Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERLIDUNGAN HAK KONSUMEN TERHADAP PELAKU USAHA YANG DINYATAKAN PAILIT Hartanto, Heri
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (662.52 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.38

Abstract

Kepailitan pada prinsipnya bertujuan untuk menyelesaikan sengketa utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan syarat yang relatif mudah, debitor dapat dipailitkan hanya karena 2 utang atau lebih dan tidak membayar lunas salah satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Bagi seorang pengusaha, menjalankan kegiatan usaha dengan bermodal utang merupakan hal yang wajar, dan seringkali terdapat sengketa dari transaksi dengan mitra bisnis berakibat penundaan pembayaran yang berarti dapat menambah jumlah kreditor/utang. Pembayaran utang Debitor Pailit kepada pada kreditor harus memperhatikan prinsip paritas ceritorium, prinsip pari passu prorata parte dan prinsip structured creditors. Bagi debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, seluruh kreditor baik setuju atau tidak dengan langkah mempailitkan debitor, akan terikat dengan putusan pailit tersebut. Penerapan prinsip structured creditors dalam pembayaran kepada para kreditor tentu akan memberikan keuntungan kepada kreditor separatis maupun kreditor yang memiliki hak didahulukan (preferen), namun akan berdampak buruk bagi kreditor konkuren. Pasal 19 Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlingungan Konsumen, mengatur Pelaku Usaha berkewajiban untuk mengganti rugi apabila konsumen dirugikan akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang harus segera dibayar dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Apabila Pelaku Usaha yang memberikan barang dan/atau jasa dipailitkan oleh Pengadilan Niaga atas pemohonan kreditor atau debitor itu sendiri. Salah satu kelompok kreditor dalam hal Pelaku Usaha yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga adalah para Konsumennya. Dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah diatur tersendiri tentang bagaimana penyelesaian sengketa konsumen dengan menenpatkan posisi konsumen sebagai pihak yang diberi perlindungan. Namun dengan dipailitkannya Pelaku Usaha, menjadikannya tidak cakap hukum dan kehilangan wewenang untuk mengelola kekayaannnya sendiri kemudian beralih kepada kurator. Ketidak mampuan Pelaku Usaha yang dinyatakan pailit untuk memenuhi hak konsumen menempatkan konsumen diposisi sebagai kreditor konkuren dan tidak memiliki hak untuk didahulukan.
PERLIDUNGAN HAK KONSUMEN TERHADAP PELAKU USAHA YANG DINYATAKAN PAILIT Hartanto, Heri
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 2, No 2 (2016): Juli - Desember 2016
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v2i2.38

Abstract

Kepailitan pada prinsipnya bertujuan untuk menyelesaikan sengketa utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan syarat yang relatif mudah, debitor dapat dipailitkan hanya karena 2 utang atau lebih dan tidak membayar lunas salah satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Bagi seorang pengusaha, menjalankan kegiatan usaha dengan bermodal utang merupakan hal yang wajar, dan seringkali terdapat sengketa dari transaksi dengan mitra bisnis berakibat penundaan pembayaran yang berarti dapat menambah jumlah kreditor/utang. Pembayaran utang Debitor Pailit kepada pada kreditor harus memperhatikan prinsip paritas ceritorium, prinsip pari passu prorata parte dan prinsip structured creditors. Bagi debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, seluruh kreditor baik setuju atau tidak dengan langkah mempailitkan debitor, akan terikat dengan putusan pailit tersebut. Penerapan prinsip structured creditors dalam pembayaran kepada para kreditor tentu akan memberikan keuntungan kepada kreditor separatis maupun kreditor yang memiliki hak didahulukan (preferen), namun akan berdampak buruk bagi kreditor konkuren. Pasal 19 Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlingungan Konsumen, mengatur Pelaku Usaha berkewajiban untuk mengganti rugi apabila konsumen dirugikan akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang harus segera dibayar dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Apabila Pelaku Usaha yang memberikan barang dan/atau jasa dipailitkan oleh Pengadilan Niaga atas pemohonan kreditor atau debitor itu sendiri. Salah satu kelompok kreditor dalam hal Pelaku Usaha yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga adalah para Konsumennya. Dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah diatur tersendiri tentang bagaimana penyelesaian sengketa konsumen dengan menenpatkan posisi konsumen sebagai pihak yang diberi perlindungan. Namun dengan dipailitkannya Pelaku Usaha, menjadikannya tidak cakap hukum dan kehilangan wewenang untuk mengelola kekayaannnya sendiri kemudian beralih kepada kurator. Ketidak mampuan Pelaku Usaha yang dinyatakan pailit untuk memenuhi hak konsumen menempatkan konsumen diposisi sebagai kreditor konkuren dan tidak memiliki hak untuk didahulukan.
Sasi and Its Relation to the Economic Development and Marine Preservation (Case Study: Raja Ampat) Adiastuti, Anugerah; Hartanto, Heri; Utomowati, Rahning
Indonesian Journal of International Law
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.641 KB)

Abstract

Raja Ampat, West Papua, Indonesia, is one among many marine tourism spots such as Derawan, Bunaken, Wakatobi and Tiga Gili. Raja Ampat is known for its diversity, rich coral reefs and marine resources. Raja Ampat’s characteristic is not only based on their beauty of marine natural resources but also its tradition, culture and living indigenous law. The existing indigenous law in Raja Ampat is called “SASI”. This tradition and living law has an important relation in sustaining tourism activities and the variety of marine activities that can be carried out in the ocean, particularly in marine protected areas on Raja Ampat. This writing is meant to analyze Sasi; to examine Sasi and its relation to economic development; and to analyze the impact of Sasi’s implementation on marine preservation for marine sustainability. It appears that Sasi’s implementation as the indigenous living law on Raja Ampat offers positive advantages including restoration and livelihood of the marine environment (incorporating with their marine natural resources). Therefore, the existence of Sasi on Raja Ampat is able to maintain the economic progress and marine environment sustainability.
Debt Settlement Strategy: Concurrent Creditor Rights And Debtor Asset Security Agung Wijayanto; Sunny Ummul Firdaus; Heri Hartanto
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 20 No. 1 (2024): June
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v20i1.234

Abstract

This research analyzes debt settlement strategies in fulfilling the rights of concurrent creditors to the debtor's assets used as debt collateral, considering Aristotle's concept of proportional justice. Through a normative juridical approach, this research explores applicable laws and regulations, case studies, and related literature to understand the dispute resolution mechanism between concurrent creditors and preferred creditors. The results show that the main challenge in achieving proportional justice for concurrent creditors arises when the debtor's assets are insufficient to fulfill all debt obligations. Some debt settlement strategies identified include debt restructuring, rescheduling payments, and mediation or arbitration mechanisms. Discussion of the research results highlighted the importance of legal protection for concurrent creditors in debt settlement, which aligns with Aristotle's concept of proportional justice. Policy recommendations include the expansion of the court's authority to handle cases involving conflicting creditor rights. This research is expected to contribute to the development of fairer and more effective policies for concurrent creditors and provide practical guidance for legal practitioners in handling cases involving debtor asset collateral.
Revitalisasi BUMDes Jaya Janti Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Desa Kurniawan, Itok Dwi; Ismawati Septiningsih; Zakki Adhliyati; Heri Hartanto
Jurnal Atma Inovasia Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jai.v5i3.10194

Abstract

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM HGR-UNS) dilakukan dengan sosialisasi ke mitra yakni BUMDesa Jaya Janti dengan judul “Revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jaya Janti sebagai Upaya Recovery Perekonomian”. Pengabdian ini berupa pendampingan kepada mitra dalam upaya revitalisasi pengelolaan dan manajemen BUMDesa. Kegiatan ini dilaksanakan melalui beberapa langkah persiapan, teknis, dan kumulatif. Program PKM HGR-UNS tentang revitalisasi BUMDesa Jaya Janti di Desa Janti Kecamatan Pulonharjo, Klaten telah terlaksana dengan baik. Kegiatan ini dapat membantu mengatasi permasalahan mengenai penyusunan laporan keuangan dan tumpang tindihnya pajak pusat dan daerah dengan menerapkan langkah-langkah yang tepat sehingga memberikan sumbangsih terhadap kenaikan pendapatan asli daerah yang digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran masyarakat desa.
ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL LAMPUKI KARYA ARAFAT NUR Hartanto, Heri; Sutejo; Suprayitno, Edy
Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 8 No 1 (2021): Januari
Publisher : STKIP PGRI Ponorogo Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lampuki novel is a literary work that describes Aceh at the time after the fall of President Soeharto. It contains social aspects such as education, economy and religion. This study aims to describe the socio-educational, economic, and religious aspects of Arafat Nur>s novel Lampuki (2019) by using the sociological theory of literature as a tool of analysis. The research method used in this research is a descriptive qualitative method using the library technique, observe and take notes. The technique used in this study is a qualitative technique, while to analyze the data the researcher used genetic dialectic method. The results of the analysis show that the social aspects in Lampuki>s novel are socio-educational, economic, and religious aspects. The education aspect describes the existence of education at school, at home, and outside of home. The socio-economic aspect illustrates the difficulty of the community in getting income and employment. The social aspect of religion discusses the relationship between the individual and God, and the individual and society.
LEGAL MODEL OF ERADICATING ILLEGAL CIGARETTES AS A MEANS OF INCREASING STATE REVENUE Bagyo Mulyono; Heri Hartanto
International Journal of Educational Review, Law And Social Sciences (IJERLAS) Vol. 5 No. 6 (2025): November - ON PROGESS
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/ijerlas.v5i6.4090

Abstract

This study examines the legal framework and enforcement efforts to combat the circulation of illegal cigarettes in Indonesia, with a focus on the “Gempur Rokok Ilegal” program implemented by the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) in the jurisdiction of KPPBC TMP B Surakarta. Using a doctrinal legal research method with statute and conceptual approaches, the research analyzes preventive and repressive enforcement measures against violations in tobacco excise. Findings show that despite extensive campaigns and enforcement, the distribution of illegal cigarettes remains high, influenced by economic incentives, weak deterrence, and geographic proximity to major tobacco-producing regions. The study concludes that optimal law enforcement requires more intensive surveillance, stronger community involvement, and stricter penalties to deter offenders, thereby safeguarding state revenue from tobacco excise.