Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kedudukan Anak Lahir di Luar Nikah dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Hamid Pongoliu
Al-Mizan Vol. 9 No. 1 (2013): Al-Mizan
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.55 KB)

Abstract

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan sah menurut Undang-undang adalah: anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan mengikuti prosedur Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974. Sedangkan anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan tidak tercatat adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara syariat dan dilakukan di luar prosedur pada pasal 2 ayat 2. Adapun anak yang lahir dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam dan tidak tercatat menurut Undang-Undang Perkawinan, tidak masuk dalam kategori anak lahir di luar nikah. Sebab anak yang lahir diluar nikah adalah anak yang lahir dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan. Menurut pendapat mayoritas ulama, jika anak itu lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, maka anak itu dinasabkan kepada bapaknya, jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, anak itu dinasabkan kepada ibunya saja. Menurut Syafi’i, anak yang lahir di luar nikah akan mempunyai akibat hukum, yaitu: (1) tidak adanya hubungan nasab dengan bapaknya; (2) bapaknya tidak wajib memberikan nafkah kepada anak itu; (3)tidak ada saling mewarisi dengan bapaknya; (4) dan bapak tidak dapat menjadi wali nikah bagi anak di luar nikah bila anak itu perempuan. Selain itu, berdasarkan hukum Islam bila terjadi perkawinan antara suami dan istri secara sah, kemudian istri mengandung, melahirkan anaknya, maka suami dapat mengingkari keberadaan anak itu apabila: (1) Istri melahirkan anak sebelum masa kehamilan; (2) dan melahirkan anak setelah lewat batas maksimal masa kehamilan dari masa perceraian. Adapun berkenaan dengan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2012 dapat dikatakan sudah sesuai dengan hukum Islam. Sebab pengertian di luar nikah dari perkawinan yang tercatat sama pengertiannya dengan anak zina. Namun dalam hukum Islam bukan anak zina selama selama terpenuhi rukun dan syarat nikah secara syar’i. Dengan demikian, putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2012 tanggal 17 Februari 2012 yang menyatakan bahwa anak yang lahir dari perkawinan Machica dan Moerdiono tidak dapat disamakan dengan anak yang lahir di luar nikah. Anak itu lahir dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam, walaupun tidak tercatat menurut Undang-undang Perkawinan
Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah Dalam Konsep Pernikahan Islami Hamid Pongoliu
Al-Mizan (e-Journal) Vol. 13 No. 1 (2017): Al-Mizan
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.197 KB) | DOI: 10.30603/am.v13i1.905

Abstract

Marriage in Islam is a method chosen by Allah as a means for his people to multiply and preserve their lives in a natural and lawful manner. Allah swt. reduce Sharia marriage for the purpose of maintaining human dignity in accordance with their dignity as beings who have been glorified with faith, religion and reason. Husband and wife relationships are regulated respectfully based on each person's willingness to carry out a shar'i marriage. Husband and wife relationship is not like the employer's relationship with his laborers, but friendship relationship that is easy to achieve calm (sakinah-mawaddah-warahamah) in domestic life. Islam comes with a set of rules governing the rights and obligations of husband and wife in running a domestic life.
Perceraian Akibat Peralihan Agama: Studi Kasus Tentang Putusan Hakim Pengadilan Agama Gorontalo Hamid Pongoliu
Al-Mizan Vol. 11 No. 1 (2015): Al-Mizan
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.635 KB) | DOI: 10.30603/am.v11i1.989

Abstract

Each couple would not want a divorce, but sometimes there just are not inevitable problems that lead to domestic harmony fall apart and eventually divorced, and one of them is due to the conversion. This study is field research by taking the case from 2009 to 2013 that it have been decided the Gorontalo Religious Court judges. The results showed the issue of conversion is a complicated issue and is very influential in household harmony husband and wife who causes discord and eventual divorce. Conversion are included in the category of unbelievers who sparked a major problem that can not be reconciled, and came to the trial panel of judges decided to divorce. In addition, the conversion brought due to the difficulties set religious status of children, maintenance, education, finance, and about inheritance, community property between husband and wife.
EKSISTENSI HUKUM WARIS ADAT DALAM MASYARAKAT MUSLIM DI KOTA GORONTALO DALAM PERSPEKTIF SEJARAH Hamid Pongoliu; Usman Jafar; Mawardi Djalaluddin; Nur Taufiq Sanusi
Jurnal Diskursus Islam Vol 6 No 2 (2018): August
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v6i2.6866

Abstract

Tulisan ini menguraikan tentang eksistensi hukum waris adat dalam masyarakat muslim di Kota Gorontalo. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan bercorak deskriptif kualitatif, dianalisis dengan alur pikir prosedur deduktif yang bersumber dari data primer dan data sekunder dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan syar’i, yuridis, antropologis, sosiologis, historis, dan filosofis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum waris adat yang eksis dalam masyarakat muslim di Kota Gorontalo pada awalnya berasal dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Namun dengan masuknya Islam dan menjadi agama seluruh masyarakat Gorontalo, hukum waris adat tersebut berubah menjadi Islami yang ditandai dengan hidupnya hukum Islam tercermin pada pelaksanaan hukum dalam masyarakat pada saat itu selalu mengacu pada tiga prinsip hukum adat Gorontalo, yaitu: (1) adati hula-hula’a to syara’a (hukum adat bertumpuk pada hukum syarak); (2) adati hula-hula’a to syara’a, syara’a hula-hula’a to adati (hukum adat bertumpuk pada hukum syarak dan hukum syarak bertumpuk pada hukum adat); (3) adati hula-hula’a to syara’a, syara’a hula-hula’a to Kitabi (hukum adat bertumpuk hukum syarak dan hukum syarak bertumpuk pada al-Qur’an dan hadis Nabi saw). Tiga macam prinsip ini merupakan pijakan masyarakat Gorontalo dalam menyelesaikan persoalan hukum, tetapi kemudian hal ini berubah disebabkan kebijakan politik hukum Belanda dengan teori hukumnya (teori resceptie in complexu dan teori receptie), berhasil mengeluarkan hukum adat dari pengaruh hukum Islam yang hingga sekarang masih dirasakan. Inilah sebabnya munculnya praktik pewarisan yang tidak sejalan dengan prinsip hukum Islam dalam masyarakat.
Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Pada Rumah Sakit Islam Gorontalo Darwin Botutihe; Hamid Pongoliu
Jurnal Al Himayah Vol. 2 No. 2 (2018): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1209.172 KB)

Abstract

Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum sarana instrumen untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat yang ditingkatkan menjadi hak-hak hukum yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Perlindungan ekonomi, perlindungan sosial dan perlindungan teknis diantara perlindungan hukum yang memuat hak-hak tenaga kerja yang harus diberikan kepada tenaga kerja tetap dalam ikatan hubuingan industrial. Rumah Sakit Islam Gorontalo yang yang pekerjaan tidak bersifat sementara atau pekerjaan ada secara terus menerus dalam memberikan pelayanan kesehatan, sulit untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya karena tidak memiliki tenaga kerja tetap. Masih berkedudukan tenaga kerja kontrak menjadi kendala utama bagi 102 (seratus dua orang) tenaga kerja yang ada di Rumah Sakit Islam Gorontalo untuk mendapatkan hak atas perlindungan hukum.