Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Ketuban pecah dini dan tatalaksananya Mohd. Andalas; Cut Rika Maharani; Evans Rizqan Hendrawan; Muhammad Reva Florean; Zulfahmi Zulfahmi
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 19, No 3 (2019): Volume 19 Nomor 3 Desember 2019
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v19i3.18119

Abstract

Abstrak. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature rupture of Membranes (PROM) merupakan pecahnya ketuban yang terjadi sebelum proses persalinan. Ketuban pecah dini terjadi sekitar 1% dari seluruh kehamilan. Ketuban pecah dini menyebabkan terjadinya 1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab 18%-20% dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Dalam laporan kasus ini kami melaporkan seorang ibu hamil berusia 35 tahun, gravida 3, hamil aterm dengan ketuban pecah dini, keluhan keluar air dari jalan lahir dan belum inpartu. Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas diagnosa dini serta penatalaksanaan ketuban pecah dini untuk mengurangi risiko bagi ibu dan janin. Abstract.Premature Rupture of Membranes (PROM) is the rupture of amniotic sac prior to the onset of labor beyond 37 week of gestation. Premature Rupture of Membranes occurs in 1% ofall pregnancies. Premature Rupture of Membranes causes 1/3 preterm delivery and a major  18%-20% cause of perinatal morbidity and mortality. In this case report we reported a 35 year old woman with pregnant 3rd child, aterm wiht Premateur rupture of Membrane (PROM) and prior to labor. This report aims to improve the quality of early diagnosis and management of premature rupture of membranes to reduce the risk for the mother and fetus. 
NYERI PERUT BERULANG SAAT HAID, BERISIKO MANDUL? Mohd Andalas; Cut Rika Maharani; Rayhan Shafithri
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 19, No 2 (2019): Volume 19 Nomor 2 Agustus 2019
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v19i2.18066

Abstract

Abstract. Stomach pain (dysmenorrhea) is abdominal cramps and pain during the menstrual period which can interfere with the daily activities of women of reproductive age. Dysmenorrhea is one of the symptoms that needs to be considered because it is often experienced by women and is an early sign of suffering from endometriosis. The presence of abdominal pain in women during menstruation, accompanied by pelvic pain, and infertility is a classic trias of symptoms used to diagnose endometriosis. Endometriosis occurs in almost 10% of women in the reproductive age period and more than 25-40% in infertile women. The risk of infertility is also linked because inflamed endometriosis tissue damages sperm and egg cells. Some treatments that can be done for patients with endometriosis are medical and surgical therapy. If medical therapy fails, operative laparoscopy can be alternative and hysterectomy can be considered for patients who no longer expect their reproductive function. Keywords: abdominal pain, endometriosis, infertility, dysmenorrhea. Abstrak. Nyeri Perut (dismenore) merupakan kram perut dan nyeri selama periode menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari wanita usia reproduksi. Dismenore merupakan  salah satu gejala yang perlu dipertimbangkan karena kerap dialami wanita dan menjadi tanda awal  menderita endometriosis. Adanya nyeri perut pada wanita saat haid, disertai  nyeri panggul, dan infertilitas merupakan trias klasik gejala yang digunakan untuk mendiagnosis endometriosis. Endometriosis terjadi pada hampir 10% wanita dalam kurun  usia reproduksi dan lebih dari 25-40% pada wanita infertil (mandul). Risiko mandul juga dikaitkan karena jaringan endometriosis yang meradang merusak  sperma dan sel telur. Beberapa pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita endometriosis adalah terapi medikamentosa dan pembedahan. Jika terapi medikamentosa gagal, laparoskopi operatif dapat menjadi altenatif dan histerektomi dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mengharapkan fungsi reproduksi lagi. Kata Kunci: nyeri perut, endometriosis, infertilitas, dismenore.
KISTA DERMOID OVARIUM KANAN Mohd Andalas; Cut Rika Maharani; Shazni Nadia; Violita Aprilyana
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 18, No 3 (2018): Volume 18 Nomor 3 Desember 2018
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v18i3.18024

Abstract

Abstrak. Kista ovarium merupakan  tumor yang paling umum dengan prevalensi melebihi 30%.Kista Dermoid pada ovarium dapat terjadi pada semua usia dengan prevalensi tertinggi pada usia reproduksi (16–55 tahun) dengan insidensi tertinggi pada usia 30 tahun.Seorang  perempuan berusia 33 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dirasakan sejak 2012. Nyeri yang dialami menjalar sampai ke pinggang. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan ultrasonografi  dan tampak masa kista berukuran 5,35x4,52 cm pada ovarium kanan. Pasien kemudian dilakukan tindakan kistektomi perlaparoskopi. Pasca pembedahan pasien didiagnosa dengan kista dermoid ovarium kanan. Pendekatan laparoskopi tidak membutuhkan waku yang lama dengan perdarahan yang minimal. Kista dermoid ovarium bersifat jinak sehingga prognosis setelah dilakukan pengangkatan ad bonam. Meskipun ada kemungkinan bertansformasi menjadi keganasan. Kata Kunci: Kista Ovarium, Kista Dermoid, Ultrasonografi, Kistektomi per Laparoskopi Abstract. Ovarian cysts are the most common tumor, the prevalence is approximately more than 30%. Dermoid cysts in the ovary can occur at any time with the highest prevalence at reproductive period (16-55 years), especially at the age of  30 years. A 33-year-old woman came with chief complaint  lower abdominal pain since 2012. The pain  spread to the waist. Then the patient performed an ultrasound examination revealed the presence of cyst on the right ovary measured 5.35x4.52 cm. The patient then performed laparoscopic cystectomy. Postoperative diagnosis was a right ovarian dermoid cyst. The laparoscopic approach does not require long periods of time with minimal bleeding. Ovarian dermoid cysts are benign  with a better prognosis after removal. Although there is a possibility to transform into malignancy.Keywords: Ovarian Cyst, Dermoid Cyst, Ultrasonography,  Laparoscopic, Cystectomy
Evaluasi Respon time Seksio Emergensi Kategori I Terhadap Luaran Maternal dan Neonatal Dengan Tersedianya Alur Pelayanan Seksio Sesarea Emergensi Di RSUDZA Juli-Oktober 2021 Cut Meurah Yeni; Hasanuddin, Hasanuddin; Cut Rika Maharani; Nurul Fadhliati Maulida
Journal of Medical Science Vol 3 No 1 (2022): Journal of Medical Science
Publisher : LITBANG RSUDZA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.322 KB) | DOI: 10.55572/jms.v3i1.57

Abstract

Angka seksio sesarea (SC) mengalami kenaikan dua kali lipat di seluruh dunia yaitu 12,1% pada tahun 2010 dan 21,1 % pada tahun 2015 di 169 negara. The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan the National Institute of Clinical Excellence (NICE) membuat ketentuan standar baku emas bahwa response time  SC emergensi atau disebut juga decision-to-delivery interval (DDI) pada kelahiran yaitu <30 menit. Tujuan pelitian ini untuk mengetahui gambaran response time  SC emergensi kategori 1 di RSUDZA setelah pembuatan alur pelayanan SC emergensi.  Rancangan penelitian ini adalah kohort prospektif, dengan melihat data pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi di RSUDZA dari periode Juli sampai Oktober 2021. Luaran cut of point rerata response time, luaran maternal dan neonatal. Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS 23.  Didapatkan 19 kasus yang memenuhi kriteria dari total 23 kasus SC emergensi kategori 1. Rerata response time  SC emergensi kategori 1 adalah 36,29±8,59 (28-50 menit). Ada tidaknya demam, perlu tidaknya rawatan pasca operasi di ICU, serta kematian ibu memiliki hubungan yang erat dengan response time SC emergensi kategori I (p<0,05). Skor APGAR, perlu tidaknya bantuan pernapasan seperti CPAP dan intubasi, perlu tidaknya rawatan di NICU, serta kematian bayi memiliki hubungan yang erat dengan response time  SC  emergensi Kategori I (p<0,05). Response time  SC <30 menit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap luaran maternal dan neonatal dengan tersedianya alur SC emergensi di RSUDZA.