Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK MEDIS DOKTER DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA (PENDEKATAN MEDIKO LEGAL) Adityo Putro Prakoso Wiwiek Wibowo
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 1 (2015): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v8i1.1229

Abstract

Medical malpractice is a form of physician errors in their profession (professional misconduct)or forms of therapy failure in efforts to help patients, which may occur because of the elementof intent or negligence. The error can be either provide therapies that are less carefully orcareless, or has violated the code of ethics or standards operations (SOP). It is caused due tolack of skill and lack of experience, or perform medical acts outside expertise. Medicalmalpractice actions can be responsibility not only limited to the realm of medical ethics, butalso the law. Liability in civil law can be based on breach of contract, on condition that the doctor - patient has been bound in the agreement, the transaction therapeutic. The nature of this agreement in the form of "effort" to find a cure diseases doctor (effort agreement”).Whereas if on the basis of tort, the act took place outside the framework of the agreement, forexample, the doctor has violated SOP, or codes of conduct. Keywords: medical malpractice, “effort” agreement.
ILMU HUKUM DIPANDANG DARI ASPEK PENGEMBANGAN PARADIGMA ILMU Adityo Putro Prakoso
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2014): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v7i2.1068

Abstract

-
MASALAH PERDAGANGAN ORANG YANG SERING DIJUMPAI DI INDONESIA Adityo Putro Prakoso
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2018): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v11i1.2216

Abstract

Perdagangan orang merupakan kejahatan berat yang para pelakunya harus dihukum. Para korban trafficking sebagian besar adalah perempuan dan anak yang keadaan ekonominya rendah serta tingkat pendidikan yang rendah. dari situ para korban perlu mendapatkan perlindungan hukum. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis atau socio legal research, yaitu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder yang berupa bahan bahan hukum atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. Hasil penelitian menunjukan, faktor yang menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia yaitu Kemiskinan, Rendahnya Pendidikan, kemiskinan, perubahan globalisasi dunia. kendala dalam perlindungan hukum terhadap korban kejahatan perdagangan orang meskipun pemerintah telah mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang namun sangat disayangkan bahwa undang-undang tersebut belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena adanya beberapa kendala yaitu berupa faktor non-yuridis yang meliputi faktor ekonomi, faktor kemiskinan, faktor pendidikan yang rendah serta faktor sosial dan budaya. Kata kunci: perempuan, anak, korban perdagangan manusia
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG (STUDI TENTANG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007) Lathifah Hanim; Adityo Putro Prakoso
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 2, No 2 (2015): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v2i2.1434

Abstract

Human Trafficking especially against women and children is a crime whose perpetrators must be severely punished. Most victims of trafficking are women and children whose educational level is low and the weak economic situation, therefore victims should receive legal protection. The method used in this research is juridical sociological or socio legal research, the method or procedure used to solve research problems by examining secondary data such as ingredients laws or regulations applicable law followed by conducting research on the data primer on the field. The results showed, 1) factors that cause human trafficking are poverty, low education, Promiscuity, lack of information. 2) obstacles in the legal protection for trafficking victims even though the government has issued Law No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons, but it is unfortunate that the law can not be enforced effectively, because there are some obstacles in the form factor of non-juridical include economic factors, poverty, education factors are low and social and cultural factors.
Upaya Aparat Penegak Hukum Dalam Mengatasi Kasus Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Kota Semarang adityo putro prakoso
SOSIO DIALEKTIKA Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : LP2M

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/sd.v7i2.7512

Abstract

Masyarakat yang taat hukum, dalam hal ini ketertiban berlalu lintas, perlu terus diupayakan kesadaran terhadap pentingnya menaati aturan, menjaga ketertiban, rasa menghormati orang lain dalam berlalu lintas. Selain itu, faktor ketegasan dari para penegak hukum yang ini dilaksanakan oleh Polri diharapkan dapat menciptakan ketertiban hukum dibidang lalu lintas dan angkutan jalan raya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak? Bagaimanakah upaya penanggulangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak serta upaya-upaya penanggulangannya.Data yang diperoleh dalam penelitian ini dari data primer maupun sekunder dianalisis secara kualitatif, kemudian disajikan dengan bentuk deskriptif, yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan permasalahan yang berkaitan dengan penulisan ini untuk memperoleh sebuah kesimpulan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1. Penyebab pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak, tidak terlepas dari adanya faktor-faktor pendorong. Faktor pendorong ini terbagi atas 2 teori yaitu teori motivasi dan teori kontrol sosial. 1) Teori motivasi terbagi atas dua yaitu : a. Motivasi intrinsik, perilaku anak yang dipengaruhi oleh faktor intelegensia, faktor usia, dan faktor jenis kelamin sehingga menyebabkan anak tersebut melakukan pelanggaran lalu lintas. b. Motivasi ekstrinsik, perilaku anak yang dipengaruhi faktor keluarga, faktor pendidikan dan sekolah, serta faktor pergaulan anak sehingga menyebabkan anak tersebut melakukan pelanggaran lalu lintas. 2) Teori kontrol sosial, sosial atau lingkungan sekitar juga merupakan salah satu faktor penting yang mendukung anak untuk melakukan pelanggaran lalu lintas. 2. Adapun upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dalam menanggulanginya adalah : dengan dilakukannya upaya pre emtif (awal pencegahan) preventif (tindak lanjut dari upaya awal pencegahan) dan upaya represif (penegakan hukum). Upaya pre-emtif yang berupa sosialisasi ke tiap sekolah dan lingkungan masyarakat. Upaya preventif yang berupa penjagaa disetiap pos lalu lintas. Upaya represif yang berupa teguran serta pemberian sanksi berupa tilang (bukti pelanggaran) bagi anak yang melakukan pelanggaran lalu lintas.
PROBLEMATIKA DALAM PENERAPAN GUGATAN SEDERHANA PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI INDONESIA yurida zakky umami; Adityo Putro Prakoso
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 16, No 1 (2023): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v16i1.8449

Abstract

Pengadilan sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa di bidang hukum perdata diharapkan dapat memberikan keadilan bagi setiap orang. Selain harus bersifat independen dan berintegritas, pengadilan juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan terhadap kepentingan masyarakat dengan biaya murah, prosedur sederhana dan jangka waktu penyelesaian perkara yang singkat. Pada tahun 2015 Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang kemudian, dilakukan perubahan pada tahun 2019 untuk mengoptimalkan penyelesaian perkara melalui gugatan sederhana. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang mendasarkan pada data kepustakaan dengan pendekatan perundangundangan. Mekanisme penyelesaian gugatan sederhana melalui Perma No. 4 Tahun 2019 dimulai dari pendaftaran gugatan sederhana, pemeriksaan kelengkapan berkas gugatan sederhana, penetapan panjar biaya perkara, penetapan hakim dan penunjukan panitera/panitera pengganti, pemeriksaan pendahuluan, penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak, pemeriksaan sidang pertama dan perdamaian, pembuktian dan putusan. Problematika yang muncul dalam penerapan gugatan sederhana pada penyelesaian perkara perdata antara lain tidak hadirnya para pihak pada sidang pertama dan belum bisa diterapkannya persidangan secara elektronik (e-litigation) karena para pihak belum memahami tata cara persidangan secara elektronik.
KAJIAN YURIDIS TINDAKAN CIRCUMSISI OLEH PERAWAT PADA PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI (STUDI KABUPATEN SIDOARJO) Santoso, Aris Prio Agus; Aryono, Aryono; Prakoso, Adityo Putro; Faruk, Umar; Lestari, Tri Indah
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 6, No 2 (2022): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v6i2.2816

Abstract

Secara normatif peraturan khusus mengenai khitan (cirkumsisi) yang dilakukan oleh perawat belum diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan dan concern secara substansial. Akan tetapi, menilik kasus yang telah dihimpun sudah banyak aparat penegak hukum menjerat tenaga perawat yang melakukan khitan (cirkumsisi) dengan pasal 360 KUHP dan pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kewenangan perawat dalam tindakan circumsisi pada praktik keperawatan mandiri, dan mengetahui perlindungan hukum perawat dalam tindakan circumsisi pada praktik keperawatan mandiri.Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis dengan menggunakan data sekunder dan diperkuat dengan data primer. Data sekunder diperoleh dari interview kepada narasumber, dan kuesioner yang dibagikan kepada perawat di Kabupaten Sidoarjo, sedangkan data sekunder diperoleh dari statute approach dan conseptual approach. Metode sampling yang dipilih adalah dengan metode purposive sampling yang dianggap dapat mewakili populasi.  Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang telah memiliki ijazah profesi, SIPP dan juga sertifikat kompetensi memiliki kewenangan melakukan tindakan circumsisi. Kewenangan yang lahir atas permintaan keluarga pasien dan juga merupakan keadaan overmacht sehingga menimbulkan kewenangan atributif dari hukum perikatan. Kewenangan tersebut diperbolehkan selama dilakukan sesuai dengan Standar. Perlindungan hukum diberikan kepada perawat secara preventif yakni dengan melakukan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan dan juga organisasi profesi PPNI meskipun belum ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang tindakan tersebut.
Upaya Aparat Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Prakoso, Adityo Putro
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 2 (2020): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v13i2.3906

Abstract

Violent theft has long existed on earth, which should have been eradicated. The reality is that there is still a lot of theft with violence in modern times like today. Crime theft with violence is a very complex problem that can not be separated from social factors, especially economic. This is interesting to do research to get a picture of the eradication of acts of theft with violence. The purpose of this research about the crime of theft with violence is to get a picture of efforts to tackle violence and violence, and to get a picture of the difficulties to increase public awareness who should participate in efforts to eradicate theft with violence. The research method used is normative juridical. Results of the study give the picture that theft by violence is a form of crime. In connection with the rampant crime cases of theft with violence will cause special attention and encourage similar operations to be held. The success of the Curas operation will not succeed without the support and participation of the community.
Pengaturan Pidana Denda Dalam Hukum Positif Perspektif Hukum Islam fawaid, bahrul; prakoso, adityo putro
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 17, No 1 (2024): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v17i1.10010

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan meltodel pelnellitialn hukum normaltif-komparatif, yakni antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi pengaturan perundangan mengenai pidana denda di Indonesia dan irisannya dalam hukum Islam. Sumber data dalam penelitian ini adalah peraturan perundangan mengenai pidana denda akibat tindak pidana di Indonesia, yakni KUHP lama dan Undang-Undang RI no. 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan dalam hukum Islam beberapa kitab yang akan menjadi rujukan adalah kitab-kitab klasik seperti Sunan Ibn Majah, Magashid al Syari'at al Islamiyyat wa 'Alagatuhaa bi al I Adillati al Syari'ati, at Tasyr’ al Jina’y al Islamy, Fiqh Sunnah, dsb. Adapun tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada irisan kuat antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia yang berkaitan dengan pidana denda, yakni pemberdayaan pelaku, penggantian kerugian yang dialami korban, dan sebagai penjeraan sekaligus pencegah agar orang tidak melakukan tindak pidana.
TINJAUAN YURIDIS PEREDARAN KOSMETIKA DI INDONESIA ikhsan, muhammad; kustanto, anto; Prakoso, Adityo Putro
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 2 (2023): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v16i2.9959

Abstract

Peningkatan ekonomi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi menimbulkan berbagai perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. Kosmetika menjadi kebutuhan dalam merawat atau mempercantik diri bagi wanita bahkah pria juga membutuhkannya. Dewasa ini, semua orang seakan-akan berhak untuk mempromosikan, menyalurkan dan menjual atau mengedarkan kosmetika tanpa mengetahui ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap peredaran kosmetika.Penelitian in merupakan penelitiaan hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach). Data penelitian merupakan data sekunder dengan pengumpulan data melalui studi pustaka. Analisis data menggunakan analisa kualitatif yang digunakan untuk membahas ketentuan hukum pengaturan peredaran kosmetika dalam peraturan perundang-undangan.Hasil penelitian menujukkan bahwa seluruh kosmetika yang beredar di Indonesia harus diketahui dan terdaftar diinstansi pemerintah. Yang berwenang dalam melakukan peredaran kosmetika yaitu tenaga kefarmasian. Terdapat ketentuan dalam mengiklankan kosmetika seperti obyektif, tidak menyesatkan, lengkap, tidak boleh diiklankan dengan menggunakan rekomendasi dari suatu laboratorium, instansi pemerintah, organisasi profesi kesehatan atau kecantikan dan atau tenaga Kesehatan, Tidak boleh diiklankan dengan penggunakan peragaan tenaga kesehatan atau yang mirip dengan itu, boleh diiklankan seolah-olah sebagai obat, harus mendidik dan sesuai dengan norma kesusilaan yang ada. Bagi seseorang yang tidak mengikuti ketentuan dalam peredaran kosmetika dapat diancam pidana seperti ketentuan yang diatur dalam Pasal 196, 197 dan 198 UU 36/2009 tentang Kesehatan.Kata Kunci: Peredaran, Kosmetika, Kewenangan