This Author published in this journals
All Journal Jurnal Hortikultura
Wiwin Setiawati
Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Teknik Penyemaian Benih True Shallot Seed untuk Produksi Bibit dan Umbi Mini Bawang Merah Gina Aliya Sopha; Nani Sumarni; Wiwin Setiawati; Suwandi Suwandi
Jurnal Hortikultura Vol 25, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v25n4.2015.p318-330

Abstract

Budidaya bawang merah dengan menggunakan true shallot seed (TSS) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (1) penanaman TSS langsung di lapangan, (2) penyemaian TSS terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit, dan (3) pembuatan umbi mini, yaitu umbi bibit mini (< 3 g/umbi) yang berasal dari TSS. Tujuan penelitian adalah  mendapatkan media semai, cara semai, dan kedalaman semai TSS paling tepat untuk menghasilkan bibit dan umbi mini bawang merah (var. Bima). Penelitian lapangan dilakukan di Kebun Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat (± 1.250 m dpl), dari bulan Juni sampai Oktober 2013, menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama (A) adalah media semai, terdiri atas : a = tanah + pupuk kandang (1:1), a 2 = tanah + pupuk kandang + arang sekam padi  (1:1:1), dan a = tanah + pupuk kandang + cocopit (1:1:1). Anak petak (B) adalah cara semai + kedalaman semai TSS, terdiri atas : b 1 3 = disebar + kedalaman 1 cm, b = disebar + kedalaman 2 cm, b 3 = digarit + kedalaman 1 cm, dan b 4 2 = digarit + kedalaman 2 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media semai campuran tanah +  pupuk kandang dengan cara semai TSS disebar rata di bedengan sedalam 2 cm dan bibit dipindahkan ke lapangan pada umur 6 minggu setelah  semai merupakan perlakuan yang baik karena dapat menghasilkan  jumlah bibit yang tumbuh cukup banyak dan menghasilkan bobot kering eskip paling tinggi, yaitu 1,51 kg/m setara 12,08 t/ha (efisiensi lahan 80%). Kombinasi media semai tanah + pupuk kandang + arang sekam padi dengan cara semai TSS disebar pada garitan sedalam 2 cm  menghasilkan umbi mini paling banyak, yaitu 358 umbi setara 1.909.333 umbi mini dengan bobot antara 0,938 g/1,5 m 2 setara 5,003 t/ha (efisiensi lahan 80%). Hasil umbi mini tersebut hanya sekitar 36% dari total bobot umbi kering eskip yang dihasilkan. Persentase umbi mini yang dihasilkan masih rendah, oleh karena itu penanaman bawang merah asal TSS lewat seedling diduga paling menjanjikan.
Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Cabai Merah untuk Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Wiwin Setiawati; Nani Sumarni; Yeni Koesandriani; Ashol Hasyim; Tinny Suhantini Uhan; Rahmat Sutarya
Jurnal Hortikultura Vol 23, No 2 (2013): Juni 2013
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v23n2.2013.p174-183

Abstract

Penelitian dilaksanakan atas dasar adanya peningkatan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang sangat tinggi akibat terjadinya perubahan iklim. Penggunaan pestisida yang intensif tidak mampu menekan serangan OPT tersebut. Sampai saat ini belum terformulasi langkah yang tepat untuk pengendalian OPT sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Oleh sebab itu diperlukan inovasi teknologi pengendalian OPT pada tanaman cabai merah secara terintegrasi. Penerapan teknologi PHT yang diperbaiki merupakan solusi terbaik. Tujuan penelitian ialah menghasilkan rakitan teknologi PHT untuk mitigasi perubahan iklim yang dapat menekan penggunaan pestisida > 50% dan mengurangi emisi CO2 > 10%. Penelitian dilaksanakan di Desa Kawali Mukti, Ciamis, Jawa Barat dari Bulan April sampai dengan September 2012. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok terdiri atas lima perlakuan (rakitan berbagai teknologi PHT dibandingkan dengan teknologi konvensional) serta lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi PHT- 4 (penggunaan varietas Kencana yang ditanam secara monokultur, penggunaan mulsa plastik hitam perak, pemupukan (pupuk kandang sebesar 30 t/ha dan NPK sebanyak 700 kg/ha), dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang kendali), dapat menekan penggunaan pestisida sebesar 73,33% dengan hasil panen tetap tinggi yaitu sebesar 15,46 t/ha. Selain itu rakitan teknologi tersebut mampu mengurangi suhu lingkungan mikro sebesar 0,890C dan emisi CO2 dapat dikurangi sebesar 38,76%. Teknologi PHT tersebut dapat direkomendasikan sebagai teknologi untuk mitigasi perubahan iklim (kemarau panjang) pada budidaya cabai merah.
Evaluasi Konsentrasi Lethal dan Waktu Lethal Insektisida Botani Terhadap Ulat Bawang (Spodoptera exigua) di Laboratorium Ahsol Hasyim; wiwin Setiawati; Liferdi Lukman; Luluk Sutji Marhaeni
Jurnal Hortikultura Vol 29, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v29n1.2019.p69-80

Abstract

[Evaluation of Lethal Concentration and Lethal Time of Botanical Insecticide Against Beet Armyworm (Spodoptera exigua) in The Laboratory]Pemanfaatan insektisida botani merupakan salah satu pilihan untuk mengendalikan serangan hama Spodoptera exigua yang ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk menetapkan konsentrasi sublethal dan waktu prolethal insektisida botani terhadap larva instar ketiga S. exigua di laboratorium. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang ( ± 1.250 m dpl.), mulai bulan Mei sampai Desember 2015. Penelitian menggunakan metode pencelupan serangga. Mortalitas larva S. exigua diamati mulai 1, 3, 6, dan 12 jam setelah perlakuan dan diulang setiap 24 jam sampai 96 jam. Data mortalitas larva diolah menggunakan analisis probit untuk menetapkan nilai LC50 dan LT50. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas larva S. exigua paling tinggi terjadi pada saat 96 jam setelah perlakuan ekstrak bintaro (85,0%), diikuti oleh ekstrak akar tuba (82,5%), dan yang terendah diperoleh dari hasil aplikasi ekstrak huni yang hanya dapat mematikan larva S. exigua sebesar 57%. Dari lima ekstrak tumbuhan tersebut, nilai LC50 terendah diperoleh dari ekstrak daun bintaro (1.002,67 ppm), diikuti oleh ekstrak daun akar tuba (1.256,07 ppm), ekstrak kirinyuh (1.304,37 ppm), ekstrak suren (1.307,37 ppm), dan tertinggi diperoleh dari ekstrak huni (3.316,06 ppm). Waktu kematian 50% (LT50) S. exigua yang terpendek terjadi pada 33,50 jam dengan fiducial limit 23,24 – 48,42 jam untuk ekstrak daun akar tuba, sedangkan waktu kematian 50% (LT50) S. exigua yang terpanjang diperoleh dari ekstrak daun huni, yaitu 136,52 jam dengan fiducial limit 76,47 – 234,51 jam. Dari penelitian ini diketahui bahwa insektisida botani menunjukkan efikasi yang tinggi terhadap larva S. exigua sehingga dapat direkomendasikan sebagai komponen untuk pengendalian hama terpadu (PHT).KeywordsBawang merah;  Mortalitas; Insektisida botani; LC50; LT50 AbstractUtilization of botanical pesticides is one option of environmentally friendly methods to control the attack of Spodoptera exigua . The objective of this study was to evaluate of lethal concentration and lethal time of plant extracts as botanical insecticide against third instar larva of beet armyworm, S. exigua under laboratory condition. The experiment was conducted at Indonesian Vegetables Research Institute at Lembang (±1,250 m asl.), from May to December 2015. Insect dipping method was used in this research. Mortality of S. exigua larvae was observed at 1,3,6, and 12 hours after exposures to the plant extracts and repeated every 24 hours up to 96 hours of exposures. The results of the experiments showed that at 96 hours post treatment, the highest mortality (85.0%) of the S. exigua larvae was caused by sea mango extract followed by Derris leaf extract (82.5%) and the lowest mortality of S. exigua larvae (57%) was obtained from spreng extract. The lowest LC50 from five of the extracts of botanical insecticide derived from sea mango leaf extract (1,002.67 ppm) followed by Derris leaf extract (1,256.07 ppm), Eupatorium leaf extract (1,304.37 ppm), Toona leaf extract (1,307.37 ppm), and the highest LC50 derived from spreng leaf extract (3,316.06 ppm). The shortest of the mean lethal time 50 (LT50) values of S. exigua was 33.50 hours obtained from Derris leaf extract with fiducial limits 23.24–48.42 while the longest of the mean (LT50) values of S. exigua was 136.52 hours obtained Spreng leaf extract with fiducial limits 76.47–234.51 hours. The botanicals insecticides were proven to be effective against S. exigua larvae, so it can be recommended to be used as components for integrated pest management (IPM).
Pengaruh Perangkap Likat Kuning, Ekstrak Tagetes erecta, dan Imidacloprid Terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul dan Virus Kuning Keriting Pada Tanaman Cabai Merah Neni Gunaeni; Wiwin Setiawati; Yeni Kusandriani
Jurnal Hortikultura Vol 24, No 4 (2014): Desember 2014
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v24n4.2014.p346-354

Abstract

Penyakit virus kuning keriting disebabkan oleh virus Gemini merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai merah. Virus ini menjadi penting pada tanaman cabai karena tanaman inang alternatifnya banyak dan vektor pembawanya yaitu serangga Bemisia tabaci yang polyfag dan selalu ada pada setiap musim. Usaha pengendalian yang banyak dilakukan para petani saat ini yaitu pengendalian terhadap vektor virus dengan menggunakan insektisida yang dilakukan secara rutin dan terjadwal. Alternatif cara pengendalian yang efektif yaitu aman bagi lingkungan dan harganya relatif murah. Cara pengendalian penyakit virus tular kutukebul dapat dilakukan melalui penekanan populasi vektor virus. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan cara pengendalian penyakit virus kuning keriting dan populasi vektor virus yang efektif dan ramah lingkungan serta pengaruhnya terhadap hasil tanaman cabai. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang dengan ketinggian 1.250 m dpl. dan tipe tanah Andosol pada bulan Juni sampai Desember 2010. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan tujuh perlakuan untuk mengendalikan kutukebul yaitu (1) perangkap likat kuning, (2) ekstrak nabati Tagetes erecta konsentrasi 12,50%, (3) insektisida berbahan aktif imidacloprid 0,02%, (4) kombinasi perangkap likat kuning + ekstrak nabati tagetes, (5) kombinasi perangkap likat kuning + bahan insektisida imidacloprid, (6) kombinasi tagetes + imidacloprid, (7) kombinasi perangkap likat kuning + ekstrak nabati tagetes + bahan aktif imidacloprid, dan (8) tanpa perlakuan (kontrol). Varietas cabai yang digunakan adalah Lembang-2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan (perangkap + tagetes + imidacloprid), (tagetes + imidacloprid), dan (perangkap + imidacloprid) berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman, dapat menekan vektor, insiden, dan intensitas gejala virus kuning keriting serta hasil panen dibandingkan perlakuan tunggal dan kontrol (tanpa perlakuan) sebesar 15,56–21,61%. Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi bahan kimia pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam (nabati) untuk menekan perkembangan vektor kutukebul dan virus kuning keriting pada tanaman cabai merah.
Eksplorasi, Karakterisasi, dan Pemanfaatan Cendawan Berguna untuk Memperbaiki Pertumbuhan Sayuran Suwandi Suwandi; Rahmat Sutarya; Wiwin Setiawati
Jurnal Hortikultura Vol 23, No 2 (2013): Juni 2013
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v23n2.2013.p143-152

Abstract

Penggunaan mikrob efektif sebagai komponen habitat alam mempunyai peran dan fungsi penting mendukung keberhasilan usahatani ramah lingkungan, melalui proses seperti dekomposisi dan mineralisasi senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara, dan nitrifikasi hara tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengisolasi sumber daya hayati lokal berupa cendawan berguna sebagai pupuk hayati pelarut fosfat untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman sayuran. Eksplorasi dilaksanakan di daerah sentra produksi sayuran dataran tinggi dan dataran rendah mulai Bulan Juli sampai dengan Desember 2011. Metode pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada areal pertanaman sayuran dengan kondisi pertanaman sehat, kemudian cendawan berguna dari contoh tanah diisolasi dan diseleksi di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jenis cendawan yang diidentifikasi pada media tumbuh ialah Aspergillus dan Penicillium, sedangkan pengujian efektivitasnya dilakukan pada pertanaman di rumah sere. Dari hasil eksplorasi ditemukan spesies cendawan potensial yang berguna sebagai pelarut fosfat sebanyak 20 isolat dari spesies Aspergillus spp. dan tiga isolat spesies Penicillium spp.. Adapun 12 isolat lainnya tergolong spesies cendawan Trichoderma sp. yang tidak termasuk mikrob pelarut fosfat. Beberapa spesies cendawan teridentifikasi sebagai pelarut fosfat mempunyai indeks melarutkan fosfat (IMP) yang cukup tinggi, yaitu isolat Kb-3-lg-as-1, Bm14-mj-pe-1, dan Cb9-gt-as-3 dengan nilai IMP > 2,50. Hasil uji efektivitas spesies cendawan Aspergillus spp. dan Penicillium spp. memberikan pengaruh/rangsangan positif terhadap pertumbuhan tanaman tomat, kubis, dan beet.
PenerapanTeknologi Input Luar Rendah Pada Budidaya Cabai Merah untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk dan Pestisida Sintetik (Implementation of Low External Input Technology for Chili Pepper Cultivation to Reduce Fertilizer and Synthetic Pesticide) Wiwin Setiawati; Agus Muharam; Agus Susanto; Evita Boes; Abdi Hudayya
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n1.2018.p113-122

Abstract

Penggunaan input produksi yang tinggi seperti pupuk dan pestisida pada budidaya cabai merah merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan dan lingkungan. Salah satu teknologi alternatif yang semakin sering dijajagi penerapannya adalah teknologi low external input technology (LEIT). Kelebihan teknologi LEIT adalah menggunakan bahan agro kimia secara benar, tepat waktu, dosis dan cara sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air dan udara, produksi tetap tinggi, secara ekonomi menguntungkan dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa teknologi yang dapat digunakan dalam teknologi LEIT di antaranya penggunaan kompos untuk mengurangi pupuk buatan, sistem polikultur, dan penutup tanah dengan kacang - kacangan. Tujuan penelitian adalah menghasilkan LEIT pada budidaya cabai merah dengan memanfaatkan sumber daya hayati (SDH) domestik yang dapat mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida sintetik serta ramah lingkungan mulai dari pengendalian input, pengendalian proses dan quality control. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Maret sampai November 2014. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan sembilan perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah kombinasi dari varietas, bahan organik dan NPK, sistem tanam dan pengendalian OPT serta teknologi konvensional sebagai pembanding. Hasil menunjukkan bahwa penerapan LEIT (30 ton kompos PKSTT, NPK 625 kg/ha, penggunaan ATECU berdasarkan ambang pengendalian, biopestisida BPP pegunungan pada saat berbunga dan tumpangsari antara cabai merah dan buncis tegak) memberikan hasil terbaik untuk budidaya cabai merah ramah lingkungan. Penerapan teknologi LEIT tersebut dapat menekan penggunaan pupuk NPK sebesar 37,5%, penggunaan pestisida 50 – 60%, produksi tetap tinggi (9,49 ton/ha), meningkatkan pendapatan 27,71%, aman terhadap predator M. sexmaculatus dan ramah lingkungan.KeywordsCapsicum annuum; LEIT; Ramah lingkunganAbstractChili pepper cultivation reliance on synthetic-chemical fertilizers and pesticides is having serious impacts on health and the environment. Low external input technology (LEIT) was one of technology which recently can be applied. It does not mean the elimination of these materials. Yields are maintained through greater emphasis on cultural practices, IPM, and utilization of on-farm resources and management such as legume cover crops, cropping system and compost can supply the total nitrogen requirements, biopesticide to reduce the use of the chemical pesticide. These technology reduced environmental degradation, maintain agricultural productivity, promote economic viability in both the short and long term and maintain stable rural communities and quality of life. The objectives were to produce LEIT on the chili pepper cultivation that using biological resources which can reduce the need for domestic fertilizers and synthetic pesticides safe for consumption and environmentally friendly from the input control, control process, and quality control. The goal of this experiment was to support the implementation of product safety and increase biodiversity, especially in useful life (parasitoids and predators). The research conducted at Indonesian Vegetables Research Institute, Lembang from March to November 2014. Randomized block design consisting of nine treatments and three replications was used. Organic materials, compost, NPK doses, cropping systems and the use of insecticides were used as treatments. The results showed that application of LEIT such as the use of compost 30 ton/ha, NPK 625 kg/ha, application of ATECU insecticide based on control threshold, application of mountain biopesticide at flowering and intercropping between chili pepper and bean were the best treatments for environmentally friendly of chili pepper cultivation. This technology was able suppress the use of NPK fertilizer at 37.5%, the use of pesticides 50-60%, production remains high (9.49 ton/ha), increase demand (27.71%), safe for M. sexmaculatus predator, and environmentally friendly.
Penggunaan Mountain Microorganism pada Budidaya Cabai Merah Menggunakan Teknologi Input Produksi Rendah (The Using of Mountain Microorganism in Chilli Cropping System by Used of Low Input Technology) Liferdi Lukman; Muhammad Syakir; Wiwin Setiawati; Ahsol Hasyim
Jurnal Hortikultura Vol 30, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v30n1.2020.p29-40

Abstract

Mountain microorganism (MM) merupakan kumpulan dari berbagai mikrobe menguntungkan yang ditemukan pada tanah yang masih virgin pada serasah yang ada di pegunungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efikasi MM sebagai bioactivator, biofermented, dan biopestisida untuk meningkatkan hasil cabai dengan menggunakan teknologi LEISA. Penelitian dilaksanakan di Ciamis, Jawa Barat mulai bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2016. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak terpisah dengan empat ulangan. Faktor utama adalah pengelolaan hara (a = kompos + EM4) dan (a = kompos + MM + BF) 12. Subplot adalah dosis NPK (b = 1.000 kg/ha NPKdan b = 625 kg/ha NPK), dan sub-subplot adalah cara pengendalian OPT (c1= 12 konvensional dan c2 = biopestisida MM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MM pada kompos dapat meningkatkan pertumbuhan (tinggi dan lebar kanopi) tanaman cabai sebesar 2 – 8 cm, dapat meningkatkan jumlah buah, jumlah bunga, jumlah cabang, dan bobot buah serta mampu meningkatkan produktivitas cabai sebesar 7,20% hingga 12,5%. Pemberian kompos + MM dapat memperbaiki kesuburan kimia, sifat fisiko-kimia dan biologi tanah sehingga lebih sesuai untuk budidaya tanaman cabai merah. Pengurangan pupuk NPK sebanyak 37,5% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produktivitas cabai merah dan komponen hasil lainnya. Penggunaan MM sebagai biopestisida dapat menghambat perkembangan OPT dengan efikasi setara dengan penggunaan insektisida sintetik.KeywordsMikroorganisme pegunungan (MM); Pupuk kimia;, Biopestisida; Cabai; LEISAAbstractMountain microorganism (MM) is a collection of various beneficial microorganism that was found in virgin soils or forest decomposing organic matter, used in the preparation of bokashi, bioferments, and biopesticides. The objective of this experiment found the efficacy of MM as bioactivator, bioferments, and biopesticide to increase the yield of chili pepper under LEISA technology. The experiment was conducted in Ciamis, West Java from May to December 2016. The experiment arranged in a split-plot design with four applications. Main plot was nutrient management (a1 = compost + EM4) and (a2 = compost + MM + BF). Subplot were dose of NPK (b1 = 1,000 kg/ha of NPK, b2 = 625 kg/ha of NPK), and sub-subplot were control of pest and diseases (c1= conventional and c2 = biopesticide). Result of this experiment showed that the used of MM on compost can increase growth (height and width of the canopy) pepper plants of 2-8 cm, the amount of fruit, flower number, number of branches and fruit weight and increase production chili at 7.20% until 12. 15%. The use of compost + MM can improve the fertility of chemical, physicochemical properties, and biological soil, making it more suitable for the cultivation of chili pepper. Reduction of NPK fertilizer as much as 37.5% do not provide an effect on productivity improvement and the other components of yield. Efficacy of MM as biopesticide similar to synthetic pesticide and could reduce plant damage due to pest and diseases.
Penggunaan Rain Shelter dan Biopestisida Atecu Pada Budidaya Cabai di Luar Musim untuk Mengurangi Kehilangan Hasil dan Serangan OPT Wiwin Setiawati; Ahsol Hasyim; Abdi Hudayya
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n2.2018.p239-250

Abstract

(The Use of Rain Shelter and Biopesticide in off Season Chilli Cultivation to Reduce Yield Losses and Infestation of Pest and Diseases)Penggunaan rain shelter merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan budidaya cabai di luar musim, yaitu kondisi musim hujan berkepanjangan. Peranan sumber daya hayati lokal termasuk tumbuhan sebagai biopestisida (Atecu) perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah mahalnya biaya produksi, namun mampu menekan kehilangan hasil akibat OPT dan menjaga mutu produk. Tujuan penelitian mendapatkan teknologi budidaya cabai off season yang dapat mengurangi kehilangan hasil dan serangan OPT ≥30%. Penelitian dilaksanakan di KP Margahayu Lembang, dari bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Maret 2017. Plot penelitian disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah bentuk rain shelter (bentuk datar dan melengkung) yang dipasang pada waktu tanam dan musim penghujan dikombinasikan dengan penggunaan Atecu 10 ml/l dan tanpa rain shelter + Atecu 10 ml/l serta teknologi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pertumbuhan tanaman cabai (tinggi dan lebar kanopi) yang ditanam di bawah rain shelter berbeda nyata masing - masing sebesar (14,23 cm dan 3,17 cm) serta mempunyai jumlah cabang yang lebih banyak (12,5) dibandingkan dengan tanaman cabai yang ditanam di lahan terbuka, (2) kombinasi penggunaan shelter dan Atecu 10 ml/l efektif mengendalikan OPT penting pada tanaman cabai merah dengan tingkat efikasi berkisar antara 33,56–75,0% serta dapat mengurangi penggunaan pestisida sebesar 50% bila dibandingkan dengan teknologi konvensional, dan (3) bentuk rain shelter yang paling baik adalah bentuk melengkung yang dipasang pada musim penghujan dan mampu meningkatkan hasil panen sebesar 26,32% atau sebesar 20,59 ton/ha. Dari hasil tersebut dapat direkomendasikan bahwa penggunaan rain shelter sebagai salah satu teknologi budidaya cabai off season.KeywordsCapsicum annuum L; Rain shelter; Biopestisida Atecu; Budidaya di luar musim; Hama dan penyakitAbstractThe use of rain shelter is solution to solve chilli cultivation problems during rainy season which has long period rainy season. Biological control agent (BCA) included biopesticide (Atecu) also plays important role for solving the problems on chilli cultivation. The aim of the research was to obtain chilli cultivation technology in the off season which is effective to reduce yield losses due to incidence of pests and diseases on chilli ≥30%. The research was conducted in Margahayu Station from August 2016 to March 2017. Randomized block design with six treatments and four replications were used in this. The applications of rain shelter at planting time and rainy season (four treatments) and chilli planting at open field (two treatments) were used. The result showed that: (1) plant height and canopy width grown inside rain shelter were significantly longer (14.23 cm and 3.17 cm), had more branches (12.5) than those grown under open field condition, (2) the combination of rain shelter and biopesticide (Atecu) could reduce the risk of pest and disease, mainly in the rainy season with % of efficacy 33,56 – 75,0% and reduced used of pesticide up to 50% compared with conventional technology, and (3) the highest yields was found at Rain Shelter with curved shape applied at rainy season 20.59 ton/ha (26.32%). According to the results, the use of rain shelter can be recommended as one of technology for chilli cultivation during rainy season.
Sinergisme Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae Dengan Insektisida Kimia untuk Meningkatkan Mortalitas Ulat Bawang Spodoptera exigua Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; Abdi Hudayya; nFN Luthfy
Jurnal Hortikultura Vol 26, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v26n2.2016.p257-266

Abstract

(Synergism Entomopathogenic Fungus Metarhizium anisopliae and Chemical Insecticide to Increase the Mortality of Armyworm, Spodoptera exigua)Hama ulat bawang Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan salah satu hama penting pada tanaman bawang di Indonesia. Jamur entomopatogen terutama Metarhizium anisopliae telah banyak digunakan untuk mengendalikan hama serangga. Keefektivitasan jamur entomopatogen M. anisopliae bila diaplikasikan secara tunggal untuk pengendalian hama hasilnya belum memuaskan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan keefektifan jamur entomopatogen tersebut dengan melakukan pencampuran dengan insektisida kimia. Tujuan penelitian untuk mengetahui sinergisme campuran jamur entomopatogen M. anisopliae dengan insektisida kimia terhadap mortalitas larva S. exigua instar ke-3 di laboratorium. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang ( ± 1.250 m dpl.), mulai bulan Juni sampai Oktober 2014. Larva S. exigua dikumpulkan dari pertanaman petani bawang merah di daerah Cirebon, Jawa Barat dan diperbanyak di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu (1) uji pendahuluan dosis jamur M. anisopliae dan dosis insektisida kimia dan (2) uji campuran jamur M. anisopliae dengan dosis sublethal insektisida kimia. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Penelitian menggunakan metode pencelupan. Mortalitas larva S. exigua diamati mulai 24 jam sampai dengan 168 jam setelah perlakuan. Data mortalitas larva diolah menggunakan analisis probit untuk menetapkan nilai LC50. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai LC50 insektisida kimia yang terendah diperoleh dari insektisida abamektin, yaitu 482,34 ppm dan yang tertinggi diperoleh dari jamur M. anisopliae, yaitu 1.189, 83 ppm. Nilai LC50 campuran insektisida, campuran jamur M. anisopliae dengan insektisida abamektin menunjukkan efek sinergistik dan meningkatkan efikasi 24,45 kali lipat jika dibandingkan dengan jamur M. anisopliae secara tunggal. Kombinasi jamur entomopatogen dengan insektisida konsentrasi sublethal dapat meningkatkan kemampuan jamur entomopatogen dalam mengendalikan S. exigua sehingga dapat memperlambat terjadinya resistensi insektisida.KeywordsSinergisme; Insektisida kimia; Jamur Metarhizium anisopliae; Mortalitas larva; Spodoptera exiguaAbstractThe beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) is a serious pest of shallot in Indonesia. Many entomopathogenic fungi especially Metarhizium anisopliae are used as biological control agents of insects pests. But, the control of pest in crops with entomopathogens fungi, M. anisopliae alone is still not effective. Therefore it is necessary to improve the effectiveness of the entomopathogenic fungus by mixing with chemical insecticides. The aim of the study was to determine the sinergism of entomopathogenic fungi with insecticides to control third instar of S. exigua larvae under laboratory condition. The experiment was conducted at Indonesian Vegetables Research Institute Lembang (±1,250 m asl.), from June to October 2014. Sample of S. exigua larvae were collected from farmers’ field in Cirebon, West Java and mass production was carried in a screenhouse. Two bioassay steps were performed i.e. (1) preliminery test of entomopatogenic doses and insecticide doses and (2) the combination of sublethal doses of insecticide and several doses of M. anisopliae. The experimental design used was completely randomized design consisted of six treatments and four replications. Dipping method was used in this research. Mortality of S. exigua larvae was observed at 24 hours after exposures and repeated every 24 hours up to 168 hours of expo sures. The mortality data was analyzed using probit analysis to determine the LC50 values. The analysis showed that the LC50 value of the lowest chemical insecticides derived from insecticides abamectin that is 482,34 ppm and the highest obtained from the fungus M. anisopliae that is 1,189,83 ppm. Based on LC50 value of insecticides mixtures, the addition of abamectin insecticide to the entomopathogenic fungi, M. anisopliae, indicated synergism and increased their efficacy by 24,45 times higher, compared to M. anisopliae alone. Entomopathogenic fungi, M. anisopliae in combination with sublethal concentration of insecticides could increase the fungal ability in controlling S. exigua and also could be useful to abate insecticide resistance.
Perilaku Memanggil Ngengat Betina dan Evaluasi Respons Ngengat Jantan terhadap Ekstrak Kelenjar Feromon Seks pada Tanaman Cabai Merah Ashol Hasyim; Wiwin Setiawati; Rini Murtiningsih
Jurnal Hortikultura Vol 23, No 1 (2013): Maret 2013
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v23n1.2013.p72-79

Abstract

Helicoverpa armigera merupakan hama penggerek buah pada tanaman cabai merah di Indonesia. Kehilangan hasil  akibat serangan H. armigera dapat mencapai 60%. Pengendalian yang umum dilakukan ialah menggunakan insektisida secara intensif, yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Feromon seks merupakan salah satu alternatif cara yang dapat digunakan untuk memonitor dan mengendalikan H. armigera. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perilaku kawin ngengat betina H. armigera dan untuk mengevaluasi respons ngengat jantan terhadap feromon seks dari kelenjar ngengat betina dara H. armigera  pada tanaman cabai merah. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan di lahan petani di Desa Pabedilan Kaler, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon dari Bulan April 2009 sampai dengan Maret 2010. Penelitian dilakukan pada tiga tahap kegiatan yaitu : (1) perilaku memanggil betina dara dilakukan dengan cara memasukkan 20 ekor betina dara ke dalam vial plastik (10 ml) dan diberi makan larutan sukrosa 10%. Perilaku memanggil diamati setiap jam sepanjang malam, dimulai dari saat periode gelap mulai pukul 18.00 – 06.00, perlakuan diulang tiga kali, (2) untuk mengetahui respons ngengat jantan terhadap feromon seks dilakukan menggunakan tabung olfaktometer. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok terdiri atas lima perlakuan dan diulang lima kali, dan (3) evaluasi feromon seks  dilakukan di lahan petani di Kabupaten Cirebon. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku memanggil betina dara H. armigera mulai umur 1 hari mencapai maksimum pada hari ketiga pada periode 7 sampai 8 jam setelah scotophase. Respons ngengat jantan tertinggi terhadap feromon seks diperoleh dari ekstrak kelenjar feromon asal betina dara umur 4 hari sebesar 20,33% dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya kecuali dengan betina dara umur 2 dan 3 hari. Kerusakan buah cabai terendah dan berbeda nyata diperoleh dari perlakuan feromonoid seks + insektisida (9,25%) diikuti  feromon seks + insektisida (16,13%), dan insektisida (13,55%). Kerusakan buah cabai tertinggi (49,29%) diperoleh pada  perlakuan kontrol. Kombinasi antara penggunaan feromon dengan insektisida mampu menekan kehilangan hasil buah cabai merah akibat serangan H. armigera sebesar 61,10 – 62,18 % bila dibandingkan dengan kontrol. Feromon seks merupakan senyawa kimia yang efektif untuk memonitor dan mengendalikan populasi H. armigera pada tanaman cabai di lapangan.