of elections that had been held, it appears that the election of Regent is the most interesting to observe. This is partly due to socio-political and socio-cultural setting that surrounded the multi-complex so that the potential for conflict in its even will be far greater than with other types of elections. Level of community participation in the elections, especially on polling and counting activities have become attention of many people. In some provinces, cities and districts that have conducted the election, it appears that the participation rate has decreased from one election to another. Because of the matter above, the writer is  interested  to write about  how to Optimize the Role of Institutional Commission in order to increased participation  of  community in the election.Keyword : Optimize; increased participation of community; the electionABSTRAKMerupakan suatu keniscayaan bahwa dalam negara modern, pemilu merupakan entry point bagi terbangunnya suatu pemerintahan yang demokratis. Dalam kerangka ini, prinsip kedaulatan rakyat menjadi roh bagi setiap gerak langkah penyelenggaraan pemilu. Terselenggaranya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebagai amanat konstitusi, yang pada hakikatnya merupakan kebijakan publik di bidang politik dan pemerintahan, sangat jelas bahwa implementasinya akan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor itu adalah institusi penyelenggara, sehingga dengan demikian hal inilah yang harus jadi kajian cermat dari setiap aparatur institusi penyelenggara pemilu pada berbagai level. Di antara beberapa jenis pemilu yang telah diselanggarakan, tampak bahwa pemilu Bupati dan Wakil Bupati  yang paling menarik untuk dicermati. Hal ini antara lain karena setting sosiopolitik dan sosiokultural yang melingkupinya yang multikompleks sehingga potensi konflik dalam penyelenggaraaannya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis pemilu lainnya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu, khususnya pada kegiatan pemungutan dan perhitungan suara menjadi perhatian banyak kalangan. Di beberapa daerah provinsi, kota dan kabupaten yang telah melaksanakan pemilu, tampak bahwa tingkat partisipasi ini mengalami penurunan dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Dengan itu penulis tertarik terhadap bagaimana Optimalisasi Peran Kelembagaan KPU dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pemilu.Kata kunci : Optimalisasi; Peningkatan Partisipasi Masyarakat; Pemilu 
IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM PROPORSIONAL TERBUKA DALAM PEMILIHAN UMUM TERHADAP PROFESIONALITAS ANGGOTA LEGISLATIF DAN KUALITAS KADERISASI PARTAI POLITIK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Dudi Warsudin; Hayatun Hamid
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 2 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.308 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i2.1104-1114

Abstract

Menjadi sebuah syarat yang mutlak bahwasanya berdirinya suatu negara harus didasarkan atas adanya keberadaan suatu pemerintahan. Keberadaan pemerintahan dalam suatu negara merupakan hal yang sangat penting dikarenakan kebijakan-kebijakan pemerintah akan menentukan sejahtera atau tidaknya suatu masyarakat. Mengingat pentingnya keberadaan suatu pemerintahan di dalam negara maka sudah seharusnya orang-orang yang mengisi jabatan-jabatan dalam pemerintahan merupakan orang-orang yang memiliki kualitas serta profesionalitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi dengan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum di Indonesia memungkinkan siapa saja dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa memiliki kualifikasi serta kemampuan untuk menjalankan fungsi pokok lembaga legislatif yaitu membentuk undang-undang, menyusun anggaran pendapatan dan belanja, serta melakukan pengawasan terhadap pemerintah.            Adapun permasalahan yang penulis temukan dalam penelitian ini adalah bagaimana implikasi penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum terhadap kualitas dan profesionalitas anggota legislatif dan kualitas kaderisasi partai politik. Serta bagaimana implikasi penerapan sistem proporsional terbuka terhadap produk hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam hal ini menggunakan metode deskriptif analitis serta menggunakan pendekatan yuridis normatif.            Hasil Penelitian yang penulis temukan yaitu bahwa sistem proporsional terbuka dalam pemilu menyebabkan siapa saja dapat mencalonkan diri serta dapat menjadi anggota legislatif walaupun pada kenyataannya yang bersangkutan tidak memiliki kualitas serta kualifikasi dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai anggota legislatif. Kemudian pemberlakuan sistem proporsional terbuka menyebabkan beberapa produk hukum yang dibentuk oleh lembaga legislative seringkali bersifat kontroversial serta tidak sedikit yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
OPTIMALISASI PROSES MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN SUKABUMI DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSES MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA Ni Putu Juwanita Dewi; Dudi Warsudin; Hayatun Hamid
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 3 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.027 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i3.1578-1589

Abstract

Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu membutuhkan kehadiran dari manusia lainnya. Telah menjadi sifat alami dari seorang manusia untuk menyukai lawan jenisnya dalam hal ini laki-laki menyukai perempuan dan begitupun sebaliknya. Sebagai makhluk yang memiliki moral etika dan menjunjung tinggi perintah-perintah dalam ajaran-ajaran agama, maka sifat menyukai lawan jenis kemudian di benarkan dalam satu ikatan yang disebut dengan perkawinan.Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang  perempuan. Dalam perjalanan kehidupan, pasangan suami istri seringkali mendapatkan berbagai macam permasalahan. Tidak jarang permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan hubungan antara suami dan istri menjadi renggang dan kemudian menimbulkan suatu perceraian. Peristiwa perceraian tentu akan menimbulkan dampak yang luar biasa besar terutama dalam hal hubungan dua keluarga. Selain itu pula perceraian dapat memberikan dampak negative terhadap pertumbuhan dan kehidupan seorang anak. Oleh karena itu rencana pasangan suami istri untuk melakukan perceraian harus dipersulit dengan berbagai macam cara diantaranya dengan melalui proses mediasi, yang mana dalam proses mediasi tersebut pasangan suami istri yang hendak melakukan perceraian kembali berkomitmen untuk membangun hidup bersama dengan lebih baik.Proses mediasi di Pengadilan agama tentu harus lebih di optimalkan mengingat angka perceraian yang semakin meningkat pasca terjadinya penyebaran wabah Covid 19.            Adapun masalah-masalah yang penulis temukan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Sukabumi Serta Bagaimana proses optimalisasi  dalam kegiatan mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Sukabumi ?            Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif analisis serta menggunakan metode pendekatan yuridis normative. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa Faktor-fakitor penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Sukabumi adalah faktor ekonomi, kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama serta kurang optimalnya dalam proses mediasi. Kemudian optimalisasi terhadap proses mediasi haruslah dilakukan mengingat angka perceraian di Kabupaten Sukabumi begitu tinggi.
KAJIAN TEORITIS TERHADAP RENCANA PERPANJANGAN MASA JABATAN KEPALA DESA SELAMA 9 TAHUN DIHUBUNGKAN DENGAN KONSEP NEGARA HUKUM DAN PRINSIP DEMOKRASI Dudi Warsudin; Hayatun Hamid
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 1 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v10i1.2023.%p

Abstract

Berdirinya suatu negara memiliki suatu tujuan untuk dapat  memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang mendiami negara tersebut. Untuk mewujudkan kesejahteraan kepada masyarakat tentu dibutuhkan sistem tata kelola yang baik. Salah satu wujud tata kelola pemerintahan yang baik adalah dengan membentuk jabatan-jabatan tertentu dalam rangka memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat. Salah satu jabatan yang dibentuk dalam rangka memberikan pelayanan terhadap masyarakat adalah jabatan Kepala Desa.            Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan dasar-dasar terkait tata kelola dalam pemerintahan Desa, termasuk dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan masa jabatan Kepala Desa. Dalam Undang-Undang tersebut telah diatur bahwa masa jabatan kepala Desa adalah selama 6 tahun dan maksimal dapat menjabat selama tiga periode. Akan tetapi beberapa waktu kebelakang asosias Kepala Desa seluruh Indonesia menuntut agar masa jabatan Kepala Desa di tambah menjadi 9 tahun dalam satu periode. Hal tersebut menurut pandangan penulis tentu tidak selaras dengan konsep negara hukum dan prinsip demokrasi dikarenakan dalam dua konsep tersebut menyatakan bahwa Suatu jabatan haruslah dibatasi dan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari kesewenang-wenangan dan menyalahgunakan kekuasaan.            Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan atau melukiskan suatu realita yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dan kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan tertentu, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.            Hasil penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa perpanjangan masa jabatan Kepala Desa yaitu selama 9 tahun dalam satu periode tentu sangat bertentangan dengan konsep negara hukum dan prinsip demokrasi dikarenakan akan sangat rentan untuk menimbulkan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan.
PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Hayatun Hamid; Dudi Warsudin; Erwin Erwin; Saptosih Saptosih
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 1 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v10i1.2023.429-437

Abstract

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia, salah satu tujuan dari membentuk suatu keluaraga adalah memperoleh keturunan. Membentuk suatu keluarga yang bahagia merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri. Namun dalam perjalanan kehidupan berumah tangga seringkali pasangan suami istri menemukan perselisihan yang tidak jarang perselisihan tersebut menimbulkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. Keutuhan rumah tangga merupakan suatu hal yang harus dipertahankan, oleh karena itu dalam setiap perkara kekerasan dalam rumah tangga hendaknya dilakukan upaya restorative justice sehingga hubungan baik antara suami dan istri masih tetap dapat terjaga. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan atau melukiskan suatu permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun metode pendekatannya penulis menggunakan metode Yuridis normatif.  Konsep restorative justice harus bisa diterapkan dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan suatu rumah tangga harus tetap terjaga keutuhannya sehingga dapat menghasilkan keturunan yang unggul dan berkualitas dan berguna bagi nusa dan bangsa.
PENINGKATAN KESADARAN HUKUM PADA MASYARAKAT KELURAHAN KARANG TENGAH KECAMATAN GUNUNG PUYUH KOTA SUKABUMI Dudi Warsudin; Hayatun Hamid; Budi Heryanto
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 1 (2023): Volume 4 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v4i2.12125

Abstract

Kelurahan Karang Tengah merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Gunung Puyuh Kota Sukabumi. Berdasarkan observasi sebelumnya maka tim dosen Sekolah Tinggi Hukum Pasundan Sukabumi menemukan beberapa fakta dimana di kelurahan tersebut seringkali terjadi permasalahan-permasalahan hukum seperti Kasus Perceraian, Kekerasan dalam rumah tangga serta kasus penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan analisis situasi diatasmaka ada beberapa rumusan permasalahan mitra yang dapat di identifikasi, diantaranya: (1) Mitra belum mengetahui terkait Sistem Hukum di Indonesia (2) Mitra belum mengetahui terkait proses penegakkan hukum di Indonesia (3) Mitra belum mengetahui terkait perbedaan antara hukum public dan hukum privat. Solusi yang diharapkan diantaranya (1) Memberikan Penyulihan Hukum Kepada Masyarkat. (2) Memberikan pendampingan dan bantuan hukum. Berdasarkan solusi dan target luaran dari rencana pelaksanaan program PKM pada masyarakat Keluruhan Karang tengah , maka tim menetapkan metode pendekatan: (1) Metode Penyuluhan dan Memberikan Konsultasi Hukum, (2) Metode Pendampingan dan bantuan hukum. Kesimpulan dari program PKM ini: (1) Masyarakat Kelurahan Karang tengah Kecamatan Gunung Puyuh Kota Sukabumi masih belum memahami terkait Sistem Hukum yang berlaku di Indonesia (2) Masyarakat Kelurahan Karang Tengah Kecamatan Gunung Puyuh Kota Sukabumi sangata memerlukan pendampingan dan bantuan hukum terkait permasalahan hukum yang mereka hadapi.
IMPLIKASI KEBIJAKAN ALIH FUNGSI LAHAN KAWASAN BANDUNG UTARA DI HUBUNGKAN DENGAN KONSEP TATA RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG TATA RUANG Dudi Warsudin
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 7 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v10i7.2023.3696-3705

Abstract

Berdirinya suatu negara tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu, diantara tujuan utama dalam pendirian suatu negara adalah memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Kesejahteraan dan kemakmuran bukan hanya dapat dicapai dari hal-hal yang bersifat materi saja seperti penghasilan yang tinggi, namun kesejahteraan bagi masyarakat diberikan melalui pemberian lingkungan hidup yang sehat. Keberadaan lingkungan hidup yang sehat dapat diraih dengan menerapkan konsep tata ruang yang baik dan benar sehingga ekosistem alam dapat berjalan secara seimbang. Kerusakan ekosistem alam tidak hanya dapat terjadi dikarenakan adanya ulah-ulah tangan manusia namun dapat juga terjadi dikarenakan kesalahan atau kekeliruan dalam mengambil kebijakan oleh Pemerintag yang berwenang. Salah satu contoh kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh kesalahan pengambilan kebijakan adalah dengan adanya fenomena alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara. Dampak negatif dari alih fungsi lahan tersebut salah satunya adalah bencana kekeringan pada musim kemarau dan bencana banjir di musim hujan. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan atau melukiskan realita yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, kemudian dianalisa dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun metode pendekatan yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif. Adapun kesimpulan yang penulis temukan dalam penelitian ini adalah bahwa kebijakan alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara telah menimbulkan bencana diantaranya kekeringan di musim kemarau serta bencana banjir pada saat musim hujan.