Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERBANDINGAN PROSES PENGASAPAN IKAN CAKALANG MENGGUNAKAN ALAT KONVENSIONAL DAN LEMARI PENGASAPAN DI DESA DARUBA PANTAI KABUPATEN PULAU MOROTAI Iswandi Wahab; Juwita Kore; Rinto M Nur
Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan Vol 14, No 2 (2019): Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan
Publisher : University of PGRI Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31851/jipbp.v14i2.3499

Abstract

Ikan  merupakan  produk  usaha  tangkap  perikanan  yang mudah membusuk  dan cepat rusak, sehingga sering diawetkan. Terhadap beberapa cara untuk mengawetkan ikan, salah satunya dengan cara pengasapan. Pada umumnya  masyarakat  Kabupaten Pulau Morotai melakukan proses pengasapan ikan secara tradisional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggunakan proses pembuatan ikan asap dengan alat konvensional  dan lemari pengasapan dalam pengolahannya di Desa Daruba Pantai, Kabupaten Pulau Morotai. PKL ini dilakukan pada bulan September 2019 di tempat Bapak Rahim dan mengukur efisiensi. Tahap pengasapan ikan dengan alat konvensional dan lemari pengasapan di Desa Daruba Pantai secara umum sama. Proses ikan asap meliputi ikan dibelah, dibuang isang dan isi perut, dicuci, dijepit dengan bambu, dicuci kembali, disiangi, diasap dan dioles minyak. Membutuhkan bahan bakar lebih banyak (30kg) dibandingkan dengan menggunakan lemari pengasapan (15kg). Selain itu, waktu pengasapan dengan menggunakan alat konvensional lebih lama (48 jam) dibandingkan dengan menggunakan lemari pengasapan (23 jam). (Kata kunci:ikan cakalang asap, alat Konvensional, dan Lemari pengasapan). Kata Kunci: Ikan Cakalang Asap, Alat Konvensional, dan Lemari Pengasapan.
Rancang Bangun Media Pertumbuhan Karang Dengan Menggunakan Metode Bioreeftek Kismanto Koroy; Iswandi Wahab; Safyan Popa
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 5 No 2 (2021): Mei
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2021.Vol.5.No.2.123

Abstract

Coral reefs are one of the invertebrates that inhabit an ecosystem, and there is various aquatic biota. Coral reef ecosystems have an essential role both ecologically for aquatic biota and physically as a barrier to sea waves leading to coastal areas. Artificial reef media (bioreeftek) is a new technology in developing of transplantation methods using natural materials such as coconut shell waste and bamboo. The research objective is about the resistance level of the design of coral growth media (bioreeftek). This research was conducted from August to October 2020 by designing the coral reef bioreeftek media, starting with studying the bioreeftek media design method, collecting tools and materials, to making and placing the media in a predetermined location. Making bioreeftek media as many as eight media, with 81 bamboo poles (9 poles for one medium) and 243 coconut shells were prepared. From the observations' results when placing and the first observation to the second observation with the integrity of 100%, which indicates a reasonably efficient media construction.
Kebiasaan Makan Dan Rasio Kelamin Ikan Biji Nangka (Upeneus Vittatus) Yang Tertangkap Di Pelabuhan Imam Lastori Kabupaten Pulau Morotai Djainudin Alwi; Iswandi Wahab; Fitriyanti Safar; Asy’ari
Hikamatzu | Journal of Multidisciplinary Vol. 2 No. 2 (2025): Multidisciplinary Approach
Publisher : Hikamatzu | Journal of Multidisciplinary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi jenis makanan pada isi lambung dan rasio kelamin ikan biji nangka (Upeneus vittatus) yang tertangkap di perairan pelabuhan Imam Lastori Kecamatan Morotai Selatan Kabupaten Pulau Morotai. Sebanyak 100 sampel ikan digunakan untuk mengitung perbandingan rasio kelamin jantan dan betina sedangkan  analisis isi lambung menggunakan 20 sampel. Hasil analisis komposisi makanan paling banyak yaitu ditemukan yaitu daging ikan layang dan daging ikan biji nangka ditemui 11 lambung  dengan Frekuensi Kejadian (FK 55 %) Sedangkan hasil Analisis Indeks of preponderance, daging ikan memiliki IP tertinggi yaitu 85 % dibandingkan dengan jenis makanan lainnya. Dengan demikian makanan utama ikan biji nangka yaitu daging ikan, makanan pelengkap moluska, sedangkan sedimen termasuk makanan tambahan. Komposisi rasio kelamin antara ikan jantan dan betian tidak seimbang.  Perbedaan rasio kelamin ini lebih disebabkan oleh tingkah laku, faktor lingkungan dan aspek biologi dari ikan itu sendiri
Persentase Tutupan Dan Kerapatan Jenis Lamun Diperairan Wayabula Kecamatan Morotai Selatan Barat Kabupaten Pulau AL Hi.Said; Sandra Hi.Muhammad; Iswandi Wahab
Hikamatzu | Journal of Multidisciplinary Vol. 2 No. 2 (2025): Multidisciplinary Approach
Publisher : Hikamatzu | Journal of Multidisciplinary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lamun (seagrass) merupakan salah satu ekosistem penting pada daerah pesisir, Ekosistem lamun berperan penting sebagai produsen dalam jaring makanan daerah pesisir. Ekosistem lamun berperan penting sebagai produsen dalam jaring makanan daerah pesisir. Padang lamun merupakan hamparan vegetasi yang luas dengan komponen penyusun utama tumbuhan lamun. Lamun umumnya hidup di perairan dangkal sampai dengan kedalaman sekitar 4 meter. Penelitian ini dilaksanakan  di bulan Maret Sampai pada Bulan Mei Tahun 2025 Di Perairan Wayabula Kecamatan. Morotai Selatan Barat Kabupaten, Pulau Morotai. Metode yang digunakan pada pengambilan data adalah transek kuadrat 1x1 m. Analisis data tutupan lamun yaitu tutupan lamun : jumlah nilai penutupan lamun (kuadran)/4, sedankan untuk nilai kerapatan lamun yaitu Ki=Ni/A. Berdasarkan Hasil penelitian persentase tutupan stasiun I termasuk kategori sedang (45,68 %,), stasiun II dan III persentase tutupan kategori jarang (20,03% dan 21,23 ). Sedangkan Kerapatan jenis tertinggi pada stasiun I, II, dan III terdapat pada jenis Enhalus acoroides. Dengan nilai kerapatan masing-masing  (14,35 tegakan/m2), (23,00 tegakan/m2), (24,15 tegakan/m2). Sedangkan terendah pada stasiun I Cymodocea rotundata (0.75 Tegakan/m2) stasiun II terendah pada jenis Halodule uninervis (0,20 tegakan/m2) dan stasiun III terendah terdapat pada jenis  Halophila ovalis ( 0,70 tegakan/m2).