Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

KONDISI KESEHATAN KARANG FUNGIIDAE DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU Beginer Subhan; Fadhilah Rahmwawati; Dondy Arafat; Nur Ari Bayu
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 2 No 2 (2011): NOVEMBER 2011
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (567.368 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.2.41-50

Abstract

This research was done on five sites (that are Southwestward, Marine Protected Area, Northeastward, and pier 1) on Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. The data was taken by using Belt Transect Method which is unfold type for 60 meters parallels with shoreline, 2 meters in width of visibility, and 5 meters in depth. Kinds of coral that was collected are those from Family of Fungiidae. There are five genera from Family of Fungiidae found in Pramuka Island, that are Heliofungia, Herpolitha, Fungia, Ctenactis, and Sandalolitha. From 106 of total coral’s individu of Fungiidae in all sites of Pramuka Island, as much as 38.68% (41 individuals) of Fungiidae are healthy and as much as 61.32% (65 individuals) is got disease. Fungia is the most affected by coral disease. 19 of 61 individuals of Fungia (31.15%) are still healthy and 42 individuals (68.85%) affected by coral disease. On 24 individuals of Ctenactis that has found in all station, 70.83% of them affected by coral disease. From 13 individuals of Herpolitha, 38,46% of them affected by coral disease and 61,54% is healthy. From 6 individuals of Sandalolitha, as much as 50% recorded is affected by coral disease and 50% is healthy. Heliofungia is the only genera of Fungiidae that is not affected by coral disease in all observation stations on Pramuka Island. Coral disease that identified has attack the Fungiidae are Yellow Band Disease, bleaching (stripes, spots, patches dan full), Sediment Damage, combination between Sediment Damage and Yellow Band Disease, and Enlarge Structure. Yellow Band Disease are the one that most appear, which is represent 67,69% of the total coral disease in the Fungiidae with the value of disease abundance is 0,37 individu/m2.
BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG ? Beginer Subhan; Hawis Madduppa; Dondy Arafat; Dedi Soedharma
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 3 (2014): Desember
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

RINGKASANTransplantasi karang merupakan teknik perbanyakan koloni karang dengan memanfaatkan reproduksi aseksual karang secara fagmentasi. Berbagai kalangan dapat terlibat dalam mengusahakan dan melakukan rehabilitasi karang dengan metode ini.  Namun saat ini metode yang digunakan masih ada yang mengadopsi metode untuk perdagangan karang hias bukan untuk rehabilitasi.  Metode dengan beton dan pengontrolan terhadap alga salah satu kunci keberhasilan dalam transplantasi karang.  Pencarian bibit-bibit karang yang unggul yang kuat terhadap alga dan penyakit menjadi solusi penting dalam peningkatan keberhasilan transplantasi karang.Kata kunci: transplantasi karang, metode beton, penyakit karang, alga
RISET DAN INOVASI TERUMBU KARANG DAN PROSES PEMILIHAN TEKNIK REHABILITASI: SEBUAH USULAN MENGHADAPI GANGGUAN ALAMI DAN ANTROPOGENIK KASUS DI KEPULAUAN SERIBU Hawis Madduppa; Beginer Subhan; Dondy Arafat; Neviaty Putri Zamani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 3 No 2 (2016): Agustus
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Riset dan inovasi pada ekosistem terumbu karang sangat diperlukan dalam upaya menghadapi gangguan alami dan antropogenik yang merusak. Hal ini untuk memahami bagaimana prioritas intervensi manusia dalam usaha perbaikan melalui rehabilitasi atau restorasi. Berdasarkan informasi ilmiah bahwa dalam beberapa dekade terakhir dimana sudah banyak terumbu karang yang telah sangat terganggu, sehingga diperlukan terobosan riset dan inovasi. Beberapa riset dan inovasi yang dapat diinisiasi untuk mendukung program rehabilitasi adalah: (1) Pergeseran komunitas terumbu karang; (2) Perbaikan komunitas terumbu karang dari fenomena pemutihan massal, spesies invasive, dan penyakit karang lainnya; (3) Persediaan bibit transplan berdasarkan analisis konektivitas, resiliensi dan keragaman genetika Terumbu Karang untuk restorasi; (4) Interaksi antara koral, alga dan mikroba, serta implikasinya untuk ekologi dan bahan obat; (5) Makroekologi, fungsi ekosistem dan biogeografi; dan (6) Pembuatan pelayanan pemetaan ilmiah biodiversitas dan rehabilitasi/restorasi berbasis website. Sebagai contoh, ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu yang terletak di utara Jakarta, merupakan lokasi yang sangat cocok untuk mempelajari tentang pengaruh alami dan antropogenik, dan bagaimana memberikan pemilihan terhadap teknik rehabilitasi yang sesuai. Teknik restorasi atau rehabilitasi (Misalnya: Ecoreef, Reefball, Rockfile, Artificial Reef, dan Transplantasi karang) sudah banyak dikembangkan di Indonesia. Teknik tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan dan tidak ada satu metodepun yang bisa memuaskan semua pihak dan tidak ada satu metodepun yang bisa diterapkan pada berbagai kondisi dan kesehatan terumbu karang. Dukungan riset dan inovasi terumbu karang akan memberikan peluang untuk partisipasi inklusif bagi seluruh komponen masyarakat untuk memelihara ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu secara tepat guna.Kata kunci: Transplantasi karang, rehabilitasi, restorasi, pemutihan masal, spesies invasive
DISTRIBUSI HABITAT PAKAN DUGONG, DAN ANCAMANNYA DI PULAU – PULAU KECIL INDONESIA Citra Satrya Utama Dewi; Mr. Sukandar; Beginer Subhan; Dondy Arafat
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 2, No 2 (2018): JFMR VOL 2 NO 2
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.423 KB) | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2018.002.02.9

Abstract

Dugong merupakan mamalia laut yang termasuk dalam ordo Sirenia, dan tergolong organisme langka yang tercatat dalam IUCN.  Rendahnya populasi dugong disebabkan oleh faktor biologi reproduksinya, perburuan oleh manusia, dan kerusakan habitatnya.  Dugong diketahui memiliki pola makan sebagai herbivora, dan menghabiskan waktu untuk aktivitas makan di padang lamun.  Penelitian terdahulu terhadap isi perut dugong di Indonesia menyebutkan bahwa, 90% perut dugong berisi daun lamun jenis Thalassia hemprichii, Halodule sp., Halophila sp., dan Cymodocea sp., sementara sisanya adalah rumput laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi padang lamun sebagai habitat pakan dugong, dan ancamannya di Indonesia.  Penelitian ini dilakukan sepanjang Tahun 2012, di 15 pulau kecil wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi transek garis (Line Intercept Transect-LIT) dan transek kuadrat di setiap stasiun ditemukannya padang lamun.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii, Halodule sp., Halophila sp., dan Cymodocea sp. ditemukan di seluruh stasiun pengamatan.  Keempat jenis lamun tersebut ditemukan membentuk padang lamun monospesies maupun heterospesies, dengan kondisi kualitas perairan yang relatif baik untuk tumbuh dan berkembang biak.  Padang lamun sebagai habitat pakan dugong yang ditemukan  selama penelitian di 15 pulau kecil diketahui memiliki ancaman lingkungan beragam, antara lain proses sedimentasi dan konversi lahan oleh manusia. 
SESSILE ORGANISMS COLONISATION ON CONCRETE SUBSTRATE “CRYPTO” AT DIFFERENT DEPTH IN THE PATCH REEF OF PRAMUKA ISLAND Genadi Algadri; Beginer Subhan; Dondy Arafat; Ahmad Taufik Ghozali; Prakas Santoso; Hawis Madduppa
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 9 No. 1 (2017): Elektronik Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.043 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v9i1.17956

Abstract

Acceleration of the process of recovery of damaged reefs require rehabilitation, management and supervision of well-planned and sustainable. One of the rehabilitation process is to create artificial reef. This study aims to look at the rate of attachment of sessile organisms on cement media called “crypto”. A total of 270 cement media at each shelf. The size of cement media is 5x5x1 cm. The cement media were deployed at a depth of 6 meters and 10 meters. The rate of attachment of sessile organisms was compared between the upper and lower of the media side at each depth and between depths. Different organisms was observed colonized concrete media such as shells, sponges, worms, green algae, red algae, and brown algae. Percentage of coverage of sessile biota at a depth of 6 meters was significantly higher than 10 meters. Percentage of coverage of sponges at a depth of 6 meters and 10 meters, showed no significantly different (P = 0.0670). The other sessile biota, value of the test results showed significant differences between depths, such as the brown algae (P< 0.0001), red algae (P = 0.0003), and  green algae (P = 0.0022). The type succession occurs in this research was likely a primary succession.                                                        Keywords: sessile biota, biodiversity, rehabilitation, concrete block,                         colonization, succession
DNA barcoding of the soft coral, Clavularia inflata, shows two major groups across Indonesian coral reefs Beginer Subhan; Dietriech G. Bengen; Sebastian C. A. Ferse; Fauzan Dzulfannazhir; Luzmi Malia Izza; Nurlita Putri Anggraini; Prakas Santoso; Dondy Arafat; Lalu M. Iqbal Sani; Hawis H. Madduppa
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 27, No 1 (2022): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.27.1.1-12

Abstract

Clavularia inflata was first described from Ternate Island, Indonesia in 1896 and later reported appeared from Japan and Taiwan in 1953.Clavularia (Blainville 1830) soft corals exhibit complex morphological traits that are difficult to differentiate, thus complicating their identification. DNA barcoding has been envisioned and actively pushed as a credible method for assigning unidentified specimens to known species by comparison to a molecular reference data database. Thus, the purpose of this study was to use molecular methods to confirm the identity of 25 colonies taken from 13 Indonesian coral reef sites and putatively identified as Clavularia inflata. All specimens were identified as Clavularia inflata molecularly using the mitochondrial DNA mtMuts gene. Although a comparison of the nucleotide base chains to Genbank data indicates that the samples belong to a single species, two clades in the phylogenetic tree and data from the Automatic Barcode Gap Discovery (ABGD) indicate that there are two major groups of C. inflata in Indonesia, implying cryptic species.
Exploited but Unevaluated: DNA Barcoding Reveals Skates and Stingrays (Chordata, Chondrichthyes) Species Landed in the Indonesian Fish Market Hawis Madduppa; Rani Utari Ayuningtyas; Beginer Subhan; Dondy Arafat; Prehadi .
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 21, No 2 (2016): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.807 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.21.2.77-84

Abstract

Reliable and precise species identification is important to fisheries management and conservation. However, many rays and skates in Indonesia are currently being exploited and landed into traditional fish market without a proper identification. Therefore, this study was conducted to identify species of skates and stingrays that were landed and traded in three fish markets in Indonesia (Palabuhanratu, Muara Saban, and Lampung) using molecular techniques and to determine the conservation status of the identified species based on IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) as well as defined by CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). The mitochondrial cytochrome oxidase I (COI) gene was amplified by polymerase chain reaction (PCR) using a pair of primer, fish-BCL and fish-BCH. Of 29 tissue samples collected from the study sites, a total of five species were successfully identified: Dipturus chilensis (4), Himantura walga (1), Neotrygon kuhlii (11), Taeniura lymma (9) and Rhinoptera javanica (4). The Neighbor Joining phylogeny of mitochondrial lineages, based on partial COI gene sequences, the ingroup haplotypes were clustered into five main clades representing each species. The identified stingrays were being listed as vulnerable (D. chilensis and R. javanica), near threatened (H. walga and T. lymma), and data deficient (N. kuhlii) by IUCN, with two species (D. chilensis and H. walga) population were indicated decreased. Unfortunately, all of identified species have not been evaluated by CITES regarding their trade status. As a consequences, a valuable effort should be placed to create a scientific network for monitoring programmes not only on a local scale, and to make pressure on governments for adopting molecular techniques as tools for controlling and avoiding misidentification. Keywords: Mitochondrial DNA, Phylogeny, Coral Triangle, Taxonomy, Fisheries
Close genetic connectivity of soft coral Sarcophyton trocheliophorum in Indonesia and its implication for marine protected area Aradea Bujana Kusuma; Dietrich Geoffrey Bengen; Hawis Madduppa; Beginer Subhan; Dondy Arafat; Bertoka Fajar S.P. Negara
Aceh Journal of Animal Science Vol 1, No 2: December 2016
Publisher : Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.764 KB) | DOI: 10.13170/ajas.1.2.4867

Abstract

The genetic connectivity of soft coral is influenced by current and distance between islands. The complexity of islands and geographical region in Indonesia might influence the distribution of soft corals.  The information of genetic connectivity can be used to design marine protected areas and to avoid destruction and possible extinction. The objective of the present study was to analyze genetic connectivity of one species of soft coral, Sarcophyton trocheliophorum, in three populations spanning Java, Nusa Tenggara, and Sulawesi’s waters, and to describe its implication for marine protected area. The mitochondrial protein-coding gene (750 bp of ND2) was used to analyze genetic population structure and genetic connectivity. Genetic connectivity was found in all populations with Fst value of 0.227 to 0.558, indicating populations had the close genetic relationship. The local and Indonesian currents were expected to distribute the larva to islands as a stepping stone, they moved slowly to spread them self far away. Tanakeke island (Sulawesi population) might be a center connectivity of S. trocheliophorum populations. This island connected with islands in west and east Indonesia, therefore that area need to protect
KEANEKARAGAMAN GENETIK KARANG LUNAK Sarcophyton trocheliophorum PADA POPULASI LAUT JAWA. NUSA TENGGARA DAN SULAWESI Aradea Bujana Kusuma; Dietrich Geoffrey Bengen; Hawis Madduppa; Beginer Subhan; Dondy Arafat
JURNAL ENGGANO Vol 1, No 1
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.577 KB) | DOI: 10.31186/jenggano.1.1.89-96

Abstract

Genetik menjadi kunci konservasi karena berperan penting dalam  mempertahankan dan memulihkan populasi dari kerusakan. Kerusakan pada ekosistem terumbu karang dapat menjadi pemicu kepunahan organisme laut. Salah satu organisme yang tidak terhindar dari kerusakan tersebut ialah Sarcophyton trocheliophorum. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan menurunnya keragaman genetik S. trocheliophorum. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keanekaragaman genetik dari S. trocheliophorum yang terdapat pada tiga populasi di Perairan Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara serta mendeskripsikan implikasinya terhadap kawasan konservasi  di Indonesia. Penelitian ini menggunakan penanda genetik ND2 untuk menganalisis struktur populasi, konektivitas, dan keragaman genetik. Keragaman genetik S. trocheliophorum pada Perairan Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara masing-masing 0.600, 0.815, dan 0.972. Keragaman genetik pada populasi Perairan Jawa lebih kecil dibandingkan pada Populasi Perairan Sulawesi dan Nusa Tenggara. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya aktivitas manusia pada pesisir utara Laut Jawa, sehingga berdampak pada menurunnya ukuran populasi S. trocheliophorum. Oleh karena itu perlu adanya perlindungan yang ketat pada populasi Jawa untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Keragaman, kerapatan dan penutupan lamun di Pulau Biak, Papua Citra S. U. Dewi; Beginer Subhan; Dondy Arafat
Depik Vol 6, No 2 (2017): August 2017
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.926 KB) | DOI: 10.13170/depik.6.2.6227

Abstract

The purpose of this study were to evaluate the diversity, density, and covering area of seagrass  in Biak Island, Papua. Methodology that used in this study were combination of line intercept and quadrat transects, which drawn perpendicular to the shoreline. The results showed that there were 9 species of seagras found in Biak Island and it was categorized as high category. The density was renged from 450 ind/m2 to 898 ind/mand the covering area was between 60% to 80%.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman, kerapatan jenis lamun dan penutupan lamun di Pulau Biak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah transek kuadrat dan transek garis, yang ditarik tegak lurus dari garis pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman jenis lamun di Pulau Biak tergolong tinggi, karena ditemukan delapan jenis lamun, dari 13 jenis lamun yang ada di Indonesia. Jenis lamun yang beragam di Pulau Biak diikuti juga dengan kerapatan lamun di setiap stasiun, yaitu pada kisaran 450 individu/m2 hingga 898 ind/m2. Kondisi ini seiring dengan penutupan lamun yang tergolong tinggi, yaitu berkisar antara 60% hingga 80%.
Co-Authors Abdul Motalib Angkotasan Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir, Abdurrachman Abjan Ibrahim, Abjan Achmad, Muhammad Janib Adewal, Murad Alvian K Aditya Bramandito Adriani Sunuddin Ahmad Taufik Ghozali Ahmad Taufik Ghozali Aisyah, Siti Zanuba Anwar, Muhammad Fathur Aradea Bujana Kusuma Aradea Bujana Kusuma Ardan Samman Asadatun Abdullah Asep Sandra Budiman, Asep Sandra Ayu Ervinia Ayu, Inna Puspa Bashari, Muhammad Hasan Beginer Subhan Benyamin, Azhari Bertoka Fajar S.P. Negara Citra S. U. Dewi Citra Satrya Utama Dewi Dea Fauzia Lestari, Dea Fauzia Dedi Soedharma Dedi Soedharma Denny Khaerudi Dewi, Citra Satrya Utama Dietrich Geoffrey Bengen Dietrich Geoffrey Bengen Dietriech G Bengen Dietriech Geoffrey Bengen E Paembonan, Rustam Elfahmi Elfahmi, Elfahmi Fadhilah Rahmwawati Fadillah Rahmawati Fauzan Dzulfannazhir Fauzan Dzulfannazhir Febriantika, Putri Firdaut Ismail Genadi Algadri Harahap, Zulhan Arifin Hari, Restu Fajar Hawis H Madduppa Husna, Alief K I Wayan Nurjaya Ikbal Marus, Ikbal Irmalita Tahir Irmalita Tahir, Irmalita Ismail, Firdaut Khairudi, Denny Kotta, Raismin Lalu M. Iqbal Sani Lalu M. Iqbal Sani Luzmi Malia Izza Muhammad Janib Achmad Mutmainnah Mutmainnah N Natih, Nyoman Metta N, Furqan Nadya Cakasana Najamuddin Najamuddin, Najamuddin Nebuchadnezzar Akbar Nebuchadnezzar Akbar NEVIATY PUTRI ZAMANI Ni Kadek Dita Cahyani, Ni Kadek Dita Novriyandi Hanif Nur Ari Bayu Nurlita Putri Anggraini Nurlita Putri Anggraini Nyoman M N Natih Paembonan, Rustam E Prakas Santoso Prakas Santoso Prakas Santoso Prehadi . Prehadi Prehadi Rahimah, Insaniah Rahman Rahman Rani Utari Ayuningtyas Rasidi, Rasidi Restu, Yunan Gilang Riyadi Subur, Riyadi Rustam E Paembonan Rustam Effendi Paembonan, Rustam Effendi Sani, Lalu M Iqbal Sani, Lalu M. Iqbal Sebastian C. A. Ferse Sebastian Ferse Setiamarga, Davin H. E. Siolimbona, Abdul Ajiz Sukandar Sukandar Sukandar, Mr. Syafrizayanti, Syafrizayanti Wahab, Iswandi Wibowo, Eko S Wibowo, Eko Setyobudi Yidoatimojo, Sudibyo Yosie Andriani Zulham Apandy Harahap