Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA Anggreany Haryani Putri; Andang Sari
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 1 No 2 (2019): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan perkawinan akan sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing, yang artinya kedua calon mempelai agamanya harus sama. Jika perkawinan itu dilangsungkan dengan berbeda agama, jelas akan menimbulkan permasalahan yang rumit. Pastinya adalah masalah hak asuh anak. Apalagi jika terjadi perceraian akibat perkawinan beda agama, hal ini berdampak buruk terhadap fisik maupun psikologi anak. Salah satu akibat hukum perceraian adalah adanya hak pengasuhan anak. Timbul masalah apabila kedua orang tua si anak berbeda agama. Apakah mengikuti agama si ayah atau agama si ibu. Jadi jika ingin melangsungkan perkawinan, calon suami dan calon istri haruslah beragama yang sama agar tidak timbul masalah di kemudian hari. Karena pada dasarnya apabila anak yang memiliki ayah dan ibu yang berbeda keyakinan akan kebingungan untuk mengikuti agama yang mana, dan yang lebih mengenaskan adalah terjadi tarik-menarik antara ayah dan ibu agar anak-anak yang dilahirkan mengikuti salah satu keyakinan tersebut. Perkawinan akan langgeng dan tenteram apabila terjadi kesesuaian pandangan hidup dan prinsip antara suami dan istri, jangankan karena perbedaan agama, perbedaan budaya, atau perbedaan tingkat pendidikan antara suami istri, hal ini pun bisa mengakibatkan kegagalan perkawinan.
UPAYA PENANGGULANGAN PROSTITUSI DI KALANGAN SISWA Fransiska Novita Eleanora; Anggreany Haryani Putri
Abdi Bhara Vol 1 No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.63 KB) | DOI: 10.31599/abhara.v1i1.1178

Abstract

Prostitusi yang semakin marak terjadi bukan hanya terjadi di kalangan orang dewasa saja, tetapi juga sudah meningkat kepada anak atau kalangan siswa, serta bertentangan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat. Memberikan dampak yang tidak baik dalam aspek sosiologis, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan penataan kota. Dan juga adanya upaya penanggulangan secara preventif, represif dan kuratif. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui dampak dan penanggulangan sehingga dapat terhindar dan tidak menjadi korban dari praktek prostitusi. Serta adanya perlindungan hukum bagi korban prostitusi seperti ganti rugi, juga rehabilitasi dan medis dan juga sosial. Metode dari kegiatan ini dilaksanakan dengan melalui tahapan yaitu a) penyuluhan oleh narasumber, b) sesi tanya jawab peserta kepada narasumber, c) evaluasi terkait materi kegaiatan yang sudah disampaikan. Adapun hasil dari kegiatan ini 1) sudah mengetahui dan memahami dampak dan penanggulangan dari prostitusi 2) mengerti aturan-aturan hukum dan sanksi yang berkaitan dengan prostitusi baik sebagai pelaku dan juga korban. Kegiatan dalam pengabdian masyarakat ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan bagi kalangan siswa dan siswi serta masyarakat.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SEORANG JUSCITE COLLABOLATOR Anggreany Haryani Putri; Apriyanto Apriyanto; Trias Saputra; Septiayu Restu Wulandari
Jurnal Pengabdian Pelitabangsa Vol. 3 No. 02 (2022): Jurnal Pengabdian Pelitabangsa Oktober 2022
Publisher : DPPM Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jabmas.v3i02.1534

Abstract

Justice Collaborator adalah Justice Collaborator (JC) adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum. Dimana pada akhirnya terhadap seorang Justice Collaborator diberikan penghargaan berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain yang terbukti bersalah, perlakukan khusus, dan sebagainya. Dikalangan masyarakat awam istilah Justice Collabolator masih jarang terdengar karenanya perlu ada sosialisasi terkait apa dan bagaimana penerapan dari status Justice Collabolator. Penerapan status Justice Collaborator dalam suatu tindak pidana yang pelakunya lebih dari satu dapat menjadi suatu upaya tepat guna membuka perkara tersebut dengan terang benderang. Penerapan Justice Collaborator erat hubungannya dengan alasan pembenar dan alasan pemaaf dalam hukum pidana. Metode pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Output dari pengabdian kepada masyarakat ini menghasilkan pemahaman terkait penerapan status Justice Collabolator dalam perkara pidana.  
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Endang Hadrian; Anggreany Haryani Putri; Lukman Hakim
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 3 No. 2 (2022): Jurnal Hukum Pelita November 2022
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v3i2.1464

Abstract

ABSTRACT This journal of a study and research to the subject of corporate criminal responsibility. Problems lifted as research object about the pattern view of the law enforcers which only concentrated to the natural person as a perpretator of a corruption and while the legal person as a corruption perpetrator almost have never been touched. Research in this journal showed that the criminal responsibility of the corporation on corruption stipulated on the existing positive legislation stated that corporation can be prosecuted, charged and being imposed responsible on corruption and there are three criminal responsibility models that is (1) The charge and its criminal responsibility imposed on the corporation, or; (2) The charge and its criminal responsibility imposed on its managers of the corporation, or; (3) The charge and its criminal responsibility imposed on the manager and the corporation. For the new legislation on the future, the attitude of the law enforcers should be changed into prosecuted, filing charge and imposing criminal responsibility to the manager of corporation and also to corporation it self, this is generated discourage effect’s and also giving addition of the inclusion of the state's finance through fine which imposed to corporation. It should be noted that this step required careful attention to hinder and avoid the innocent third parties being harms as: stockholders, employees and others Keyword : Corporate criminal responsibility, Corruption ABSTRAK Jurnal ini merupakan hasil penelitian dan kajian terhadap permasalahan pertanggungjawaban pidana korporasi. Permasalahan yang diangkat sebagai objek penelitian adalah bahwa pola pandang para aparat penegak hukum nampaknya hanya tertuju pada subyek hukum ”natuurlijk persoon” sementara subyek hukum ”rechts persoon” sebagai pelaku tindak pidana korupsi hampir tak pernah disentuh. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang yang berlaku menyatakan bahwa korporasi dapat dituntut pertanggungjawabannya atas tindak pidana korupsi dan terdapat tiga model pertanggungjawaban pidana yaitu (1) Tuntutan dan pertanggungjawaban pidana dikenakan pada korporasi saja, atau; (2) Tuntutan dan pertanggungjawaban pidana dikenakan pada pengurus korporasi saja, atau; (3) Tuntutan dan pertanggungjawaban pidana dikenakan pada korporasi dan pengurusnya. Hendaknya dilakukan perubahan sikap aparat penegak hukum dalam mengajukan tuntutan dan mengenakan pertanggungjawaban pidana kepada pengurus korporasi dengan melakukan penuntutan dan pengenaan pertanggungjawaban pidana baik terhadap pengurus maupun kepada korporasinya karena disamping menimbulkan efek jera juga dapat memberikan tambahan pemasukan keuangan negara melalui denda yang dijatuhkan kepada korporasi. Namun perlu diperhatikan bahwa hal itu tidak merugikan pihak ketiga yang tidak bersalah seperti para pemegang saham, para karyawan dan lain-lainnya. Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Tindak Pidana Korupsi
PENYULUHAN BAGI PESERTA DIDIK PENTINGNYA SEX EDUKASI DALAM MENCEGAH TERJADINYA KEKERASAN SEKSUAL DI SMP ST. MARKUS II JAKARTA TIMUR Fransiska Novita Eleanora; Endang Hadrian; Anggreany Haryani Putri; Lenny Utama Afriyenti; Muhammad Aliframadhan; Hilmy Adya Laksana; Poetry Rofifah
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 1 (2023): Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sexual violence is an act or conduct that is considered to violate and demean and humiliate and without the consent of one party, and as a result the impact results in psychological and/or physical suffering and can interfere with a person's reproductive health. It is very important to provide understanding and education regarding learning about sex education to students and female students, where the objectives obtained from sex education are to teach and tell what can be done and what cannot be done and can also increase alertness and caution. For children about the function of the body parts. With this legal counseling, preventive efforts, namely prevention through sex education, can provide benefits for students to be able to protect themselves and avoid sexual violence.Keywords: sex education, sexual violence, prevention
Tinjauan Hukum Pembayaran Kompensasi Bagi Karyawan Yang Diputus Hubungan Kerjanya Dodi Junaedi; Anggreany Haryani Putri; Ofis Ricardo
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Hukum Pelita November 2023
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v4i2.2672

Abstract

Iklim investasi ini dapat dipengaruhi oleh ekosistem ketenagakerjaan dimana para pihak yang terlibat pada sebuah hubungan kerja antara pihak Perusahaan dan pihak Pekerja atau Karyawan tidak terlepas juga keterlibatan pemerintah dalam mengakomodir suasanya yang kondusif dalam dalam iklim investasi tersebut, tentunya dalam mengeluarkan sebuah aturan yang dapat mengakomodir semua pihak, terutama yang terlibat langsung dalam sebuah hubungan kerja antara Perusahaan dan Karyawan, Peraturan perundang-undangan yang dibuat adalah Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus law) yang didalamnya mengatur perubahan perihal mekanisme penerapan pembayaran kompensasi pada karyawan yang diputus hubungan kerjanya. Pada penelitian ini yang ingin dikemukaan oleh penulis dalam prosesnya bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pembayaran kompensasi pada karyawan yang di Putus Hubungan Kerjanya pada suatu perusahaan, apakah dalam praktek penyelesaiaan sesuai mekanisme yang tertuang dalam perturan perundang-udangan yang berlaku. Kemudian selanjutnya adalah untuk mengetahui bagaimana upaya perlindungan hukum bagi karyawan yang di Putus Hubungan Kerjanya oleh Perusahaan atas pembayaran kompensasi yang di terimanya. Dan didalam metode penelitian yang di gunakan oleh penulis adalah jenis penelitian hukum yuridis-normatif, dimana pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan Peraturan perundang-undangan.
Analisis Implementasi Kebijakan Pekerja Alih Daya UU Ciptaker No. 6 Tahun 2023 Pasal 66 dan Pasal 81 Anggreany Haryani Putri
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Hukum Pelita November 2024
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v5i2.5197

Abstract

Dalam era persaingan usaha yang sangat kompetitif akibat perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi, perusahaan di Indonesia cenderung fokus pada bisnis inti dan menggunakan alih daya (outsourcing) untuk mengelola fungsi non-inti guna meningkatkan efisiensi operasional dan menekan biaya. Meskipun outsourcing memberikan keuntungan seperti fokus pada bisnis utama dan pengurangan beban pengembangan SDM, terdapat kekhawatiran mengenai dampak negatifnya terhadap pekerja, seperti ketidakpastian status, ketidakadilan upah, dan perlindungan kerja yang minim. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan konsep Omnibus Law, memperkenalkan fleksibilitas yang lebih besar dalam penggunaan tenaga outsourcing, menggantikan UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, namun menuai kontroversi dan penolakan dari kalangan pekerja karena dianggap merugikan mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskripsi kualitatif dan analisis yuridis untuk mengkaji tantangan dan kendala serta solusi dari implementasi pasal 66 dan 81 UU Cipta Kerja. Pembahasan menunjukkan bahwa meskipun UU Cipta Kerja bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan investasi, perubahan regulasi mengenai outsourcing dan ketenagakerjaan menimbulkan kekhawatiran terkait pengurangan hak dan perlindungan pekerja, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mereka.Kata Kunci : Alih Daya, Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja
Pertanggungjawaban Perusahaan Yang Tidak Memenuhi Hak Karyawan Setelah Pemutusan Hubungan Kerja Gilang Ramadan; Anggreany Haryani Putri; Ahmad Ahmad
Publication of the International Journal and Academic Research Vol. 1 No. 2 (2024)
Publisher : Indonesian Student Association Study Center in Türkiye

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63222/pijar.v1i2.16

Abstract

  Setiap individu yang hidup pada umumnya membutuhkan biaya untuk melangsungkan kehidupannya, untuk mendapatkan biaya tersebut setiap orang perlu pekerjaan, Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang selayaknya untuk manusia. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan sesuatu yang sangat ditakuti oleh karyawan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja antara pekerja/karyawan dengan pengusaha atau berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan dalam kontrak kerja akibat perselisihan antara pekerja/karyawan dengan pengusaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan hukum bagi perusahaan yang tidak memberikan hak karyawan,dalam hal pemutusan hubungan kerja serta upaya hukum apa yang dapat di lakukan oleh karyawan yang tidak mendapatkan hak nya dalam hal pemutusan hubungan kerja, Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yuridis normatif. Pendekatan yang di gunakan melalui perundang – undangan, kasus dan konseptual, Metode pengumpulan data melalui studi dokumen, Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini  bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Sanksi administratif yang diterima bagi perusahaan yang tidak memberikan hak karyawan yaitu berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, pembekuan kegiatan usaha. Terdapat beberapa upaya hukum yang dapat di lakukan oleh karyawan untuk memperjuangkan haknya yaitu upaya bipartit, upaya mediasi, upaya konsiliasi, upaya di pengadilan hubungan industrial, dan upaya hukum kasasi.