Articles
            
            
            
            
            
                            
                    
                        ANALISIS YURIDIS PENGAWASAN KEPEMILIKAN ATAU PENGGUNAAN MESIN PELINTING ROKOK DI KABUPATEN MALANG 
                    
                    Fatkhurohman, Fatkhurohman                    
                     Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2019 "Inovasi Cerdas dan Teknologi Hijau untuk Industri 4.0" 
                    
                    Publisher : Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (188.33 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Pengawasan dalam kepemilikan atau penggunaan mesin pemintalan adalah perintah undang-undang. Supervisi adalah bagian dari proses penegakan hukum yang berfungsi agar regulasi berjalan sesuai dengan tujuan, yaitu terciptanya kepastian keadilan dan kemanfaatan. Khususnya di sektor industri rokok pengawasan menjadi kebutuhan yang harus dilakukan karena dari tahun ke tahun semakin banyak muncul industri industri rokok ilegal di Kabupaten Malang. Ini merupakan tantangan bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang dan Kantor Pabean serta lembaga penegak hukum lainnya untuk menjalankan tugasnya secara optimal. Realitas industri rokok ilegal membuktikan bahwa pengawasan yang dilakukan belum efektif. Beberapa hal yang mempengaruhi ketidakefektifan pengawasan disebabkan oleh aturan produk, penegak hukum, saran dan infrastruktur, partisipasi masyarakat, dan budaya hukum atau kesadaran publik. Dari berbagai faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor partisipasi masyarakat dan kesadaran hukum masyarakat, sehingga perlu bagi lembaga terkait untuk menemukan formula yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini baik secara filosofis, yuridis dan sosiologis.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PERAN NEGARA DAN RAKYAT DALAM MENANGGULANGI DAN MENCEGAH PANDEMI COVID 19 
                    
                    Fatkhurohman, Fatkhurohman; 
Sirajuddin, Sirajuddin                    
                     Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2020 "Peranan Strategis Teknologi Dalam Kehidupan di Era New Normal" 
                    
                    Publisher : Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Pandemi covid 19 adalah sesuatu yang tidak bisa terhindarkan, karena keberadaannya adalah bersifat global. Korban baik secara materiil maupun imateriil terus berjatuhan dimana pandemi ditengarai akan berlangsung lama. Negara harus hadir dengan cerdas dan cermat dalam menanganinya termasuk juga dengan warga masyarakat. Perpaduan peran secara harmoni antara dua unsur mutlak harus dilakukan karena masing masing akan mempengaruhi keberhasilan dalam mencegah pandemi ini. Penelitian ini akan mengusung masalah terkait mengapa negara dan warga masyarakat harus mengambil peran yang tepat dan bagaimana peran ideal yang harus dilakukan oleh keduanya agar pandemi dapat tertangani dengan baik dan benar. Metoda pelaksanaan ini penelitian ini akan menggunakan pendekatan yuridis normatif/doctrinal. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peran Negara dalam menangani pandemik diatur dalam kurang lebih  tujuh puluh satu peraturan perundangan undangan. Sedangkan peran masyarakat bias dilakukan atas kesadaran sendiri dan karena perintah undang-undang. Hal ini menunjukan bahwa peran Negara dan rakyat dalam penanggulangan dan pencegahan adalah merupakan keharusan dan wajib diselesaikan bersama sama. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Negara wajib harus bertindak konkrit dan terukur dalam mencegah dan menanggulanginya hal ini disebabkan karena sudah menjadi tnaggung jawab yang harus dilakukan dan merupakan perintah Konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan. Disisi lain Negara dalam mengambil langkah benar benar menekankan kepada tindakan tindakan langsung dalam menangani korban dan tidak langsung memberikan sosialisasi sampai kepada pemberian sanksi kepada para pelanggar serta mempertimbangkan kondisi khususnya aspek ketahanan ekonomi masyarakat dimana akibat mewabahnya covid 19 ini banyak membawa dampak korban baik jiwa maupun kehilangan pekerjaan.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Peningkatan Ketrampilan Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa 
                    
                    Fatkhurohman -                    
                     JURNAL APLIKASI DAN INOVASI IPTEKS "SOLIDITAS" (J-SOLID) Vol 3, No 2 (2020): Jurnal Aplikasi Dan Inovasi Ipteks SOLIDITAS 
                    
                    Publisher : Badan Penerbitan Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31328/js.v3i2.1633                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Dewasa ini desa merupakan primadona baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dimana keberadaannya menjadi penting karena negara berusaha untuk membenahi struktur dan fungsinya.  Pembenahan ini bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat Desa dalam mengemban tugas mensejahterakan masyarakat. Salah satu perangkat penting dalam sistem pemerintahan desa dan mempunyai peran penting untuk mewujudkan desa yang sejahtera adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Tugas BPD adalah membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Dari tiga tugas ini sudah jelas BPD adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyepakati lahirnya peraturan desa yang akan menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan desa. Permasalahan yang dialami oleh mitra adalah kurangnya pemahaman hak dan kewajiban, tujuan pokok dan fungsi para anggota BPD yang mengakibatkan minimnya produk hukum desa yang dihasilkan.  Program ini akan dilakukan dengan metoda memberikan penyuluhan hukum kepada anggota BPD Desa Ngenep, Karangploso, Kabupaten Malang. Luaran dari program ini selain meningkatnya pemahaman anggota BPD terhadap tugas pokok dan fungsinya, meningkatnya produk hukum, Publikasi dalam jurnal nasional dan pembuatan buku saku (buklet).Hasil yang dicapai setelah melakukan kegiatan ini ternyata diketahui bahwa seluruh anggota BPD belum mengetahui secara detail mengenai tugas fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Keberadaan Perdes sebagai regulasi memang dipahami secara parsial tetapi proses mekanisme pembentukannya dan macam produk hukum desa rata rata dari seluruh anggota BPD masih awam  dan belum memahami dengan baik.Kesimpulannya, pemahaman anggota Badan Permusyawaratan Desa   Desa Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang mengenai pemahaman terhadap produk hukum desa  yang meliputi peraturan desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa  demikian juga dengan proses pembentukannya masih sangat kurang.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PERLAKUAN NEGARA TERHADAP PENOLAKAN PEMBERIAN VAKSIN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) OLEH WARGA NEGARA 
                    
                    Suyarno Suyarno; 
Fatkhurohman Fatkhurohman; 
Sirajuddin Sirajuddin                    
                     Legal Spirit Vol 5, No 2 (2021): Legal Spirit 
                    
                    Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31328/ls.v5i2.3623                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Virus Covid-19 mulai mewabah di Indonesia pada awal tahun 2020. Mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh adanya virus tersebut dan banyaknya penduduk Indonesia yang terpapar virus Covid-19, maka pemerintah melakukan upaya-upaya untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut seperti himbauan memakai masker, lockdown wilayah, pemberlakuan physical distancing, social distancing, mencuci tangan, pemakaian handsanitizer, Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lain-lain. Selanjutnya, Pemerintah juga memberikan kebijakan tentang vaksinasi secara nasional untuk melindungi warganya dari virus tersebut. Dalam pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah, tidak sedikit masyarakat yang masih belum bersedia atau bahkan enggan untuk ikut serta dalam program vaksinasi tersebut. Hal ini dikarenakan banyak informasi negatif tentang vaksinasi tersebut, serta terkesan dipaksa dalam pelaksanaannya. Sehingga banyak yang mengaitkan pelaksanaan vaksinasi tersebut dengan hak asasi manusia perihal kebebasan menentukan hak atas kesehatan
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        POLITIK HUKUM PERUBAHAN STATUS DARI PEMERINTAHAN KELURAHAN MENJADI PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA 
                    
                    Hendro Agus Sutanto; 
Lukman Hakim; 
Fatkhurohman Fatkhurohman                    
                     Legal Spirit Vol 5, No 2 (2021): Legal Spirit 
                    
                    Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31328/ls.v5i2.3629                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Adanya isu perubahan status dari pemerintahan kelurahan menjadi pemerintahan desa, memberikan perhatian khusus bagi penulis untuk mengambil tema tersebut. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah 1) untuk mengetahui dinamika perjalanan kebijakan-kebijakan pemerintahan desa di Indonesia sebelum berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa; 2) untuk mengetahui dan menganalisis politik hukum perubahan status dari pemerintahan kelurahan menjadi pemerintahan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini menghasilkan, Pertama, permintaan perubahan status pemerintahan kelurahan menjadi desa memiliki maksud bahwasannya agar wilayah kelurahan bisa merubah statusnya menjadi desa sehingga dapat memiliki otonomi dan dana desa dari pusat. Kedua, politik hukum pembentukan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menunjukkan adanya suatu kesadaran dan komitmen politik yang sangat tinggi untuk menempatkan dan memfokuskan desa sebagai sendi-sendi negara yang sangat penting dalam rangka mempercepat dan mendukung pemerintahan diatasnya
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINGKAT PENYIDIKAN 
                    
                    Ecky Widi Prawira; 
Fatkhurohman Fatkhurohman; 
Sirajuddin Sirajuddin                    
                     Legal Spirit Vol 6, No 1 (2022): Legal Spirit 
                    
                    Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31328/ls.v6i1.3738                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The legal process against the perpetrators of the crime of rape at the investigation level is the first step in providing protection for victims who have experienced trauma. The legal process against the perpetrators of the crime of rape at the investigation level can be carried out with Restorative justice without overriding the customary law that applies in certain communities. The form of prevention efforts carried out by the police are preventive and repressive (action efforts) such as providing counseling and conducting socialization in Tamiyang Layang Regency in order to increase awareness of all possible occurrences of rape crimes against women and children in the family and community environment, as well as conducting patrols. at night where children and teenagers are dating so that immoral acts can be minimized.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        IMPLIKASI HUKUM TERJADINYA DIS-FUNGSI HAK INISIATIF DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KEBENARAN KAIDAH PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 
                    
                    . Fatkhurohman                    
                     Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2018 "Inovasi IPTEKS untuk mendukung Pembangunan Berkelanjutan" 
                    
                    Publisher : Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (343.075 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Hak Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat dalam membentuk peraturan daerah sedang mengalami dis-fungsi. Mengapa terjadi hal ini ternyata disebabkan oleh kurang fahamnya anggota DPRD terhadap fungsi dan tugasnya dan terjadinya disorientasi ketika menjadi anggota DPRD yakni dari yang seharusnya mengabdi untuk kepentingan rakyat bergeser menjadi berjuang untuk mencari pekerjaan dan menaikan status sosial. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah disebabkan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia, ketidaksamaan kepentingan komisi dalam pembuatan Perda, lemahnya penggalian objek sebagai bahan pembentukan peraturan daerah dan tidak adanya staf ahli hukum.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        OPTIMALISASI FUNGSI KOORDINASI ANTARA GUBERNUR DAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DALAM PEMBERIAN REKOMENDASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH DARI PEMERINTAH KABUPATEN 
                    
                    Fatkhurohman Fatkhurohman; 
Sirajuddin Sirajuddin                    
                     Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2021 "Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Energi Global" 
                    
                    Publisher : Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Bangun rancang peraturan perundang-undangan yang ideal adalah salah satu senjata utama mencapai pembangunan nasional. Harmonisasi dan koordinasi yang baik merupakan basis utama dalam mewujudkan regulasi yang ideal. Proses pembentukan rancangan peraturan daerah saat ini perlu diselesaikan secara efektif dan efisien. Hal ini tentu ditekankan karena selama ini proses terbentuknya rancangan peraturan daerah masih terhambat oleh koordinasi antar birokrasi dimana pengusul rancangan peraturan daerah harus mendapat pengawasan dan evaluasi oleh Gubernur dan Menteri Hukum HAM sesuai dengan perintah undang-undang. Namun proses hasil evaluasi dan rekomendasi antara dua institusi tersebut berpotensi membingungkan pihak pengusul rancangan peraturan daerah karena rekomendasi perbaikan antara dua institusi tersebut tidak terkoordinasi dengan baik. Penelitian ini menggunakan Jenis penelitian yuridis empiris (empiric legal research). 
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Pergeseran Delik Korupsi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 
                    
                    Fatkhurohman Fatkhurohman; 
Nalom Kurniawan                    
                     Jurnal Konstitusi Vol 14, No 1 (2017) 
                    
                    Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (435.798 KB)
                            
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31078/jk1411                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa "dapat" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss). Dalam pertimbangannya, setidaknya terdapat empat tolok ukur yang menjadi ratio legis MK menggeser makna subtansi terhadap delik korupsi. Keempat tolok ukur tersebut adalah (1) nebis in idem dengan Putusan MK yang terdahulu yakni Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006; (2) munculnya ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dalam delik korupsi formiil sehingga diubah menjadi delik materiil; (3) relasi/harmonisasi antara frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam pendekatan pidana pada UU Tipikor dengan pendekatan administratif pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP); dan (4) adanya dugaan kriminalisasi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan menggunakan frasa "dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dalam UU Tipikor.Constitutional Court Decision No. 25/PUU-XIV/2016 revokes the phrase "may" in Article 2 paragraph (1) and Article 3 of Law No. 31 of 1999 in conjunction with Law No. 20 of 2001 on the amendment of Law No. 31 of 1999 on Eradication of Corruption (Corruption Act). Decision of this Court interpreted the phrase "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in Article 2 (1) and Article 3 of Corruption Act must prove real state financial losses (actual loss) not a potential nor estimated financial losses of the state (potential losses). In the consideration of the judgment, at least, there are four benchmarks that become the ratio legis of the Court to shift the substance of the offense of corruption. The Four benchmarks are (1) nebis in idem with the previous Constitutional Court ruling that is Constitutional Court Decision Number 003/PUU-IV/2006; (2) the emergence of legal uncertainty in the formal corruption offense that it is converted into material offense; (3) the relationship/harmonisation between the phrases "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in the criminal approach on Corruption Law with an administrative approach to Law No. 30 of 2004 on Governmental Administration (UU AP); and (4) alleged criminalization of State Civil Apparatus (ASN) by using the phrase "may be detrimental to the state finance or economy of the state" in the Anti-Corruption Act.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Peningkatan Pengetahuan Pemerintah Desa Dalam Pembentukan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) 
                    
                    Fatkhurohman Fatkhurohman; 
Lukman Hakim                    
                     JURNAL APLIKASI DAN INOVASI IPTEKS "SOLIDITAS" (J-SOLID) Vol 5, No 2 (2022): Jurnal Aplikasi Dan Inovasi Ipteks SOLIDITAS 
                    
                    Publisher : Badan Penerbitan Universitas Widyagama Malang 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.31328/js.v5i2.4082                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Desa merupakan struktur terendah dalam pemerintahan di Indonesia dimana dalam  perkembangan banyak mengalami pembenahan organisasi menuju desa mandiri dan berdaya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).  Keberadannya diatur dengan berbagai  peraturan perudang-undangan antara lain yang pertama UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.  Kedua adalah Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 sebagai peraturan Peraturan Pelaksanaanya. Ketiga adalah Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Terakhir adalah UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mendefinisikan BUMDES sebagai Badan Hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Begitu sistematisnya pengaturan BUMDES dalam peraturan perundang undangan dipastikan keberadannya dilindungi oleh hukum  dan segala aktivitas mulai pendirian, dijalankannya tugas fungsi pokok sampai pembubaran jelas tidak boleh bertentangan dengan ketentuan ketentuan yang mengaturnya. Begitu penting peranan BUMDES dalam struktur pemerintahan desa begitu juga dan fungsinya dalam mensejahterakan masyarakat desa maka penting bagi aparat desa dan masyarakat untuk mengetahuinya.