Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

PENGARUH SERTIFIKASI HUTAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PETANI KOPERASI HUTAN RAKYAT Handyan Atyanto Putro; Sudarsono Soedomo; Iin Ichwandi
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 1 (2015): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sertifikasi hutan berupaya untuk memastikan bahwa produksi kayu dilakukan secara legal dan memenuhi asas kelestarian. Sertifikasi juga diterapkan pada hutan milik (hutan rakyat). Sertifikasi hutan rakyat mempersyaratkan untuk membentuk kelompok/koperasi. Kondisi tersebut akan memengaruhi manfaat akses, korbanan biaya transaksi, dan faktor-faktor yang memengaruhi petani dalam pengambilan keputusan dalam skema sertifikasi hutan. Penelitian dilaksanakan di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan Wana Manunggal Lestari. Hasil studi menunjukkan bahwa keberadaan koperasi memberikan beban biaya transaksi, namun koperasi juga mampu meningkatkan kapasitas akses bisnis petani. Keputusan petani dalam bisnis hutan rakyat dipengaruhi oleh momen kebutuhan. Koperasi dipandang sebagai bentuk asuransi terhadap nilai kayu karena ada harapan terhadap harga premium.
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN KOMPENSASI LAHAN DI PROVINSI JAWA BARAT S Agus Cahyadi; Iin Ichwandi; Dodik Ridho Nurrochmat
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 2 No 2 (2015): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebijakan penggunaan kawasan hutan dengan kompensasi lahan untuk provinsi dengan luas kawasan hutannya di bawah 30% dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, yang salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat,  merupakan salah satu upaya pemenuhan areal kawasan hutan bagi kepentingan pembangunan nasional untuk penggunaan sektor lain. Pedoman dalam pelaksanaan kebijakan  penggunaan kawasan hutan  yang saat ini  berlaku adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014. Dalam kebijakan ini dasar yang dipakai para pihak (instansi pemerintah, badan usaha milik negara atau swasta dan yayasan yang telah berbadan hukum) untuk menggunakan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan diluar sektor kehutanan adalah izin pinjam pakai kawasan hutan, tetapi dalam kenyataannya untuk mendapatkan izin ini, sebagian besar pihak membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksaanaan kebijakan ini khususnya di Provinsi Jawa Barat kendala terbesar yang dialami oleh para pihak untuk memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan adalah sulitnya menyediakan lahan kompensasi. Pelaksanaan kebijakan ini belum efektif dan efisien ditinjau dari keberhasilan memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan, keberhasilan penambahan luas dan pengelolaan kawasan hutan yang berasal dari lahan kompensasi, waktu yang diperlukan  pemegang  persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan untuk mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan serta waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk pengelolaan kawasan hutan yang berasal dari lahan kompensasi.
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBENTUKAN SPORC DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBERANTASAN ILEGAL LOGING DI INDONESIA (STUDI KASUS DI SULAWESI SELATAN) Muhammad Ashlam Tangngalangi; Hariadi Kartodihardjo; Iin Ichwandi
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Publisher : Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jakk.2014.11.1.1-24

Abstract

 Establishment of Forest Police Rapid Response Unit (SPORC) is the government's policy on law enforcement efforts in the field of forestry. Since its formation in 2005 it has been kown as its field implementation, while the practice of illegal logging still occurs. This study aims to reveal what the policy arguments underlying the formation, how it was implemented - especially SPORC Brigade Anoa in South Sulawesi (SPORC Anoa), and what can be recommended for the law enforcement to be more effective. The results showed that the problem is defined thus giving birth of SPORC formation policy is the deforestation is at very alarming rate, while the existing forest protection agencies have not been effective. In terms of quality, SPORC Anoa performance has not met expectations, most of the suspects were prosecuted to court are farmers. Lack of community involvement in the prevention and eradication of illegal logging, and poor relationships between central and local forestry agencies, mainly due to sharp differences about perception of forest area status. Completion of forest area status in Indonesia being important recommendations that need to be addressed. Forestry Law that is not up to date anymore, and institutions that have not been fully independent, caused low quality of case handling
PROSPEK IMPLEMENTASI KONVENSI PERUBAHAN IKLIM DALAM PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA Yayuk Siswiyanti; Dudung Darusman; Hariadi Kartodihardjo; Iin Ichwandi
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Publisher : Centre for Research and Development on Social, Economy, Policy and Climate Change

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.057 KB) | DOI: 10.20886/jakk.2015.12.1.41-54

Abstract

The earth atmosphere temperature is rising due to the increasing greenhouse gases. Facing the problem, the international community establishes the Climate Change Convention. One of main activities mention in that convention is to reduce deforestation and forest degradation. It has been four decades Indonesia ratified various convention relating to forest sustainability but the deforestation and forest degradation is still accelerating. This study analyzes the compatibility of the conventions on climate change in forest management in Indonesia. The research uses the narrative analysis method. Main result of the research shows that there is a discrepancy between the narrative of convention on climate change and the management of Indonesia forest. The work of the convention in Indonesia forest management requires some options related to incentives and fair access to forest uses.
Kajian Peran Stakeholder Pada Implementasi Kebijakan Pengelolaan DAS Terpadu, Studi Kasus DAS Krueng Aceh Rikky Mulyawan; Enni Dwi Wahjunie; Iin Ichwandi; Suria Darma Tarigan
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 20, No 2 (2022): April 2022
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.20.2.198-209

Abstract

Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) semakin meningkat, disamping karena faktor perubahan tutupan lahan, faktor pengelolaan DAS juga menjadi pemicu. Peraturan Pemerintah (PP) No.37 Tahun 2012 dan Perda (Qanun) No. 7 tahun 2018 merupakan landasan pengelolaan DAS di Aceh. DAS Krueng Aceh merupakan DAS prioritas yang kondisinya kritis, pengelolaan DAS Krueng Aceh memerlukan penanganan terpadu oleh stakeholders terkait. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis PP, Qanun, stakeholders pengelola DAS Krueng Aceh dan implementasi kebijakan berdasarkan perubahan kondisi biofisik DAS. Analisis yang digunakan kajian ini adalah analisis perubahan kondisi biofisik DAS, analisis stakeholders, serta analisis implementasi kebijakan. Berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik DAS, tutupan lahan DAS Krueng Aceh dalam 10 tahun terakhir  menunjukkan perubahan yang sangat signifikan pada tahun 2020, perubahan ini berdampak pada kondisi hidrologi DAS dimana terjadi perubahan debit sungai maksimum pada tahun 2020 sebesar 15.78 m³/detik dibandingkan tahun 2019 sebesar 10.09 m³/detik. Dari pendalaman isi PP dan Qanun diketahui hal pokok kegiatan pengelolaan DAS yakni ; peningkatan daya dukung DAS, pengelolaan sumber daya air, dan penataan ruang. Terdapat 20 stakeholders yang terlibat pengelolaan DAS Krueng Aceh, stakeholders pemerintah memiliki kepentingan yang tinggi dan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan. Bila dilihat dari kondisi biofisik DAS tahun 2020 dan dikaitkan dengan peraturan perundangan, analisis stakeholders, serta analisis implementasi kebijakan dapat dikatakan bahwa kegiatan pengelolaan DAS secara terpadu belum berjalan sesuai isi kebijakan. Untuk mewujudkan hal tersebut perintah PP dan Qanun harus dilaksanakan secara tegas, Tim Koordinasi Pengelolaan DAS Terpadu (TKPDAS-T) yang sudah dibentuk harus sesegera mungkin difungsikan untuk mewujudkan implementasi kebijakan pengelolaan DAS terpadu.ABSTRACTWatershed damage is increasing, in addition to changes in land cover, watershed management factors are also a trigger. Government Regulation (PP) No.37 of 2012 and Perda (Qanun) No. 7 of 2018 is the cornerstone of watershed management in Aceh. Krueng Aceh watershed is a priority watershed whose condition is critical, the management of Krueng Aceh watershed requires integrated handling by relevant stakeholders. This study aims to analyze PP, Qanun, stakeholders of Krueng Aceh watershed management and policy implementation based on changes in watershed biophysical conditions. The analysis used by this study is an analysis of changes in the biophysical condition of the watershed, stakeholder analysis, and policy implementation analysis. Based on the results of the analysis of the biophysical condition of the watershed, the cover of the Krueng Aceh watershed in the last 10 years showed a very significant change in 2020, this change has an impact on the condition of watershed hydrology where there is a maximum river discharge change in 2020 of 15.78 m³ / second compared to 2019 of 10.09 m³ / second. From the deepening of the contents of PP and Qanun, it is known that the main things of watershed management activities are; increased watershed carrying capacity, water resource management, and spatial arrangement. There are 20 stakeholders involved in the management of the Krueng Aceh watershed, government stakeholders have high interests and resources to carry out activities. When viewed from the biophysical condition of the watershed in 2020 and associated with legislation, stakeholder analysis, and policy implementation analysis, it can be said that integrated watershed management activities have not been run  with the contents of the policy. To realize this, the PP and Qanun orders must be implemented strictly, the Integrated Watershed Management Coordination Team (TKPDAS-T) that has been established must be as soon as possible to realize the implementation of integrated watershed management policies.
Analisis Kelembagaan Pola Penggunaan Lahan Kawasan Hutan Lindung di Kawasan Bandung Utara (KBU), Kabupaten Bandung Bagus Budiprakoso; Iin Ichwandi; Omo Rusdiana
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management) Vol. 11 No. 3 (2021): Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (JPSL)
Publisher : Graduate School Bogor Agricultural University (SPs IPB)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jpsl.11.3.463-475

Abstract

Land use degradation has always been a problem for forest areas. Numerous past studies have investigated that there are patterns in the forest area's land use management that support forest sustainability and society's economy. This research aims to identify the action arena and patterns of interaction, to describe the outcomes of the two land use patterns, and to formulate the strategy related to forest area land use pattern in North Bandung Area, Bandung Regency. This research used Institutional analysis and development (IAD) framework as the research method. The identified action arena includes the pattern of commodity and profession transfer. The actors involved were State-owned Forest Enterprises (Perum Perhutani), Village Administrations, forest extensions, Forest Village Community Association (FVCA), and Forest and Farm Producers Organization (FFPO). The most dominating actor in land use activities in both patterns was Perum Perhutani, along with FVCA and FFPO. The pattern of interaction that exists between actors was prospering with only minor problems found within its coordination system. The outcome of the application of these two patterns, among others, is to raise public awareness in conserving forests and improving the community's economy. The land management strategy for forest areas can be directed using the Penta helix concept.
ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS Alfian Fandi Nugroho; Iin Ichwandi; Nandi Kosmaryandi
Journal of Environmental Engineering and Waste Management Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : President University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.376 KB) | DOI: 10.33021/jenv.v2i2.219

Abstract

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan religi dan budaya yang pengelolaannya diberikan kepada masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga sosial dan keagamaan. Hutan Pendidikan dan Latihan Gunung Walat (HPGW) merupakan salah satu KHDTK yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah dengan pengelolaan oleh Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pengelolaan KHDTK serta merumuskan konsep solusi pengelolaan KHDTK oleh Perguruan Tinggi. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui bahwa Fakultas Kehutanan IPB belum dapat melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan yang terintegrasi terutama dalam pemanfaatan potensi hasil hutan yang ada di dalam kawasan. Hal tersebut dikarenakan diberlakukannya norma atau aturan umum perizinan usaha pemanfaatan atau pemungutan dan peredaran hasil hutan berbagai komoditas kehutanan yang berlaku umum bagi entitas usaha yang terkadang tidak relevan dengan tujuan pengelolaan HPGW. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam upaya menyusun kebijakan pengelolaan KHDTK agar tujuan KHDTK dapat tercapai dengan kepastian pendanaan.
DINAMIKA PERUBAHAN DAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Maurinus Roy AC; Omo Rusdiana; Iin Ichwandi
Journal of Environmental Engineering and Waste Management Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : President University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.65 KB) | DOI: 10.33021/jenv.v2i2.220

Abstract

Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor mengalami perubahan dari waktu ke waktu untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan dan ekonomi masyarakat. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Bogor disusun sebagai pedoman merencanakan dan melaksanakan program pembangunan sehingga penggunaan lahan aktual dapat sesuai dengan rencana peruntukannya. Tujuan penelitian untuk mengetahui kesesuaian alokasi peruntukan ruang dalam pola ruang RTRWK dengan penggunaan lahan pada kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Analisis perubahan penggunaan lahan dan kebijakan peruntukan ruang dilakukan dengan mengoverlaykan peta penggunaan lahan tahun 2008 dan 2016, peta pola ruang RTRWK Bogor tahun 2008 dan 2016, dan peta kawasan hutan Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi hutan (14.262 ha), lahan terbangun (257 ha), dan lahan terbuka (454 ha). Lahan hutan berubah menjadi pertanian (3.044 ha), lahan terbangun (8 ha) dan lahan terbuka (25 ha). Alokasi ruang dalam pola ruang RTRWK Bogor mengalami perubahan untuk hutan berkurang 7.410 ha, pertanian berkurang 457 ha dan lahan terbangun bertambah 8.219 ha. Pola ruang RTRWK 2016 yang sesuai dengan penggunaan lahan tahun 2016 di dalam kawasan hutan seluas 43.334 ha (55,20%). Tidak sesuai dalam implementasi di lapangan seluas 34.641 ha (44,13%), di mana kawasan hutan yang direncanakan sebagai pola ruang hutan seharusnya digunakan untuk penggunaan lahan hutan, yang terdiri dari kawasan hutan konservasi dan hutan lindung seluas 12.587 ha yang berfungsi pokok sebagai kawasan lindung disekitarnya namun penggunaan lahannya berupa pertanian, dan hutan produksi seluas 22.104 ha di mana dalam pengelolaan dapat dilakukan pemberdayaan masyarakat dengan sistem tumpangsari. Terdapat seluas 521 ha (0,66%) tidak sesuai dalam penentuan kebijakan peruntukan ruang, di mana kawasan hutan tidak dialokasikan sebagai rencana pola ruang hutan, sehingga akan menimbulkan ketidakpastian ruang dalam implementasi kebijakan selanjutnya
Mainstreaming community-based forest management in West Sumatra: Social forestry arguments, support, and implementation Asmin, Ferdinal; Darusman, Dudung; Ichwandi, Iin; Suharjito, Didik
Forest and Society Vol. 3 No. 1 (2019): APRIL
Publisher : Forestry Faculty, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.245 KB) | DOI: 10.24259/fs.v3i1.4047

Abstract

Although social forestry in Indonesia is envisioned as a policy for recognizing local practices to forest management, research is still limited. This research describes conditions of social forestry policy in West Sumatra Province as a form of mainstreaming community-based forest management. This paper provides the context of social forestry arguments, its support, and subsequent implementation. The research approach is qualitative, using a case study method. Data collection was conducted through unstructured interviews, field observations, and document studies. The analysis used categorization and coding, historical analysis, document analysis, and descriptive policy analysis. The findings revealed that the arguments for social forestry schemes were based on the persistence of state forest conflicts, forest degradation and deforestation threats, as well as human resource limitations of forestry officers. The Provincial government then initiated stakeholder support, mainly from non-governmental organizations. Social forestry implementation at the site in West Sumatra thus focused on providing development assistance programs after granting management rights to local people, as well as initiating similar schemes in other villages. Our discussions considered challenges that should be addressed, including the approach to granting management rights to secure a management area, the process of developing participatory institutions, synchronizing provincial government policies to overcome forest degradation and deforestation, and initiating activities for strengthening community solidarity and agency.
KONTRIBUSI TANAMAN ENERGI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN PETANI KTH MUKTI BERKAH DESA MEKARSARI, SERANG Yusuf, Rizal Maulana; Trison, Soni; Refani, Afda; Ichwandi, Iin; Kurnia, Tsanie Ditya
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 12 No 1 (2025): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jkebijakan.v12i1.62519

Abstract

Pengelolaan tanaman energi dengan memanfaatkan hutan rakyat dapat menjadi solusi dalam mengatasi isu perubahan iklim dan dapat memberikan sumber pendapatan perekonomian petani. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengelolaan tanaman energi di hutan rakyat dan mengetahui besar kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga petani yang dihasilkan dari tanaman energi dengan memanfaatkan hutan rakyat. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purpossive sampling dengan jumlah responden 60 petani KTH Mukti Berkah di Desa Mekarsari, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan tanaman energi di hutan rakyat yang dilakukan petani KTH Mukti Berkah meliputi penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Tanaman energi yang berada pada lahan hutan rakyat adalah jenis tanaman gamal dan limbah kayu. Kontribusi tanaman energi yang ada di hutan rakyat sebesar 2,14% terhadap rata-rata pendapatan bersih petani dan proyeksi penanaman tanaman energi di hutan rakyat serta produk turunannya (daun dan pupuk kompos) dari tanaman gamal memiliki kontribusi sebesar 27,09% terhadap rata-rata pendapatan bersih petani KTH Mukti Berkah. Pengelolaan tanaman energi dengan memanfaatkan hutan rakyat memberikan kontribusi terhadap sumber pendapatan petani KTH Mukti Berkah di Desa Mekarsari.