Secara alamiah bakteri dapat mengembangkan kemampuan untuk bertahan dari antibiotik yang sebelumnya efektif. Kondisi yang dikenal sebagai resistensi antibiotik ini terjadi semakin cepat karena penggunaan berlebihan, atau penyalahgunaan antibiotik. Resistensi antibiotik memiliki implikasi klinis dan ekonomi yang serius. Perilaku swamedikasi dengan antibiotik mempercepat terjadinya resistensi dan perilaku ini sering ditemukan di Indonesia. Faktor pengetahuan dan perilaku mencari pengobatan sendiri memengaruhi perilaku swamedikasi. Meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya anak asuh di Panti Asuhan Patmos, Kota Mataram, mengenai bahaya resistensi antibiotik dan upaya pencegahannya. Pengetahuan yang benar diharapkan dapat membentuk perilaku bijak dalam penggunaan antibiotik. Edukasi disampaikan menggunakan video animasi berdurasi 4,5 menit. Video ini menjelaskan definisi antibiotik dan resistensi antibiotik; penyebab dan besarnya masalah; cara penggunaan antibiotik yang benar; cara penyebaran bakteri yang resisten; dan cara mencegah resistensi antibiotik. Dari 46 peserta kegiatan, 36 peserta mengisi pretes, 22 mengisi postes, dan 17 mengisi keduanya. Mayoritas peserta (91-100%) menjawab enam dari delapan pertanyaan dengan benar. Meski demikian, kurang dari 60% peserta yang mengetahui bahwa demam tidak selalu memerlukan antibiotik dan definisi resistensi antibiotik yang benar. Rerata skor pengetahuan sebelum (8,01) dan sesudah edukasi (8,24) tidak menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p>0,05, uji Wilcoxon). Edukasi serupa di masa mendatang perlu lebih interaktif, meluruskan miskonsepsi mengenai penggunaan antibiotik pada demam, dan menjelaskan definisi resistensi antibiotik dengan akurat sehingga masyarakat memahami implikasinya terhadap risiko dan upaya bersama dalam mencegahnya. Tidak didapatkan peningkatan pengetahuan yang signifikan setelah menonton video edukasi. Kegiatan ini juga mengidentifikasi miskonsepsi yang perlu diluruskan pada edukasi selanjutnya.