Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Hubungan Kecemasan Terhadap Sikap Masyarakat Di Era New Normal Covid-19 Dewi Sartika Mustari; Fitriani Fitriani; Mayang Sari
Jurnal Smart Keperawatan Vol 8, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Karya Husada Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34310/jskp.v8i2.489

Abstract

Corona virus Disease 19 atau biasa disingkat dengan Covid-19 merupakan virus yang menginfeksi sistem pernafasan dan bisa menyebabkan kematian. Akibatnya virus ini timbul kecemasan di masyarakat, terutama Ketika ada potensi tertular yang tinggi dan potensi kematian yang terus menigkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan dengan sikap masyarakat di era new normal Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.yang dilaksanakan bulan Mei-Juni 2021 di masyarakat Desa Galesong Baru Takalar, jumlah sampel 97 responden dengan teknik sampling yaitu probability sampling dan dianalisa secara chi square. Hasil menunjukkan bahwa masyarakat yang cemas 29,9% dan bersikap kurang baik sebanyak 70,1% dalam menyikapi covid-19. Dengan p value 0,000 < α 0,05 sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan kecemasan dengan sikap masyarakat di era new normal covid-19. Kata Kunci: kecemasan; sikap; Covid-19The Relationship Of Anxiety With Community Attitude In The New Normal Era Of Covid-19 In The Village AreaAbstractCorona virus Disease 19 is a virus that infects the respiratory system and can cause death. As a result, this virus raises anxiety in the community, especially when there is a high potential for infection and the potential for death continues to increase. This study was aimed to determine the relationship between anxiety and people's attitudes in the new normal era of Covid-19. This research was a quantitative study with a cross sectional research design. It was conducted in May-June 2021 in the community of Galesong Baru Takalar Village, the number of samples was 97 respondents with a sampling technique, namely probability sampling and analyzed by chi square. The results show that 29.9% of people are anxious and 70.1% are not good at responding to COVID-19. With a p value of 0.000 < 0.05, it can be concluded that there is a relationship between anxiety and people's attitudes in the new normal era of covid-19. Keywords: anxiety; attitude; Covid-19
Efektifitas Pemberian Salep Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Epitelisasi Pada Tikus Wistar Dengan Model Perlukaan Akut Dewi Sartika MS; Wardihan Sinrang; Risfah Yulianty; Sri Sakinah
Jurnal Penelitian Kesehatan SUARA FORIKES Vol 11 (2020): Nomor Khusus November-Desember 2020
Publisher : FORIKES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/sf11nk421

Abstract

Wound is defined as damage to the integrity of the epithelium of skin and can even deeper into the subcutaneous tissue and other structures. Epithelialization is a component that is used as a parameter to determine the success of the wound healing process. Betel leaf (Piper betle Linn.) has anti-inflammatory, antibacterial, antimicrobial and antioxidant effects that is very effective to accelerate the wound healing process. This study aimed to find out the effectiveness of Piper betle Linn. Extract ointment against epithelialization in the process of acute wound healing. This research applied experimental study. The data were collected via randomized post test control by using 45 wistar male rats which have injury on their back. The injury then classified into three main treatment, negative control group which was given vaseline, positive control group which was given oxytetraclyline ointment, and treatment group which was given 3% Piper betle linn. Data were analized by using normality test and supported by non parametric test whereas the test used kruskal wallis hypothesis. The result of the research show that every group treatment show different reaction among groups extract piper betle Linn 3%, positive control, and negative control 3th day (p-value 0.70), 7th day (p-value 0.09) and 14th day (p-value 0.10) after treatment. This study showed that the extract of Piper betle Linn. can increase epithelialization in acute wound healing specially on proliferation phases. Keywords: piper betle linn extract; epithelialization; wound healing ABSTRAK Luka didefinisikan sebagai kerusakan integritas epitel kulit dan bahkan dapat lebih dalam ke jaringan subkutan dan struktur lainnya. Epitelisasi merupakan komponen yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan keberhasilan proses penyembuhan luka. Daun sirih (Piper betle Linn.) memiliki efek antiinflamasi, antibakteri, antimikroba dan antioksidan yang sangat efektif mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian salep ekstrak Piper betle Linn. terhadap epitelisasi dalam proses penyembuhan luka akut. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental study dengan desain penelitian Randomized Post Test Control Group dengan menggunakan 45 ekor tikus wistar jantan dengan luka punggung yang dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu kelompok kontrol negatif yang diberikan vaseline, kelompok kontrol positif yang diberikan salep oxytetracyline dan kelompok perlakuan yang diberikan salep ekstrak Piper betle Linn. 3%. Data dari masing-masing kelompok dianalisis menggunakan uji normalitas dan diikuti oleh uji non-parametrik dengan pengujian hipotesis Kruskal-Wallis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat epitelisasi antara kelompok ekstrak Piper betle Linn. 3%, kontrol positif, dan kontrol negatif hari ke 3 (p value 0,70), hari ke 7 (p value 0,09) dan hari ke 14 (p value 0,10) setelah perawatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Piper betle Linn. dapat mengingkatkan epitelisasi dalam penyembuhan luka akut khususnya pada fase proliferasi. Kata kunci: ekstrak piper betle linn; epitelisasi; penyembuhan luka
Spa Kaki Diabetik pada Komplikasi Neuropati Sri Sakinah; Sulkifli Nurdin; Dewi Sartika; Ilyas Agus; Nur Aisyah
Malahayati Nursing Journal Volume 2 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.739 KB) | DOI: 10.33024/manuju.v2i1.2355

Abstract

Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Spa kaki dan senam kaki merupakan terapi non farmakologi dalam menurunkan sensasi nyeri pada penderita diabetes mellitus. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian  intervensi spa kaki dan senam kaki terhadap penurunan nyeri pada penyandang diabetes mellitus tipe 2. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental study dengan desain penelitian quasi eksperimen pre and post test with control group. Penelitian yang di laksanakan adalah dengan cara memberikan perlakuan pada kelompok intervensi dengan teknik Spa kaki dan kelompok kontrol yang diberikan dengan senam kaki. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 April 2019 sampai dengan tanggal 30 April 2019 di Kabupaten Sidrap dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang yang dibagi dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok sebanyak 5 orang responden dengan penderita nyeri kaki pada penyandang diabetes melitus tipe 2. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata penurunan nyeri kaki pada penyandang diabetes mellitus tipe 2 pada kelompok intervensi spa kaki sebesar 1,8 sedangkan pada kelompok senam kaki hanya sebesar 0,5 dengan perbandingan antara kelompok spa kaki dengan senam kaki sebesar 1,3. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian teknik spa kaki lebih efektif menurunkan nyeri kaki dibandingkan senam kaki pada penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2.
Perbandingan latihan pursed lip breathing dan meniup balon terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK Junaidin Junaidin; Dewi Sartika
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 16, No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v16i1.5274

Abstract

Background: Several disorders in Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) affect the movement of air in and out of the lungs and result in hypoxemia and hypercapnia because of changes in oxygen saturation in the patient.Purpose: Knowing the comparison of pursed-lip breathing and balloon blowing exercises to increase oxygen saturation in patients with COPDMethod: A Quasi-Experimental study, with pre-posttest design in two different comparison groups.Results:There was an increase in oxygen saturation clinically because the median value before the intervention = 94, but there was no statistical difference in the increase in these two interventions, on the third and seventh day there was no statistically and clinically significant difference after the balloon blowing intervention (median = 96) and PLB (median=96), for the seventh day blowing balloons and PLB (median=99), so that p>0.181 was obtained.Conclusion: There is no difference between pursed lip breathing and balloon blowing exercises on oxygen saturation in patients with COPDKeywords: Pursed lip breathing;  balloon blowing;  oxygen saturation;  COPDPendahuluan: Sejumlah gangguan pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) berpengaruh pada pergerakan udara dari dan keluar paru, dan berakibat hipoksemia dan hiperkapnia karena terjadinya perubahan saturasi oksigen pada pasien Tujuan: Mengetahui perbandingan latihan pused lip breathing dan meniup balon terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOKMetode : Penelitian kuantitatif dengan desain Quasi-Eksperimen, dengan pre post test design pada dua kelompok perbandingan yang berbeda.Hasil : Terdapat peningkatan saturasi oksigen secara klinis karena nilai median sebelum intervensi=94, tetapi tidak terdapat perbedaan peningkatan secara statistic dari kedua intervensi ini, hari ketiga dan hari ketujuh tidak terdapat perbedaan signifikan secara statitik dan klinik setelah intervensi meniup balon (median=96) dan PLB (median=96), untuk hari ketujuh meniup balon dan PLB (median=99), sehingga diperoleh nilai p>0,181.Simpulan : Tidak terdapat perbedaan antara latihan pursed lip breathing dan meniup balon terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK.  
Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Diare di Desa Paisubatu Kecamatan Buko Kabupaten Banggai Kepulauan Yenni Sima; Asmiana S. Ilyas; Sitti Herliyanti; Dewi Sartika MS; Naomi Malaha; Hasliani Hasliani
Barongko: Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 (2022): Barongko : Jurnal Ilmu Kesehatan (November)
Publisher : Asosiasi Guru dan Dosen Seluruh Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8372.759 KB) | DOI: 10.59585/bajik.v1i1.18

Abstract

Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak diberbagai Negara termaksud Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan 3,2 juta kematian pertahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahunnya. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun. Dari data kejadian diare di Desa Paisubatu selama empat tahun terakhir menunjukan peningkatan kejadian setiap tahunnya. Pada tahun 2014 terdapat 38 kejadian diare, tahun 2015 sebanyak 41 kejadian, tahun 2016 sebanyak 46 kejadian dan pada tahun 2017 sebanyak 54 kejadian diare. Tujuan penelitian ini untuk mengethui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Desa Paisubatu Kecamatan Buko Kabupaten Banggai Kepulauan. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Observasional Analitik. Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Populasi penelitian ini yaitu seluruh masyarakat yang terkena diare di Desa Paisubatu pada tahun 2017 yang berjumlah 57 KK. Hasil penelitian dari responden sebanyak 57 responden. Variable Independen yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku. Variable dependen adalah penyakit diare. Data yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner. Uji statistic menggunakan program SPSS Versi 16 dan Hasil uji statistic Chi-Square dengan tingkat kepercayaan ρ<α (0,05). Kesimpulan : berdasarkan analisis Chi-Square didapatkan pola bahwa ketiga variable independen yakni pengetahuan, sikap dan perilaku mempunyai hubungan yang erat dengan kejadian diare di Desa Paisubatu. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas ketiga variable independen lebih kecil dari nilai alfa (0,05).
Hubungan konsumsi gula dan konsumsi garam dengan kejadian diabetes mellitus Dewi Sartika MS; Devin Mahendika; Rony Setianto; Fidrotin Azizah; Belinda Arbitya Dewi
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 5 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i5.12007

Abstract

Background: Diabetes Mellitus (DM) or often called diabetes is a metabolic disease caused by an increase in blood glucose levels above normal values. This can occur due to impaired glucose metabolism due to a relative or absolute lack of insulin. The World Health Organization (WHO) states that the prevalence of DM in the world has reached 9%, while the proportion of deaths caused by DM accounts for 4% of all deaths due to non-communicable diseases. The death rate due to DM is more common in low and middle income countries, namely 80%. It is estimated that by 2030 DM will be the seventh cause of death in the world.Purpose: To determine the relationship between sugar consumption and salt consumption on the incidence of diabetes mellitus.Method: Quantitative research with a cross-sectional design to examine the relationship between sugar consumption and salt consumption on the incidence of DM. This research was conducted on all patients who visited and underwent treatment at the general polyclinic recorded in the report register at the Garuda Health Center in September – December 2022, totalling 110 respondents. The sampling technique used was systematic random with inclusion criteria, namely patients who visited regularly and were able to communicate well. Meanwhile, the exclusion criteria are patients who are seriously ill and are not willing to provide medical record data.Results: The results of the chi square test showed a p value of 0.009, meaning there is a significant relationship between excessive sugar consumption and the incidence of DM. The OR test obtained a value of 3.143, indicating that people who consume excessive sugar have a 3.1 times greater risk of suffering from DM compared to people who consume not excessive sugar. The results of the chi square test showed a p value of 0.004, meaning that there is a significant relationship between excessive salt consumption and the incidence of DM. The OR test obtained a value of 3.143, indicating that people who consume excessive salt have a 3.5 times greater risk of suffering from DM compared to people who consume not excessive salt.Conclusion: There is a significant relationship between excessive sugar and salt consumption and the incidence of DM cases with a 3.1 and 3.5 times greater risk of suffering from DM compared to people who do not consume excessive sugar and salt. Keywords: Diabetes Mellitus; Salt Consumption; Sugar Consumption.Pendahuluan: Diabetes Mellitus (DM) atau sering disebut kencing manis merupakan penyakit metabolic yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa darah diatas nilai normal. Hal ini dapat terjadi karena gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara relatif ataupun absolut. World Health Organization (WHO) menyebutkan prevalensi DM di dunia mencapai 9%, sedangkan proporsi kematian disebabkan DM menyumbang 4% dari seluruh kematian akibat penyakit  tidak menular. Angka kematian akibat DM lebih banyak terjadi pada negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah yaitu sebesar 80%. Diperkirakan pada tahun 2030 DM menempati urutan ketujuh penyebab kematian di dunia.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan konsumsi gula dan konsumsi garam terhadap kejadian diabetes mellitus.Metode: Penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional untuk mengkaji hubungan konsumsi gula dan konsumsi garam terhadap kejadian DM. Penelitian ini dilakukan pada seluruh pasien yang berkunjung dan melakukan pengobatan ke Poli umum yang tercatat dalam register laporan di Puskesmas Garuda pada bulan September – Desember 2022 sebanyak 110 responden. Teknik sampel yang digunakan adalah acak tersistematis dengan kriteria inklusi yaitu pasien yang berkunjung rutin dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien yang sedang sakit berat dan tidak bersedia memberikan data rekam medis.Hasil: Hasil uji chi square didapatkan p value sebesar 0.009 artinya ada hubungan yang signifikan antara konsumsi gula berlebih dengan kejadian DM. Uji OR didapatkan nilai sebesar 3.143 menunjukkan orang yang konsumsi gula berlebih memiliki risiko 3.1 kali lebih besar menderita DM dibandingkan dengan orang yang konsumsi gula tidak berlebih. Hasil uji chi square didapatkan p value sebesar 0.004, artinya ada hubungan yang signifikan antara konsumsi garam berlebih dengan kejadian DM. Uji OR didapatkan nilai sebesar 3.143 menunjukkan bahwa orang yang konsumsi garam berlebih memiliki risiko 3.5 kali lebih besar menderita DM dibandingkan dengan orang yang konsumsi garam tidak berlebih.Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi gula dan garam berlebih terhadap kejadian kasus DM dengan risiko 3.1 dan 3.5 kali lebih besar menderita DM dibandingkan dengan orang yang konsumsi gula dan garam tidak berlebih. 
Program Penyuluhan Edukasi Perilaku Menggosok Gigi pada Anak Usia Sekolah di SD Pertiwi Makassar Hasrini Hasrini; Arfiah Jauharuddin; Dewi Sartika; Amirah Maritsa; Zahrawi Astrie Ahkam
Jurnal Nusantara Berbakti Vol. 1 No. 1 (2023): Januari : Jurnal Nusantara Berbakti
Publisher : Universitas Kristen Indonesia Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59024/jnb.v1i1.419

Abstract

Dental and oral health is very important for school-age children because good habits will be carried into adulthood. This counseling program aims to improve knowledge and behavior of proper tooth brushing in children at SD Pertiwi Makassar. The methods used include counseling, direct demonstrations, and monitoring of students' daily behavior. The results of the activities showed a significant increase in knowledge and practice of tooth brushing among students. The education provided succeeded in changing students' behavior to be better in maintaining their dental and oral hygiene.
Gambaran Penyakit Periodontal pada Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas Bara - Barayya Zahrawi Astrie Ahkam; Hasrini Hasrini; Amirah Maritsa; Arfiah Jauharuddin; Dewi Sartika
Jurnal Siti Rufaidah Vol. 1 No. 4 (2023): November : Jurnal Siti Rufaidah
Publisher : PPNI UNIMMAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57214/jasira.v1i4.86

Abstract

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia that occurs due to insulin secretion, insulin action or both. This disease is a disease that is widely suffered by the community and continues to grow in Indonesia. Periodontal disease is a dental and oral health problem that has a fairly high prevalence in the community where periodontal disease occurs in all age groups in Indonesia. The purpose of this study was to determine periodontal disease in patients with diabetes mellitus at the Bara-Barayya Health Center. This type of research is a descriptive study with a sample of 60 people taken using the total sampling technique. Samples were examined using the gingival index and CPITN index assessment criteria. The results showed that those who experienced periodontitis with a score of 4 were the highest, namely 18 people (44%), and subjects who experienced a score of 2 were the fewest, namely 8 people (19.5%). While those who experienced gingivitis were the highest, namely severe gingivitis, as many as 10 people (52.6%) and the fewest were those who experienced mild gingivitis, as many as 5 people (26.3%). Based on the results of this study, it can be concluded that the most common periodontal disease found in diabetes mellitus patients at the Bara-Barayya Health Center is periodontitis, namely 41 people (68.3%) and the least is gingivitis, namely 19 people (31.7%).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang pada Tindakan Ekstraksi Gigi di Poli Gigi Puskesmas Kassi - kassi Kota Makassar Fidzah Nurfajrina Murad; Arfiah Jauharuddin; Dewi Sartika; Suciyati Sundu; Rumaisha Soumena
Masyarakat Mandiri : Jurnal Pengabdian dan Pembangunan Lokal Vol. 1 No. 1 (2024): Januari : Masyarakat Mandiri : Jurnal Pengabdian dan Pembangunan Lokal
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62951/masyarakatmandiri.v1i1.424

Abstract

Cross-infection is one of the main risks faced in medical procedures, including tooth extraction in health facilities such as the dental clinic of the Health Center. This infection can occur through direct contact with blood, saliva, or non-sterile medical equipment, as well as through transmission from patients to medical personnel or vice versa. This study aims to evaluate the effectiveness of efforts to prevent and control cross-infection in tooth extraction procedures at the Dental Clinic of the Kassi - Kassi Health Center. The methods used in this study include counseling to medical personnel regarding cross-infection prevention protocols, including hand hygiene, use of personal protective equipment (PPE), and sterilization of equipment. Evaluations were conducted before and after counseling through questionnaires filled out by the participants. The evaluation results showed a significant increase in understanding, awareness, and implementation of cross-infection prevention protocols. Before counseling, only 60% of participants had a good understanding of cross-infection, while after counseling, this figure increased to 90%. Improvements were also seen in awareness of hand hygiene, knowledge of PPE use, sterilization procedures, implementation of SOPs, and handling of high-risk patients. The conclusion of this study shows that counseling and strict implementation of protocols can significantly reduce the risk of cross-infection in tooth extraction procedures. Therefore, it is recommended that similar counseling be held routinely to ensure consistent and sustainable implementation of infection prevention in the Puskesmas environment.