Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

ANALISIS KARAKTERISTIK SEGMEN BATAS ADMINISTRASI DESA SECARA KARTOMETRIK (STUDI KASUS : KABUPATEN DEMAK, KABUPATEN SEMARANG) Rizky Arga Himawan; Sawitri Subiyanto; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1054.18 KB)

Abstract

Setiap wilayah memiliki batas daerah yang jelas dan diakui atau disepakati oleh masing-masing pihak yang memiliki wilayah tersebut. Batas yang membatasi setiap daerah bisa berada di darat dan laut. Dalam batas darat dibagi menjadi dua jenis batas yaitu batas alam dan batas buatan. Batas alam adalah jenis batas yang disesuaikan  dengan kondisi alam sekitar seperti menggunakan sungai atau gunung sebagai daerah pemisah. Sedangkan batas buatan adalah jenis batas yang dibuat oleh manusia seperti jalan yang dijadikan sebagai pemisah daerah. Pada penelitian tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan luas wilayah yang terjadi dari data RBI dengan data hasil digitasi secara kartometrik dan mengetahui karakteristik jenis segmen batas administrasi di daerah pesisir Kabupaten Demak dan di daerah pegunungan Kabupaten Semarang. Hasil dari peneitian ini didapatkan bahwa di Kabupaten Demak terjadi perbedaan luas sebesar 0,11% atau sebesar 37,82 Hektar (Ha) dengan luas awal sebesar 35.913,36 (Ha) meningkat menjadi 35.951,19 (Ha). Sedangkan untuk Kabupaten Semarang perubahan yang terjadi sebesar 0,04% atau sebesar 7,57 Ha dengan luas awal sebesar 18.756,66 Ha menjadi 18.764,23 Ha. Karakteristik segmen batas pada Kabupaten Demak di dominasi oleh batas alam sebesar 39,02% atau 112 segmen batas persawahan dengan total segmen 287. Dan Kabupaten Semarang di dominasi oleh segmen batas alam sebesar 61,29% atau 95 segmen batas di perkebunan dari total 155 segmen batas.
VISUALISASI PETA WISATA DAN FASILITAS PENUNJANG DI KABUPATEN TEMANGGUNG MENGGUNAKAN APLIKASI CARRYMAP DAN ARCGIS ONLINE (STUDI KASUS : POSONG, PIKATAN WATER PARK, TAMAN KARTINI KOWANGAN) Nurrahmawati Nurrahmawati; Arief Laila Nugraha; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (857.409 KB)

Abstract

Sektor pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan potensi dan prioritas pengembangan bagi sejumlah negara. Terlebih bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi wilayah yang luas dengan daya tarik wisata yang cukup besar. Bagi wisatawan yang akan berkunjung ke tempat wisata tersebut sangat membutuhkan informasi tempat wisata beserta sarana penunjangnya. Informasi yang kredibel mengenai gambaran lokasi wisata sangat dibutuhkan oleh wisatawan untuk merencanakan perjalanan dari tempat tinggal ke tempat tujuan, selama berada di lokasi wisata hingga pulang kembali ke tempat tinggal. Kabupaten Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Jawa tengah yang terkenal akan keindahan alamnya, banyak tempat wisata bernuansa alam di sana. Salah satu tempat wisata bernuansa alam yang terkenal yaitu Posong, selain itu ada juga kolam renang yang memiliki sumber air dari gunung yaitu Pikatan Water Park dan Taman Kartini Kowangan. Hingga saat ini pelayanan informasi yang berkaitan dengan pariwisata di Kabupaten Temanggung masih bersifat konvensional. Berkenaan dengan hal itu dibuatlah penelitian tugas akhir ini yang bertujuan untuk membuat aplikasi peta wisata dan persebaran fasilitas penunjang menggunakan aplikasi CarryMap dan ArcGIS Online sedangkan untuk penyebarluasan aplikasi ini dibuat sebuah website dengan alamat website www.wisatakabtemanggung.wixsite.com/basemap-carrymap. Hasil aplikasi yang dibuat menggunakan aplikasi CarryMap maupun ArcGIS Online dapat dijalankan pada platform desktop pc dan smartphone. Ketelitian posisi dari aplikasi adalah 7,230 meter. Uji usability didasarkan dari hasil penyebaran kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Hasil uji usability tersebut antara lain komponen efektifitas dengan prosentase 84,67%, komponen efisiensi dengan prosentase 83,33%, dan komponen kepuasan dengan prosentase 78,33%. Peta pelayanan informasi wisata yang dapat diakses dengan smartphone diharapkan dapat mempermudah wisatawan dalam memperoleh berbagai informasi pariwisata serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar objek wisata.
ANALISIS TINGKAT KEKUMUHAN PADA PERMUKIMAN MENGGUNAKAN MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) (STUDI KASUS : KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH) Rintyas Chandra Irawan; Arief Laila Nugraha; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Volume 9, Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.148 KB)

Abstract

ABSTRAKKota Surakarta merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang sedang mengalami perkembangan yang pesat dari berbagai aspek. Aktivitas perekonomian yang meningkat akan menyebabkan peningkatan arus urbanisasi Kota yang berakibat pertambahan penduduk. Meningkatnya penduduk kota menyebabkan permukiman yang semakin padat, eksploitasi sumber daya lingkungan dan kualitas permukiman yang semakin menurun sehingga menyebabkan terbentuknya permukiman kumuh. Menurut Surat Keputusan Walikota Surakarta 413.21/38.3/1/2016, Kota Surakarta memiliki 28 kawasan permukiman kumuh dengan luas total permukiman kumuh Kota Surakarata 359,55 Ha yang tersebar pada 51 Kelurahan di Kota Surakarta. Klasifikasi permukiman kumuh Kota Surakarta dapat dilakukan dengan metode scoring dengan 16 parameter permukiman kumuh yaitu Ketersesuaian terhadap tata ruang (X1), Kepadatan bangunan (X2), Kondisi bangunan temporer (X3), Ketidakteraturan bangunan (X4), Kepadatan Penduduk (X5), Cakupan pelayanan jalan lingkungan (X6), Kualitas permukaan jalan (X7), Ketikamampuan mengalirkan limpasan air (X8). Ketersediaan saluran drainase (X9), Kualitas saluran drainase (X10), Ketersediaan akses aman air minum (X11), Tidak terpenuhinya kebutuhan minimal air minum layak (X12), Sistem pengelolaan air limbah (X13), Sarana prasarana pengelolaan air limbah (X14), Sarana prasarana persampahan  (X15) dan Sistem pengelolaan persampahan (X16). Permukiman kumuh Kota Surakarta dapat di modelkan menggunakan Geographically Weighted Regression (GWR). Metode GWR menggunakan pembobotan spasial untuk menghilangkan efek heterogenitas spasial dalam analisis data geostatistik. Penelitian ini memodelkan hubungan antara permukiman kumuh Kota Surakarta sebagai variabel terikatnya dengan 16 parameter permukiman kumuh sebagai variabel bebasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permukiman kumuh pada setiap Kelurahan di Kota Surakarta dapat diklasifikasikan menjadi tidak kumuh dan kumuh ringan. Kumuh ringan terdapat pada 13 Kelurahan yaitu Kelurana Kestalan, Manahan, Nusukan, Gandekan, Kepatihan Kulon, Sewu, Kerten, Baluwarti, Joyotakan, Kemlayan, Kratonan, Serengan dan Tipes. Model GWR dalam pemodelan terhadap terjadinya permukiman kumuh dapat digunakan, dimana model ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,970543 serta nilai RSS lebih rendah sebesar 22,180616 dari model global regresi. Parameter yang paling berpengaruh signifikan terhadap terjadinya permukiman kumuh adalah cakupan pelayanan jalan lingkungan (X6) dimana variabel ini selalu muncul di 26 Kelurahan dan sistem pengelolaan persampahan (X16) yang paling kurang berpengaruh dimana hanya muncul pada 4 Kelurahan saat melakukan uji parsial model dengan nilai |thitung| ≥ t0,025;34 = 2,0324.Kata kunci : GWR, Klasifikasi Tingkat Kekumuhan, Kota Surakarta, Penilaian KumuhABSTRACTSurakarta City is one of the cities in Central Java Province that is experiencing rapid development from various aspects. Increased economic activity will cause an increase in the urbanization flow of the City resulting in population growth. An increase in urban population will lead to increasingly dense settlements, exploitation of environmental resources and a declining quality of settlements, leading to the formation of slums. According to the Decree of the Mayor of Surakarta 413.21 / 38.3 / 1/2016, Surakarta City has 28 slum areas with a total area of 359.55 hectares of Surakarata slum areas spread over 51 kelurahans in the city of Surakarta. The classification of Surakarta City slums can be done using the scoring method using 16 parameters of slum areas, namely Suitability to spatial (X1), Building density (X2), Temporary building conditions (X3), Building irregularity (X4), Population Density (X5), Coverage of environmental road services (X6), road surface quality (X7), ability to drain water runoff (X8). Availability of drainage channels (X9), Quality of drainage channels (X10), Availability of safe access to drinking water (X11), Non-fulfillment of minimum requirements for proper drinking water (X12), Wastewater management system (X13), Wastewater management infrastructure (X14) , Solid waste infrastructure (X15) and Solid waste management system (X16). Surakarta City slums can be modeled using Geographically Weighted Regression (GWR). The GWR method uses spatial weighting to eliminate the effects of spatial heterogeneity in the analysis of geostatistical data. This study models the relationship between Surakarta City slums as the dependent variable with 16 slum parameters as the independent variable. The results of this study indicate that slums in each Kelurahan in Surakarta City can be classified as not slum and mild slum. Mild slums are found in 13 Subdistrict, namely Kestalan, Manahan, Nusukan, Gandekan, Kepatihan Kulon, Sewu, Kerten, Baluwarti, Joyotakan, Kemlayan, Kratonan, Serengan and Tipes. The GWR model in modeling the occurrence of slums can be used, where this model has a coefficient of determination (R2 = 0.970543) and a lower RSS (22.180616) than the global model. The parameters that have the most significant influence on the occurrence of slums are the coverage of environmental road services (X6) where this variable always appears in 26 Subdistrict and the waste management system (X16 where its just appears in 4 Subdistrict when conducting partial test models with the value | t count | ≥ t0,025; 34 = 2,0324. Keywords : Assestment Slum Level, Classification of Slum, GWR, Surakarta City
ANALISIS AKSESIBILITAS SHELTER BRT TERHADAP SMP DAN SMA NEGERI DI KOTA SEMARANG BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS M Khoirul Baihaqi; Andri Suprayogi; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Volume 8, Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (722.489 KB)

Abstract

ABSTRAK           Pertumbuhan kendaraan di Kota Semarang pertahunya sebesar 12%. Sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,9% pertahun. Begitu juga dengan tingginya mobilitas masyarakat dan pertumbuhan penduduk yang ikut menyumbang kepadatan jalan di Kota Semarang. Faktor tersebut tidak diimbangi oleh fasilitas angkutan umum yang memadai. Salah satu angkutan umum yang digunakan oleh masyarakat Kota Semarang adalah Bus Rapid Transit (BRT). Tidak hanya masyarakat umum yang menggunakan BRT, tetapi juga pelajar. Menurut data penumpang BRT tahun 2018, 30% dari penumpang BRT adalah pelajar. Pelayanan BRT Trans Semarang untuk saat ini memiliki 7 koridor. Jumlah koridor BRT Trans Semarang yang mencapai 7 koridor belum cukup untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat terutama siswa sekolah. Aksesibilitas shelter BRT Trans Semarang sangat penting untuk mendukung fasilitas umum pada sistem wajib belajar. Analisis aksesibilitas digunakan untuk mengetahui cakupan layanan shelter terhadap sekolah. Analisis tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis aksesibilitas tersebut berupa analisis jarak dengan menggunakan network analysis. Setelah dianalisis kemudian didapatkan sekolah yang terakses maupun yang tidak terakses. Sekolah yang tidak terakses direncanakan rute tercepat dengan menggunakan closest facility dan rekomendasi penambahan shelter dengan menggunakan network analysis. Hasil dari analisis tersebut diperoleh dari 44 SMP Negeri di Kota Semarang, hanya 15 sekolah yang memiliki akses. Sementara pada jenjang SMA, dari 16 sekolah yang ada hanya 8 sekolah yang memiliki akses. Dan rekomendasi penambahan shelter ada 4 titik, yaitu untuk menjangkau SMP N 4 Semarang, SMP N 8 Semarang, SMP N 10 Semarang, dan SMP N 32 Semarang. Kata Kunci : Aksesibilitas, Network Analysis, Shelter BRT, SMA Negeri, dan SMP Negeri.  ABSTRACT            The growth of vehicles in Semarang City is 12%. While road growth is only 0.9% per year. Likewise, the high mobility of the people and population growth contributed to the density of roads in the city of Semarang. This factor is not balanced by adequate public transportation facilities. One of the public transportation used by the people of Semarang City is Bus Rapid Transit (BRT). Not only the general public uses BRT, but also students. According to BRT passenger data in 2018, 30% of BRT passengers are students. The Trans Semarang BRT service currently has 7 corridors. The number of Trans Semarang BRT corridors reaching 7 corridors is not enough to accommodate the needs of the community, especially school students. Accessibility of Trans Semarang BRT shelter is very important to support public facilities in the compulsory education system. Accessibility analysis is used to determine the coverage of shelter services to schools. This analysis can be done by utilizing the Geographic Information System (GIS). Accessibility analysis is in the form of distance analysis using network analysis. After being analyzed, it was found that accessible and non-accessible schools. Schools that are not accessible are planned for the fastest route by using the closest facility and recommendations for adding shelter by using network analysis. The results of the analysis were obtained from 44 Public Middle Schools in Semarang City, only 15 schools were accessed The results of the analysis were obtained from 44 state junior high schools in Semarang, only 15 schools has access. While at the high school level, out of the 16 schools there are only 8 schools that has access. And the recommendation for the addition of shelters is 4 points, namely to reach SMP N 4 Semarang, SMP N 8 Semarang, SMP N 10 Semarang, and SMP N 32 Semarang. Keywords : Accessibility, BRT Shelter, Network Analysis, Public High School, and Public Middle School.
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP EKSISTENSI MANGROVE MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN APLIKASI DIGITAL SHORELINE ANALYSIS SYSTEM (DSAS) TAHUN 2014-2018 (STUDI KASUS : KABUPATEN KENDAL) Ghazian Hazazi; Bandi Sasmito; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (819.611 KB)

Abstract

Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 99.093 kilometer sehingga membuat  Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang. Namun, akibat berbagai macam faktor menyebabkan garis pantai mengalami abrasi yang berakibat berkurangnya wilayah pesisir. Salah satu cara untuk mencegah atau mengurangi abrasi adalah dengan cara menanam mangrove di sepanjang garis pantai. Ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai pelindung garis pantai dari abrasi, mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan atau akresi, dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerapatan mangrove terhadap perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Kendal. Pada penelitian ini menggunakan citra Landsat 8 tahun 2014-2018 untuk mendapatkan perubahan garis pantai dan indeks vegetasi berdasarkan pengolahan indeks vegetasi NDVI. NDVI digunakan untuk memetakan kerapatan vegetasi mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan garis pantai di Kabupaten Kendal dengan menggunakan aplikasi DSAS mengalami penambahan sebesar 10,487 m. Perubahan luasan mangrove di pesisir Kabupaten Kendal mengalami kenaikan pada tahun 2014-2018 sebesar 427,50 ha. Kecamatan yang mengalami penambahan luas mangrove paling besar adalah Kecamatan Kaliwungu sebesar 152,32 ha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan perubahan garis pantai dengan kerapatan mangrove di pesisir Kabupaten Kendal menggunakan regresi linear sederhana memiliki korelasi sebesar 0,592. Hasil korelasi apabila ditinjau dari tingkat hubungan korelasi termasuk korelasi kuat. Berdasarkan perhitungan uji F hubungan kerapatan mangrove dengan perubahan garis pantai memiliki pengaruh signifikan, sehingga jika perubahan garis pantai semakin meningkat atau mengalami penambahan (akresi) maka nilai NDVI atau kerapatan mangrove akan cenderung meningkat.
STUDI KORELASI KAPASITAS AKUIFER TERHADAP PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE PS-InSAR (STUDI KASUS : KOTA SEMARANG) DIYANAH DIYANAH; Yudo Prasetyo; Hana Sugiastu Firdaus
Jurnal Geodesi UNDIP Volume 7, Nomor 4, Tahun 2018
Publisher : Departement Teknik Geodesi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (835.077 KB)

Abstract

Air merupakan sumber daya alam yang menjadi hal pokok yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pemakaian air dalam kehidupan sehari-hari masyarakat maupun kegiatan industri masih mengandalkan dari alam, yaitu berupa air tanah. Pengambilan air terus menerus terutama di kota-kota besar yang ada di Indonesia akan berdampak buruk bagi lingkungan yang mengakibatkan perubahan dari lingkungan itu sendiri. Perubahan lingkungan akibat dari dampak pengambilan air yang mungkin terjadi adalah penurunan muka tanah (PMT). Untuk itu pada penelitian ini akan mengkaji hubungan korelasi antara dua hal tersebut.Pengamatan perubahan akuifer pada penelitian ini diamati pada dua jenis akuifer, yaitu akuifer dalam dan akuifer dangkal menggunakan data muka air tanah (MAT) dari sumur pantau pada akuifer dalam dan data MAT sumur dangkal pada akuifer dangkal. Sedangkan untuk pengamatan penurunan muka tanah menggunakan metode PS InSAR. Metode tumpang susun digunakan untuk mengorelasikan pengaruh perubahan akuifer dangkal terhadap PMT di Kota Semarang. Pengamatan pada akuifer dalam, digunakan hubungan korelasi yang dilihat dari kenaikan dan penurunan grafik dari MAT akuifer dalam dan kenaikan dan penurunan muka tanah rata-rata dari PS InSAR.Hasil pengolahan PS InSAR didapatkan nilai rata-rata penurunan muka tanah rata-rata pertahun dengan rentang 0±3,4 cm hingga 4,5±3,4 cm dan dari hasil pengolahan didapatkan infomasi penurunan muka tanah terbesar terdapat pada daerah Kecamatan Semarang Utara, Semarang Barat, Pedurungan dan Genuk. Hasil korelasi menunjukan bahwa perubahan akuifer dangkal memiliki pengaruh dengan penurunan muka tanah dengan tingkat korelasi yang sangat tinggi, sebesar 47,58%, korelasi tinggi sebesar 16,09%, korelasi sedang sebesar 16,29% dan rendah sebesar 20,02 %. Sedangkan pada perubahan kapasitas akuifer dalam tidak berpengaruh pada penurunan muka tanah.
RANCANG BANGUN DESAIN PETA ONLINE KAWASAN WISATA PANTAI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Arief Laila Nugraha; Hana Sugiastu Firdaus; Moehammad Awaluddin; Afriyanto Afriyanto
Elipsoida : Jurnal Geodesi dan Geomatika Vol 3, No 02 (2020): Volume 03 Issue 02 Year 2020
Publisher : Department of Geodesy Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University,Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/elipsoida.2020.9215

Abstract

Perancangan desain peta online merupakan salah satu bentuk visualisasi peta agar mudah diakses oleh masyarakat umum. Aplikasi peta online wisata pantai berbasis web menyajikan informasi pantai yang lebih kompleks baik secara deskriptif maupun spasial (peta). Peta-peta tersebut disematkan ke dalam situs web sehingga aplikasi web ini bercirikan Sistem Informasi Geospasial Berbasis Web atau WebGIS. Sementara itu, perancangan secara konseptual menggunakan Diagram E-R (Entity-Relationship) dan uji kelayakan (usability) desain aplikasi peta online wisata pantai beserta fasilitas berbasis web di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan hasil 4.09/5.00 dengan kategori Sangat Baik.
PRA-KAJIAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER UNTUK PENDUGAAN SEDIMEN PERAIRAN DANGKAL Bandi Sasmito; Hana Sugiastu Firdaus; Moehammad  Awaluddin; Arief Laila Nugraha
Elipsoida : Jurnal Geodesi dan Geomatika Vol 3, No 02 (2020): Volume 03 Issue 02 Year 2020
Publisher : Department of Geodesy Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University,Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/elipsoida.2020.9211

Abstract

ABSTRAK Studi ini mengkaji tentang penggunaan data Echosounder Multibeam (MBES) untuk pendugaan sedimen perairan dangkal dengan wilayah studi Pantai Kartini Jepara. Sedimentasi merupakan salah satu proses yang terjadi disebabkan oleh alam dan aktivitas manusia yang berujung pada pengendapan. MBES digunakan untuk pemetaan seperti kolom air dan pemetaan backscatter. Nilai intensitas gelombang akustik yang dipancarkan dihubungkan dengan uji laboratorium sedimen, rentang kelas tertentu yang dihasilkan dari nilai intensitas gelombang akustik menunjukkan klasifikasi sedimen yang ada di dasar perairan dimana perbedaan klasifikasi dipengaruhi yang dipancarkan oleh instrumen, sehingga penyebaran sedimen dapat terpetakan di dasar perairan. Pra-studi ini melakukan kajian terhadap pengambilan data gelombang akustik dengan MBES dan pengambilan sampel sedimen yang kemudian dilakukan uji laboratorium untuk nantinya dilanjutkan pada pendugaan sedimen.Kata kunci:  Nilai Intensitas Akustik, Multibeam Echosounder,  Sedimen, Pantai  ABSTRACT This study examines the use of Multibeam Echosounder (MBES) data to estimate shallow water sediment in the study area of Kartini Beach, Jepara. Sedimentation is a process that occurs due to nature and human activities that lead to deposition. MBES is used for mappings such as water column and backscatter mapping. The emitted acoustic wave intensity value is related to the sediment laboratory test, the range of a certain class resulting from the acoustic wave intensity value shows the classification of sediment in the bottom of the water where classification differences are influenced by the emission by the instrument, so that the distribution of sediment can be mapped on the bottom of the water This pre-study conducted a study on acoustic wave data collection using MBES and sediment sampling which was then carried out by laboratory tests to later proceed with sediment estimation. Keywords: Acoustic Intensity Value, Multibeam Echosounder, Sediment, Beach
Pemetaan Dan Pengukuran Untuk Konstruksi Teknik Sipil Fauzi Janu Amarrohman; Bambang Darmo Yuwono; Moehammad Awaluddin; Yudo Prasetyo; Hana Sugiastu Firdaus; Nurhadi Bashit
Jurnal Pasopati : Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Pengembangan Teknologi Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan penentuan posisi pada dekade terakhir ini telah mengarah kepada pemetaan digital. Perkembangan penentuan posisi tersebut tidak hanya pada bidang infrastruktur saja melainkan sudah merambah ke bidang lain seperti telekomunikasi, transportasi, industri perdagangan , pemukiman , perencanaan kota dan masih banyak lagi. Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor yaitu metode penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode pengolahan datanya. Seiring kebutuhan penentuan posisi tersebut maka perlu pemahaman mengenai pengenalan pemetaan digital, instrumentasi, pengolahan, dan pemanfaatan teknologi pemetaan digital. Departemen Teknik Geodesi yang salah satunya mempelajari pemetaan dan pengembangan aplikasi bidang pengukuran dan penetaan bermaksud mengadakan program pengabdian kepada mayarakat untuk pemanfatan pemetaan dan pengukuran untuk konstriksi teknik sipil dan pekerjaan tanah. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk keaktifan dan pengabdian bagi Departemen Teknik Geodesi untuk memperkenalkan keilmuan kepada masyarakat. Hal ini yang mendasari Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro untuk mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk kegiatan. Pemetaan dan Pengukuran untuk Konstriksi Teknik Sipil dan Pekerjaan Tanah Untuk Siswa SMK Negeri 7 Semarang.
Penetapan Batas Desa Secara Kartometrik Menggunakan Citra QuickBird Nurhadi Bashit; Yudo Prasetyo; Hana Sugiastu Firdaus; Fauzi Janu Amarrohman
Jurnal Pasopati : Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Pengembangan Teknologi Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Batas wilayah merupakan suatu hal yang sangat penting guna untuk mengoptimalkan kewenangan suatu daerah. Batas wilayah mengalami permasalahan hingga batas antar desa yang saling tumpang tindih antara satu desa dengan desa yang lain. Batas wilayah desa yang sudah ditetapkan dengan baik akan memudahkan pemerintah desa dalam menjalankan kewenangan desa dalam melakukan penataan desa. Desa harus memiliki batas wilayah dan kewenangan desa sehingga adanya kewenangan tanpa batas wilayah akan menyebabkan banyak permasalahan. Penegasan batas wilayah desa menjadi sangat penting dalam menerapkan pembangunan desa berbasis asset desa sebagai modal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Penegasan batas wilayah dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Pembentukan Daerah yang diperjelas dalam peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2012. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa penegasan batas wiyalah dapat ditentukan menggunakan metode kartometrik. Metode kartometrik menghasilkan perundingan antara kedua wilayah yang saling berbatasan yang dituangkan menjadi titik-titik diatas peta kerja yang akan menjadikan batas definitif. Metode kartometrik dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No 76 Tahun 2012 yang menyatakan cara penegasan batas wilayah. Penegasan batas menggunakan metode kartometrik memiliki keunggulan seperti tanpa melakukan survei langsung dilapangan karena penentuan batas wilayah hanya hasil perundingan diatas peta kerja. Penegasan batas wilayah menggunakan metode kartometrik dengan memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi diharapkan mampu memberikan hasil penentuan batas yang tidak kalah baik dengan survei secara terestris.